Persimpangan

47.2K 1.9K 706
                                    

Judulnya gak nyambung ya, tapi ku bingung mau buat judul apa?

Sekembalinya dari rumah Sebti, aku melihat Kisa sudah membuka mata. Tersenyum aku berjalan mendekat.

"Sudah bangun, Dek." Aku mengelus kepalanya dengan lembut, sedih sekali rasanya melihat pujaan hati terbaring lemah begini.

"Abang dari mana?"

Pertanyaan Kisa membuat gerakan tanganku terhenti, berdehem aku tersenyum kecil. "Abang habis dari rumah Sebti." Aku mengecup kening Kisa dengan lembut saat melihat matanya berkaca. "Abang memilihmu sayang, abang memilihmu."

"Maksud Abang apa?"

Aku menarik napas panjang, menatap Kisa dan mengecup tangannya beberapa kali. "Abang sudah menceraikan, Mbak Sebti," kataku.

Kisa awalnya terdiam, dia tampak sangat terkejut. Lalu perlahan air matanya mengalir sangat deras.

"Sayang tenanglah, kamu tidak perlu menangis?" Berkali-kali aku mengecup kening Kisa, tapi tangisannya semakin menjadi.

Tidak kuasa melihat kesedihannya, aku naik ke ranjang sempit ini dan memeluk tubuhnya dengan erat. "Tenang sayang." Elusan, kecupan dan ribuan kata penghibur aku keluarkan demi membuat wanitaku berhenti menangis.

"Maafkan aku Bang, Ini salahku. Andai aku tidak masuk ke dalam pernikahan kalian. Pasti Abang masih dengan Mbak Sebti sampai sekarang."

"Tidak, kamu salah. Sebti lah yang jahat, dia yang masuk dan mengganggu hubungan kita." Aku mengelus punggung Kisa yang bergetar. "Sejak dulu Abang milikmu dan kamu milik Abang. Sebti yang mengganggu kita, kamu tidak perlu merasa bersalah atas kesalahan yang tidak kamu lakukan."

"Tapi-"

Aku mengecup sudut bibir Kisa. "Tidak ada tapi-tapian sayang." Memeluk Kisa lagi. Aku memejamkan mata, lalu berkata, "Abang yang seharusnya meminta maaf. Menyakitimu dan membuatmu sedih setiap waktu."

Kisa mengangguk, dia semakin nyaman berada dalam dekapanku. Begitu juga aku, merasa kedamaian di hati setelah memutuskan melepaskan Sebti.

Awalnya aku memang tidak mau menceraikannya. Namun, pagi tadi tiba-tiba Kisa pingsan, setelah mendapat pertolongan pertama dari bidan desa, aku segera melarikannya ke rumah sakit di kota.

Selagi menunggunya tersadar, aku teringat akan sesuatu. Kisa pernah berkata, jika aku berhasil membawa Sebti kembali ke rumah, dia dengan manja meminta aku ikut ke rumah orang tuanya. Atau dia yang pergi sendiri dan aku boleh kapan saja datang ke rumah.

Kisa bilang dia tidak mau tinggal bersama Sebti, dia segan dan takut di ganggu wanita itu.

Bodohnya aku mengabaikan semua itu, Kisa tidak tahan jika aku memiliki dua istri, dia ingin menjadi satu-satunya di hidupku. Terlalu keras memikirkan ketakutannya, wanitaku sampai sakit seperti ini.

Tidak ingin membuat hidup Kisa semakin sedih? Tanpa berpikir lama aku meninggalkan Kisa yang belum sadarkan diri. Aku menceraikan Sebti saat itu juga.

Kehilangan Sebti dan satu anak tidak akan membuatku rugi. Aku juga bisa membuat banyak anak bersama Kisa, wanita yang jelas-jelas paling ku cinta. Lagi pula ada Kisa di sini, menantiku mencintainya dengan segenap jiwa.

"Tidur ya." Kisa mengangguk dalam pelukanku. Mengecup keningnya, aku tetap di atas sana sampai Kisa benar-benar terlelap. "Abang akan membahagiakan Adek seumur hidup," kataku mengecup sudut bibir Kisa sebelum turun dari ranjang dan kembali duduk di kursi.

Perempuan Kedua (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang