Mak Comblang

35.4K 4.1K 88
                                    

Happy very long reading :)

***

Suara kicauan burung riuh mengisi keheningan Minggu pagi. Belum ada interaksi apa pun dalam rumah dua tingkat di penghujung jalan cabang kompleks. Dua penghuninya masih sibuk bergelung di balik hangatnya selimut tebal di ruangan masing-masing. Suhu udara yang dingin akibat gerimis kecil mendukung upaya mereka untuk bermalas-malasan di hari libur.

Nara mengerang kesal mendengar telepon rumah berdering tanpa henti. Bahkan matahari masih baru menampakkan sinarnya, siapa yang sudah repot-repot menggenggam gagang telepon untuk menghubungi Rakan?

Ia membanting guling kemudian bangkit berjalan keluar kamar. Menghentakkan kaki keras-keras berharap pemilik rumah lebih punya inisiatif untuk menghentikan kebisingan.

"Halo?" Sapanya saat sudah berhasil meraih telepon di ruang tengah.

"Halo, Kak Nara?" Balas orang di seberang, membuat Nara mengernyit bingung.

"Ini siapa?"

Gadis itu menoleh mendapati Rakan muncul di balik dinding dengan rambut acak-acakan dan mata yang masih memerah. Lelaki itu menaikkan alis tanda bertanya masalah telepon. Tapi hanya dibalas gelengan oleh Nara, sementara ia menunggu balasan dari seberang.

"Ini Lila, kak. Bisa ngomong sama abang?"

"Ooh, sebentar."

Nara segera menyerahkan teleponnya pada Rakan. Mempersilahkan lelaki itu terhubung dengan adik perempuannya.

"Kalila." Katanya memberitahu.

Rakan berdecak tapi tangannya terulur menyambut.

"Kenapa?"

Nara berjalan menjauh, menghempaskan tubuhnya di sofa yang entah sejak kapan menjadi favoritnya. Gadis itu tidak ingin mendengar pembicaraan kakak beradik yang ia rasa bukan urusannya. Ia kembali memejamkan mata berniat melanjutkan tidur yang terpotong. Tapi tiba-tiba suara hempasan terdengar di sofa sebelahnya, membuat Nara mengangkat kepala menatap Rakan dengan wajah cemberut yang tidak dibuat-buat.

"Kenapa?" Tanya Nara. Dirinya sendiri tidak sadar mengapa ia mulai bertanya banyak hal pada Rakan.

"Lila mau ke sini nanti." Jawab pria itu sambil mendengus.

"Oh. Pagi banget teleponnya." Timpal Nara.

"Biasa, bocah."

Tidak menanggapi, Nara lanjut memejamkan mata merilekskan sekujur tubuhnya yang pegal. Suara gemuruh pelan mengiringi rintik air menyentuh tanah, damai yang tidak tertandingi bagi gadis itu.

Rakan bangkit mengusik Nara untuk kesekian kalinya.

"Ra." Tangannya menyentuh pundak gadis itu.

"Apa lagi?" Tanya Nara, kali ini disertai geraman jengkel.

"Pindah kamar, jangan tidur sini."

"Bentaran doang. Mau beres-beres gue, kan Lila mau ke sini." Gadis itu merubah posisi miring menghindari cahaya lampu dapur yang masuk lewat celah.

"Nanti siang, masih lama."

Menolak untuk berdebat, Nara berdiri mengikuti Rakan yang juga kembali ke kamarnya. Lelaki itu berhenti di ambang pintu kemudian berbalik.

"Lo nggak papa kan Lila main ke sini?"

Nara mengernyit bingung. "Ya nggak papa lah."

Rakan tampak mengangguk sekali. "Yaudah." Kemudian lelaki itu masuk tanpa menutup pintu.

3600 Seconds from MerapiWhere stories live. Discover now