Part 17

840 34 21
                                    

Michael telah berjanji untuk mencari tahu siapa dalang penulis koran harian yang membuat Jennifer harus terkurung di penjara selama satu hari itu. Ia sering kali keluar masuk gedung New York Times untuk menggali keterangan lebih lanjut.

Satu per satu ia tanyakan penanggung jawab edisi koran harian, namun semuanya bungkam. Inisial penulis dirahasiakan. Bahkan ketua direksi penerbit itu selalu saja menghindari kedatangan Michael.

Michael menyerah, tak ada satu pun pihak yang kooperatif, mau membuka suara tentang penulis di koran itu. Ia memutuskan untuk kembali menemui Jennifer dan mengatakan semuanya. Termasuk kegagalannya dalam mencari informasi.

Mobil hitam itu dipacu sangat kencang, ia melepas kekecewaannya dengan cara kebut-kebutan di jalan raya.

Namun belum sempat sampai di rumah Jennifer. Satu mobil sedan bertuliskan Polisi mengejarnya dari belakang. Klakson beberapa kali terdengar untuk menepikan Michael yang sedang kalap. Menyadari hal itu, ia pun menepi ke kanan jalan.

“Maaf mengganggu waktunya, Tuan,” sapa Polisi saat mengetuk pintu kacanya.

“Ya, ada apa menghentikanku?”

“Anda tahu kesalahan Anda apa? Sehingga kami hentikan dengan mendadak?”

“Tidak,” jawab Michael singkat. Ia mengernyitkan wajahnya, rasa malas itu muncul dari mimik wajahnya saat bertemu Polisi.

“Anda melakukan pelanggaran berlalu lintas dengan menggunakan kecepatan berlebih. Mohon menunjukkan surat kendaraan beserta surat izin mengemudi!” pinta Polisi itu dengan tegas.

“Maafkan saya.” Michael mengeluarkan surat-surat yang dimintai oleh Polisi, sekaligus kartu anggota jurnalis New York.

“Anda seorang wartawan?”

“Bukan, Pak.”

“Lalu apa kartu ini?” Polisi menunjukkan kartu yang diberikan oleh Michael sebelumnya.

“Itu hanya kartu jurnalis. Sebuah komunitas yang ada di dunia, termasuk New York.”

“Sama saja,” kesal Polisi. Kemudian ia menahan surat izin mengemudinya, dan memberikan selembar surat tanda penilangan.

Raut wajah Michael kesal, ia mengambil berkas-berkas dari Polisi dengan kasar. Kemudian menutup kaca mobilnya dan melaju kembali menuju rumah Jennifer. Beberapa saat berlalu Michael pun tiba di rumah Jennifer.

Ia segera turun dari mobil dan menekan tombol bel di samping pintunya.

“Michael, ada apa? Bukankah kau sedang sibuk merevisi skripsi?” Jennifer meracau saat menatap Michael yang berdiri di depan pintu. Namun tiba-tiba ia berhenti, matanya memandang wajah datar Michael. “Are you ok, Babby?”

“Not good!”

“Why?”

“Aku tidak bisa membuktikan kepadamu siapa penulis di koran itu. Aku juga—“

“Sudahlah, aku tak ingin membahas tentang itu,” potong Jennifer, “Lagi pula aku ingin melupakan si penulis itu dan memaafkannya. Lalu kau tahu apa dibalik semua ini?” tanyanya dengan antusias.
Michael menggelengkan kepala.

“Akibat dari berita koran tersebut, banyak pelacur murahan direhabilitasi. Sementara, Pedro Moris semakin ramai dikunjungi.” Jennifer masih antusias menceritakan semuanya.

Michael keheranan, ia tidak mampu mencerna perkataan Jennifer. “Aku tidak mengerti apa yang kau katakan. Bukankah kau kemarin memintaku untuk mencari tahu penulis di koran itu? Kenapa sekarang berterima kasih.”

“Ya ... berkat tulisan itu juga Pedro Moris semakin ramai. Itu artinya, semakin ramai pula orang-orang yang memberikan tip kepada lady escort sepertiku.”

“Baguslah,” jawab Michael singkat. Dadanya kembang kempis saat mendengar penjelasan dari Jennifer, tatapi ia harus bersikap tenang meski saat kecewa. “Kuharap kau menikmatinya.” Nadanya bentuk sebuah kepasrahan.

***

Di tempat lain, salah seorang anggota dari Mr. K atau yang biasa disebut Organisasi Hitam itu menemui seorang lelaki berumur 40 tahunan di sebuah taman terbuka. Seperti pada umumnya anggota Organisasi Hitam, ia memakai jubah hitam dan topi fedora, duduk di bangku panjang bersama lelaki tersebut.

“Terima kasih telah menerbitkan di koran tersebut. Ini bayaranmu.” Lelaki misterius itu memberikan segepok uang dari saku jubahnya kepada lelaki berkacamata.

“Sama-sama, senang berbisnis denganmu,” ucap lelaki berkacamata yang diketahui sebagai penulis di koran New York Times. “Kalau ada keperluan lain, aku bisa membantumu.” Senyum kecut tanpa takut itu terlempar begitu saja.

“Nanti akan aku berikan pekerjaan lagi untukmu. Selama tidak ada yang menghambat aliran uang ke rekening, aku tidak membutuhkanmu,” kata lelaki bertopi fedora dengan sombongnya.

Ia bukan Mr. K, melainkan anak buah yang mengurusi Organisasi Hitam, bisa disebut juga dengan tangan kanan Mr. K. Bisnis-bisnis gelap mengalir begitu saja seperti sungai, ada hambatan sedikit langsung dicari titik hambatannya, lalu membuang sampahnya.

Tak ada yang mampu menghentikan bisnis gelap itu, siapa saja yang melawannya pasti berakhiran tersisa nama saja.

“Sekali lagi, terima kasih atas uang ini.” Lelaki berkacamata itu menunjukkan seberkas uang yang tersimpan rapi di sampingnya.

Meski orang-orang ramai, saling melewati kedua orang tersebut, tampaknya mereka biasa saja. Tak memedulikan aktivitas atau transaksi itu. Mungkin ini pula yang menjadikan Amerika Serikat menjadi negara bebas, penduduknya sangat tidak memperhatikan selama itu bukan urusannya.

Lelaki berjubah dengan topi fedora di atas kepalanya langsung berdiri dan meninggalkan lelaki berkacamata tadi. Ia menuju halaman parkir menjemput mobilnya. Beberapa saat ia mengemudikan menuju markas rahasia.

Hampir satu jam lamanya, tibalah dia di tempat markas besar. Tiga orang berjaga di depan dengan ketat. Ia berjalan kaki memasuki gedung. Dari dalam, terdapat sekitar tiga puluh orang saling berdiskusi, termasuk Alan Smith.

“Bagaimana tugasmu?” tanya Mr. K yang menunggunya sedari tadi.

Ia tersenyum, kemudian berkata, “Sukses, Bos. Uang itu telah saya bayarkan kepada Nicky.”

“Bagaimana dengan keamanan kita?”

“Saya pastikan ia bungkam. Tak akan berani mengatakan tentang rahasia ini ke dewan pers. Apalagi memberitahukannya kepada khalayak umum.”

Mr. K menepukkan tangannya seraya dengan senyuman puas. “Bagus. Kita akan jadi penguasa di negeri yang besar ini. Kita akan mengendalikan dunia.” Suaranya keras memenuhi seluruh sudut ruangan yang bergema. Kemudian orang-orang yang duduk berdiskusi itu bertepuk tangan lagi menyambut suksesnya bisnis gelap.

“Selain berbisnis dengan selangkangan. Aku punya rencana besar lagi yang tak kalah menjanjikannya,” kata Mr. K lagi.

“Apa itu, Tuan?” tanya Alan Smith.

“Orang-orang di seluruh dunia ini telah mabuk. Dan aku akan membuat sebuah pabrik yang sangat besar di bawah tanah.”

Orang-orang yang mengikuti rapat tertutup itu wajahnya datar semua, termasuk Alan Smith. Mereka tidak mengetahui rencana besar apalagi yang akan Mr. K keluarkan. ‘Apa pun rencanamu, yang pasti aku akan menjadi bagian dalam orang-orang terkaya di dunia ini,’ batin Alan Smith.

“Maaf, Bos ... kita akan berbisnis apa lagi?” tanya salah seorang yang mengikuti rapat tertutup.

“Tunggu saja, tidak lama lagi aku akan memberitahukan semuanya.”

Black  Business: Lady Escort √Where stories live. Discover now