R E U N I

344 11 0
                                    

Aku masih diam bergeming mengatur degupan didada yang semakin tak beraturan. Tangan ini bekeringat dingin. Beberapa teman terlihat sudah berdatangan dan memasuki tempat acara. Dan aku masih duduk di dalam mobil, dengan kaca tertutup rapat, AC dan mesin mobil yang masih menyala, siap untuk kabur kapan saja.

***

"Pokoknya kamu harus datang. HARUS." Shinta memberikan penekanan kuat pada kata harus.

Aku menghela nafas, "Aduh, enggak usah deh. Kamu datang sama yang lain aja."

"Eh ini bukan karena aku ingin datang ditemani. Aku mau datang sama suamiku."

"Tuhkan, trus aku cengoh sendirian gitu sementara kalian semua datang berpasang-pasangan."

"Duh jomblo baperan, dengerin ya. Tidak semua datang bersama pasangannya. Teman kita juga masih ada yang single kok."

"Single beneran? Apa single jadi-jadian."

"Nah salah satunya yang single adalah si Yudex itu." Shinta memperlihatkan giginya sambil menautkan kedua alisnya. Dadaku langsung bergemuruh.

"Kan kamu sudah sering mencari nama dia di media sosial? Pingin tahu kabar dia, kepoin dia sekarang gimana, iya kan." Shinta terus saja menggoda tanpa mau tahu detak jantungku yang semakin cepat. Wajahku memerah.

"Makanya datang ya, dia pasti datang di acara reuni 15 tahun SMA kita." Dia menyeruput cappucino dingin di mejanya.

"Whats, 15 tahun?? Sumpeh lo kita udah lulus dari sekolah 15 tahun lalu?." Aku sedikit menjerit, bertanya sesuatu yang sebenarnya tak perlu dijawab.

"Yups, dan kamu, Meldi Rosa masih sendiri alias jomblo." Shinta memainkan kedua alisnya naik turun.

Aku cemberut, memajukan bibir beberapa centi kedepan. Kusandarkan punggung pada kursi kayu.

"Katanya, Yudi alias Yudex kerja di Shell sekarang. Tentu penampilan dia sudah jauh berbeda dari jaman sekolah dulu. Aku membayangkan Yudi sudah jadi eksmud. Tajir,tampan dan smart."

Perkataan Shinta membuatku ikut membayangkan. Memunculkan Yudi dalam bentuk yang berbeda dari 15 tahun silam.

Shinta tiba-tiba tertawa. "Kenapa yang muncul dibayanganku Yudi yang SMA ya, yang ke sekolah jarang mandi, baju kucel, muka kusut, tas sekolah dengan resleting jebol. Wajar sih klo kamu dulu nolak dia."

Suara tawanya membuat lamunanku pun buyar. Meski sebenarnya sama, Yudi yang muncul dalam ingatanku tetap orang yang sama. Orang yang berkali-kali kutolak, yang melihat wajahnya saja aku enggan karena dia sama sekali tak memperhatikan penampilan.

Sebenarnya wajahnya tidak jelek, namun kebiasaan tidak mandi dan kesemrawutan penampilannya semakin membuat dirinya masuk kategori siswa lelaki yang tak layak dipacari masa itu. Namun karena otaknya encer, maka penampilannya termaafkan.

"Apa aku terlihat desperate banget ya sampai Yudi pun akhirnya harus kulirik."

Shinta tertawa, "Nampaknya begitu. Sepertinya hanya kamu dan Yudi yang belum menikah. Kita ini tinggal dikota kecil, perempuan usia hampir 33 tahun dan belum menikah tentu bukan sesuatu yang lumrah."

Aku menunduk, "Apa aku emang jelek ya sampai sekarang belum bertemu jodoh?"

"Jodoh bukan tentang urusan fisik. Semua sudah ditentukan. Ketentuan yang ada, lelaki yang baik akan disandingkan dengan wanita baik. Begitu. Bukan yang tampan dengan yang cantik." Shinta mulai berceramah.

"Sudahlah, datang ke reuni nanti ya. Berikan penampilan terbaikmu. Dan berdoalah Yudi masih menganggapmu cinta sejatinya, seperti dulu." Shinta mengedipkan sebelah matanya.

Single AvailableWhere stories live. Discover now