Bab 16. Rindu...

14 9 1
                                    

Semenjak pergi ke taman hiburan minggu lalu, Artha jadi sedikit terbuka dengan Devon. Artha tidak takut-takut lagi ketika berhadapan dengan seorang Devon yang dingin dan cuek. Teman-temannya juga tidak membullynya seperti dulu meski masih ada yang bermulut pedas padanya. Artha tahu pasti semua ini karena ulah Devon namun ia sangat bersyukur. Sarah juga sedang dalam perjalanan pindah ke sini, jadi dia akan mendapatkan seorang teman seperti dulu lagi.

"Tha, loe pacarnya kak Devon?" bisik Risma, Artha menggeleng.

"Bukan,"

"Tapi kok kalian deket gitu, padahal kan kak Devon orangnya dingin, cuek, judes lagi!" Risma ngeri membayangkan wajah Devon.

"Dia aslinya orangnya baik kok,"

"Ahh masa?" Risma mengerutkan keningnya, "Tapi kalau disuruh milih, gue bakalan milih kak Sam deh soalnya dia kan sweet gitu nggak kaya kak Devon yang kaya patung."

Artha tersenyum menanggapi ocehan Risma yang tiada henti-hentinya. Hingga akhirnya jam istirahat telah selesai dan pelajaran berlangsung seperti biasanya.

***

"Ahh!" teriak Artha saat Dania menyiramnya dengan kuah soto.

"Gue nggak perlu dikasihani, ngerti!" ujar Dania berapi-api. Kelas sudah sunyi karena bel pulang berbunyi dua puluh menit yang lalu.

"Gue cuma mau bantuin loe,"

"Nggak usah, gue bisa sendiri. Gue nggak lemah kaya loe!".

"Gue boleh nyesel kan mau nolongin loe, loe nggak tahu terima kasih!" Artha mulai kehilangan kesabaran.

Plaaakk

Artha memegangi pipi kirinya yang memerah karena tamparan Dania. "Gue yang seharusnya muak sama loe karena gara-gara loe gue dijauhi sama teman-teman gue tau nggak!"

"Itu bukan salah gue,"

"Salah loe, jelas salah loe, semua salah loe!" Dania meneteskan air matanya sambil memegangi kepala seperti orang frustasi.

"Dania, ya Allah sayang, kamu nggak apa-apa?" Mamanya Dania tiba-tiba muncul entah dari mana.

Dania menunjuk-nunjuk Artha, "Dia jahat Ma, dia mau jahatin Dania,"

Artha melotot, apa-apaan ini, dia malah menuduh Artha yang tidak-tidak. "Nggak tante, justru saya mau nolongin Dania,"

"Bohong Ma, bohong!" tangis Dania semakin pecah.

"Kamu tega ya sama teman sendiri, sudah tahu Dania lagi sakit!" Dia memandang Artha sengit.

"Enggak tante, eng--"

"Sudah cukup!" Mamanya Dania mendorong Artha sampai terjatuh.

"Ayo sayang kita pulang, dan kamu akan saya laporkan ke kepala sekolah!" Mereka berdua meninggalkan Artha sendirian di sini.

Artha berjalan menuju ke sudut ruangan dan meringkuk di sana. "Mama, Artha rindu mama hikks hikks..."

"Artha rindu saat Mama belain Artha..."

***

Samuel berjalan lambat menuju setiap kelas. Dia sebagai ketua OSIS harus menempelkan jadwal UTS yang akan dilaksanakan bulan depan. Semua kelas telah di tempeli, kini tinggalah kelas Artha, X IPA 1. Dia sengaja meletakkan kelas itu di urutan terakhir entah karena alasan apa.

Namun sesampai di depan kelas dia mendengar suara seseorang sedang menangis. Samuel mengedarkan pandangannya ke setiap sudut kelas. Samuel memicingkan matanya.

Terlihat ada seorang gadis yang sedang meringkuk sendirian di ujung ruangan.

Sesekali terdengar sesenggukan darinya. Ia begitu rapuh, ia begitu lemah. Tidak salah lagi, dia pasti Artha. Samuel datang menghampirinya.

"Artha... " panggil Samuel yang memakai topi merah.

Perempuan yang dipanggil Artha mendongak menatap seseorang yang memanggilnya.

"Loe nggak papa?" Artha tetap diam.

"Siapa yang ngelakuin ini sama loe?" kali ini Artha menggeleng cepat.

"Gue akan ngelindungi loe mulai sekarang!" kata lelaki itu tegas.

"Kenapa loe baik sama gue? Semua orang ninggalin gue dan benci sama gue. Kalau loe pada akhirnya kaya gitu, mendingan mulai sekarang loe nggak usah sok baik sama gue, loe jauhin gue. Gue udah muak!"

"Nggak, gue nggak akan pernah ninggalin loe. Gue janji!" Samuel berusaha meyakinkannya.

"Loe akan malu temenan sama gue, jadi loe nggak usah deketin gue lagi!" Kini Artha kondisinya sedang tidak stabil, emosinya bergemuruh. Rasa sakit itu muncul kembali.

"Kenapa harus malu berteman dengan cewek pintar dan baik kaya loe? loe itu cuma kurang terbuka aja sama orang-orang. Gue akan nunjukkin cara agar loe bisa bahagia dan bisa menerima semua yang telah terjadi." Samuel menghapus jejak air mata yang mengalir di wajah Artha.

"Ayo, gue antar pulang," imbuhnya. Tak lupa Samuel menempelkan pengumuman itu terlebih dahulu.

lalu keduanya meninggalkan ruangan ini dengan disinari cahaya langit berwarna jingga.

***







Not AloneWhere stories live. Discover now