21: Siapa Tuh?

11.7K 2.9K 445
                                    

Aku terdiam membisu selama beberapa saat sambil meyakinkan diri sendiri kalau mataku memang tidak salah.

Dan ternyata, aku memang tidak salah lihat. Sosok laki-laki yang sedang berdiri di hadapanku adalah Dong Sicheng, seseorang yang pernah mengisi hari-hariku dulu sekaligus seseorang yang tidak pernah aku ketahui kabarnya selama hampir dua bulan setengah.

"Winwin?"

Tidak ada perubahan mencolok dari laki-laki dengan kemeja hitam bercorak merah dan putih itu. Tapi, model rambutnya malam ini sukses membuatku terpana.

"Ayo pulang."

Pemuda itu kembali mengulurkan tangannya dan tersenyum lebar. Sebuah senyum yang sudah lama tidak aku lihat setelah Winwin memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami dan aku yang menyetujui keputusannya.

Namun, bukannya merespon ajakan Winwin, aku malah menatapnya dari atas sampai bawah sekali lagi. "Kamu di undang?"

Winwin menganggukkan kepalanya pelan, membuatku menatapnya terkejut. Tunggu, apa jangan-jangan Winwin dan Lucas saling mengenal satu sama lain tapi aku tidak pernah tau hal itu?

"Kamu kenal sama Lucas?"

"Engga," jawab Winwin. "Aku diundang sama pihak istrinya. Orangtua istrinya salah satu pemegang saham di perusahaan Papa aku."

Mulutku menganga saat aku mendengar ucapan Winwin. Dulu, aku sering mendengar istilah kalau dunia ini sempit dan aku sangat tidak setuju dengan pernyataan itu. Tapi dengan ucapan Winwin barusan, aku merasa kalau dunia ini memang benar-benar sempit.

"Ayo pulang, Qing."

Winwin mengulurkan tangannya untuk yang ketiga kalinya, sementara aku masih tidak merespon. Entah mengapa, kepalaku tiba-tiba merasa pening karena banyaknya pertanyaan yang tiba-tiba lewat di dalam benak.

Tetapi saat aku hendak menjawab, Winwin telah menarik tanganku lebih dulu.










Dan di sinilah aku sekarang, duduk di kursi depan dalam sebuah mobil berwarna hitam milik Dong Sicheng. Suasana dalam mobil ini masih sama seperti saat terakhir aku menaikinya. Namun yang membedakan adalah, lelaki yang duduk di kursi kemudi bukan lagi milikku.

"Win." Aku menoleh ke arahnya. "Udah lama kita gak ketemu ya. Kamu apa kabar?"

Winwin juga menoleh ke arahku, dan ia tersenyum tipis. "Aku baik-baik aja."

Aku tersenyum senang. "Bagus deh kalo gitu. Terus gimana? Udah ketemu jodoh kamu belom?"

"Udah."

Kalau digambarkan, perkataan Winwin bagai sebuah benda tajam tak kasat mata yang menusuk tubuhku. Rasanya sangat sakit, tapi tidak mengeluarkan darah sedikit pun.

"Siapa tuh?" Aku bertanya dengan nada meledek, padahal itu adalah sebuah kepalsuan. "Cerita dong sama aku, ceweknya kayak gimana? Terus kamu kenal dia dari mana?"

Winwin menoleh ke arahku sebentar, lalu ia kembali fokus menatap jalanan di luar sana.

"Dia anaknya baik, ramah, sopan," ujar Winwin. "Dia juga cerdas dan bijak dalam mengambil keputusan. Dia suka ngasih aku solusi tepat buat semua masalah yang aku hadapi."

Aku mengangguk-anggukkan kepala sambil terus mendengar lanjutan dari ucapan Winwin.

"Tapi aku sebel banget tiap dia ngerasa kalo dia insecure. Padahal menurut aku, dia udah cantik banget." Kali ini, aku dapat melihat raut bahagia yang muncul di wajah lelaki itu. "Aku suka tiap kali ngeliat dia senyum. Menurut orang lain senyumnya biasa, tapi buat aku itu manis banget."

Mataku mendapati Winwin tersenyum lebar saat menceritakan tentang wanita yang berhasil merebut hatinya itu. Sementara aku hanya dapat menghela nafas pasrah.

Sepertinya, aku dan Winwin memang tidak bersama di masa depan. Dengan kata lain, Winwin yang datang mengunjungiku di Vancouver mungkin hanya sebuah khayalan semata.

"Aku kenal dia di mana ya..." Winwin menggaruk-garuk kepalanya dan kemudian, aku mendengar laki-laki itu mengutuki dirinya sendiri. "Duh, kenapa aku bisa lupa momen penting kayak gini ya.."

"Gapapa, Win. Mungkin sekarang kamu lagi banyak pikiran jadi lupa. Tapi nanti pasti inget lagi kok." Aku memaksakan diri untuk tersenyum. "Oh iya, kalo kamu gak keberatan, aku boleh liat foto cewek itu?"

Winwin mengangguk-angguk. "Boleh. Nanti lampu merah aku kasih liat."

"Oke."

Aku mengalihkan pandanganku pada jalanan yang ramai di luar sana. Hingga beberapa saat kemudian, akhirnya mobil Winwin berhenti karena lampu merah.

"Nah, udah lampu merah," ucap Winwin sambil merogoh saku celananya. Pemuda itu tampak sibuk dengan ponselnya selama beberapa saat, dan ia akhirnya menyodorkan ponselnya padaku. "Nih."

Jantungku seketika berdetak dengan sangat cepat. Keringat juga mulai mengalir membasahi wajahku. Dalam beberapa detik ke depan, aku akan melihat sosok wanita yang telah berhasil merebut hati Winwin.

Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Tangan kananku terangkat untuk mengambil ponselnya. Tapi, aku malah dibuat bingung setelahnya.

"Coba kamu liat," kata Winwin tanpa menoleh ke arahku. "Ada siapa di sana?"

"Maksudnya?" Aku menatap Winwin tidak mengerti. "Aku minta foto cewek kamu loh, Win. Kok kamu malah buka kamera?"

"Liat dulu."

Aku benar-benar tidak mengerti. Aku ingin melihat foto wanita perebut hati Winwin, bukan untuk melihat wajahku sendiri di kamera.

"Liat apanya sih, Win? Aku mau liat foto cewek kamu, bukan mau ngaca."

Winwin memandangku sambil menghela nafas panjang. "Kamu gak ngerti juga ya, Qing?"

"Hah?"

Ya Tuhan, aku sangat tidak mengerti dengan keadaan saat ini. Aku benar-benar seperti orang bodoh yang sedang masuk ke dalam perangkap.

"Yang aku maksud itu kamu, Qing."

duh, pasti chapter ini ga seru banget 😫

Dong Sicheng ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang