[13]

11.6K 2.2K 475
                                    

Ada saatnya ketika kau ingin menangis namun hatimu sudah lebih dulu menangis, sampai tubuhmu tidak bisa merespon pesan perasaanmu dengan baik. Kau hanya bisa berdiri dengan tatapan kosong serta batin yang sudah remuk redam tak tau bagaimana lagi cara memperbaikinya.

"Itu bukan sekedar peluru. Ada racun yang bersemayam sekaligus disana. Dan racun itu sudah terlanjur menyebar di seluruh pembuluh darah Hyunjin."

Itulah sekiranya perkiraan yang bisa dipaparkan oleh Prof West. Tidak mungkin Hyunjin mati jika hanya karena satu buah peluru yang bersarang di kakinya.

Seungmin menendang banyak kerikil didalam perjalanannya untuk menetralisir perasaannya yang sepertinya sudah tak berbentuk lagi.

"Bodoh. Beberapa jam lalu kau masih tersenyum lebar dan mengacungkan jempolmu kearah ku. Hyunjin bodoh!" Desisnya.

Melanjutkan perjalanan tanpa Hyunjin membuat situasi terkesan berbeda. Senyap dan kaku. Mungkin mereka masih mencoba memperbaiki hati masing-masing.

Menjadi yang ditinggalkan itu tak pernah mudah. Semua butuh waktu. Butuh waktu untuk menerima dan butuh waktu untuk terbiasa.

Hyunjin dengan sangat terpaksa harus ditinggalkan. Didalam masa lalu, selamanya ia akan tetap hidup.

"Aku bersumpah jika aku bertemu dengan mereka lagi--akan kuinjak wajah mereka sampai hancur," ujar Jeongin geram. Matanya sudah sangat sembab.

Chan menghentikan langkah mereka dan menunjuk ke suatu arah. Dibalik rindangnya pohon--terdapat seseorang dengan baju tentara yang sepertinya tengah berjaga, namun ia tertidur. Jeongin menggigit bibirnya. Hasrat membunuhnya lebih besar dari sebelumnya. Dia yakin seratus persen bahwa tentara itu satu komplotan dengan yang menyerang mereka pagi tadi.

Jeongin berjalan dengan langkah yakin menuju tentara tersebut. Aura gelap menyelubunginya. Tidak ada yang berniat menghalang--bahkan Chan sekalipun. Karena mereka semua punya dendam yang sama.

Hentakan kaki membangunkan orang itu. Reflek, ia meraup senapannya dan menodongkannya kearah mereka. Namun Felix lebih dulu menendang keras tanga tentara itu keatas sampai senapannya terlambung dan disambut oleh Jisung. Felix langsung menahan dada orang itu dengan kakinya sangat kuat sampai orang itu bergetar ketakutan. Masalahnya, ia sendiri sekarang.

Felix mendecih singkat. "Lihat. Tanpa senjata dan sekutu--kau hanyalah seekor serangga bagi kami."

Jisung berjongkok dan menatap wajah tentara itu secara intens. Ia kemudian memutar ujung senapan hingga melekat didada si tentara tersebut.

"Karma itu berlaku se-cepat ini."

Dor!

Tidak menunggu waktu yang lama sampai tembakan itu berhasil membuat si tentara tak berdaya. Namun disisa-sisa kesadarannya, tentara itu masih berusaha berujar--"Tentara yang lain juga tengah memburu. Dunia ini bukan untuk dihuni oleh mayat hidup seperti kalian. Selamat menunggu kematian."

"Dan dunia juga terlalu suci untuk dipijaki sampah sepertimu. Karena itu--" Changbin langsung menaikkan senapannya. "Sampai jumpa di neraka."

Suara tembakan bertubi mengisi udara di sekeliling.

🍂🍂🍂

Pohon-pohon terlalu kering dan tandus. Minho menengadah tangannya untuk menampung sehelai daun kering yang jatuh dari ranting. Udara segar sudah lenyap jauh-jauh hari. Mata Minho yang berkantung terasa semakin memberat dan layu. Sama seperti semesta saat ini.

Sekarat.

"Kau baik?" Tanya Yeeun pada Minho.

"Ayolah, hampir tiap menit sekali kalian menanyakan itu," ujar Minho.

alive [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang