[11]

11K 2.2K 552
                                    

Benar apa yang dikatakan Changbin. Minho merasa badannya semakin hari semakin melemah. Dia terlihat pucat seperti yang lain bukan karena dia separuh zombie, tapi karena antibodinya berkurang.

Mereka memutuskan untuk beristirahat karena sepertinya malam sudah tiba--meskipun mereka tidak tau pasti, lantaran mereka berada didalam. Tapi sepertinya begitu. Lagipula tubuh mereka butuh istirahat dan tempat ini cukup tentram meskipun agak dingin.

Chan duduk dibelakang Minho. Menyesal karena ia baru menyadari bahwa pemuda itu semakin layu hari demi hari.

"Aku lupa memberitahu." Minho berujar memecah keheningan. "Tujuanku disini awalnya bukan untuk hidup. Aku hanya perlu membawa kalian sampai dermaga."

"Kenapa?" Tanya Woojin.

Minho memberi jeda sejenak. Suara alam menyeruak beberapa saat. "Aku hanya ingin berguna setidaknya sekali seumur hidup. Selama ini aku hanya terus membuang waktu untuk hal yang tidak perlu."

Seungmin terus termenung. Tepatnya semenjak ia tau kebenaran mengenai ayahnya--ia hampir tak lagi berujar sepatah katapun. Jiwanya diisi oleh kekosongan. Ia tidak mengerti mengapa ia masih bertahan.

Oleh karena itu, mendadak ia ingin berhenti. Sebuah ide dan keinginan gila mendominasi otak lelahnya sedari tadi.

"Bom nya akan datang kesini juga kan?" Tanya Seungmin sambil memandang Prof West.

"Seungmin--"

"Jawab aku!" Seungmin memotong ucapan Chan dan mendesak Prof West untuk berucap.

Pria paruh baya itu hanya bisa mengangguk lemah.

"Kalau begitu aku akan tetap disini." Ia kembali duduk dan bersandar tanpa memperdulikan keheningan yang terasa tak nyaman.

"Apa yang kau ingin kan?" Tanya Changbin.

"Mati," desis Seungmin tajam. Lalu maniknya beralih memandang Jeongin. "Aku yakin seseorang akan senang dengan keputusanku ini."

Jeongin jelas merasa tersindir. Ia baru akan buka mulut dan menguarkan sejumlah kata--namun Minho lekas menahannya.

"Kalian tau kenapa aku ditugaskan membawa kalian ke dermaga?" Tanya Minho sambil menatap mereka semua bergantian. "Beberapa dari orang tua kalian masih hidup. Changbin, ibumu juga masih hidup."

Manik Changbin seketika menggambarkan keterkejutan. Lututnya seketika melemas. Mereka semua berpikir bahwa mereka telah kehilangan orangtua mereka masing-masing.

"Semua masih hidup kecuali ayah Jeongin sekaligus ayah Seungmin. Tapi aku bertemu dengannya sekali sebelum mati. Dan dia harap dua putranya hidup dengan baik bersama-sama."

Jeongin memangkas jarak dengan berjalan pelan kearah Minho. Matanya mulai menampakkan bulir tepat di pelupuk. "Sungguh? Ayahku sungguh mengatakan itu? Dia menyebutku anaknya?"

Minho mengulas senyum seraya mengangguk kehadapan Jeongin yang seakan ingin menangis. Begitupun dengan Seungmin. Pemuda itu menunduk dalam, menyembunyikan wajah sendunya.

"Bagaimana kau bisa tau semua itu?" Tanya Felix.

"Semua orangtua kalian bekerja dalam naungan yang sama. Aku juga bekerja paruh waktu disana," jawab Minho. "Saat kalian ter-infeksi, orang tua kalian tak punya pilihan selain meninggalkan kalian beserta Prof West. Mereka terus mencari cara agar kalian selamat. Lalu Prof West bertemu denganku yang baik-baik saja setelah digigit."

Beberapa dari mereka masih bingung. Salah satunya adalah Jisung. "Aku masih tidak mengerti."

Minho menghela nafas. "Yah tidak kaget sih kalau itu kau."

alive [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang