“Kamu mau apa? Suster!” teriak Dokter panik, wanita itu tersungkur.

“Halimah!” Dasinun menggedor-gedor pintu dari luar. Beberapa suster di luar pun menjadi panik, berlarian memanggil keamanan.

“Saya mohon Dokter, berikan saya waktu untuk bertanya.”

“Tidak ada masalah serius dengan penyakitmu! Pasien lain banyak yang menunggu!”

“Kali ini saja Dok, saya tidak punya uang banyak, saya mohon.” Kondisi Halimah sangat mengenaskan wanita itu duduk di bawah seraya menangis kemudian sesenggukan menunjukkan beberapa uang kecil dari dompet ibunya, berharap dokter ini mau menerima belas asihnya. Tak butuh waktu lama, melihat kondisi Halimah yang cukup mengenaskan bahkan rela duduk bersimpuh, “katakan,” ucapnya. Wanita berseragam putih itu terenyuh, kemudian mendekati Halimah dan memegang pundaknya.

“A-ap-pakah HIV bisa disembuhkan?”

“Sampai saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkannya, Mbak. Namun, ada obat yang bisa mengurangi perkembangan virus dalam tubuh penderita HIV.”

Hati Halimah hancur mendengarnya. “Apakah penderita HIV bisa hidup normal?”

“Bisa. Selama ia mengkonsumsi obat ARV dengan baik juga tepat waktu, ia harus memiliki seseorang untuk terus menjaga waktu pemberian obat. Sebisa mungkin tidak boleh telat. Makanannya harus dijaga, tubuhnya juga harus dijaga dari luka. Sayatan pisau, atau apa pun itu harus segera diobati, karena seorang ODHA sistem kekebalan tubuhnya sudah rusak. ODHA juga bisa berkeluarga, dan memiliki keturunan. Meskipun belum ada obat yang bisa menyembuhkan, tapi penderita ODHA memiliki satu kesempatan sembuh.”

Halimah terperangah jawaban dokter membuka pemikirannya, Rhandra masih bisa bekeluarga lelaki itu masih punya harapan untuk memiliki keturunan. “Apa itu dok?”

“Allah yang memberikan penyakit, dan Allah juga yang Maha Menyembuhkan. Siapa pun yang menderita HIV di keluarga Mbak saya turut simpati. Sebaiknya penderita HIV melaporkan diri ke dinas setempat, mengingat warga desa kita yang masih awam dikhawatirkan akan ada tindakan di luar kemanusiaan.”

“T-terima kasih, Dokter.”

“Bawa saja uangnya.” Dokter itu memapah Halimah, dan membuka pintu yang ia kunci.

Mendengar jawaban dokter membuat Halimah yakin, ia akan tetap bertahan dengan Rhandra. Cintanya tulus. Dokter benar, bahwa obat dari segala macam penyakit hanya Allah. Halimah bangkit, ia yakin Allah akan menyembuhkan penyakit suaminya.

***

“Ya Allah, izinkan hambamu mengeluh, hamba sudah tak sanggup menopang air mata, juga menahan perihnya dada ini. Allah, mengapa cinta ini begitu berat, kenapa kautanamkan cinta ini jika akhirnya harus berakhir? Aku tak sanggup berpisah dengannya, ya Allah. Jika kematian bisa membawaku bersamanya di surgamu, aku ikhlas. Ya Allah, sembuhkanlah penyakit Rhandra Abyakta, tunjukan keadilan-Mu di matanya. lelaki itu tak bersalah. Ya Allah, aku merindukannya, rindu suamiku! Allahuma ya Allah sembuhkan suamiku, sembuhkan Rhandra. Allahuma ya Allah sembuhkan penyakitnya. Hilangkan virus itu dalam tubuhnya. Sem …,” lirihnya di sepertiga malam ketika baru saja ia tersadar dari lelap panjangnya. Wanita itu bersujud dan tak lama isak tangis itu pun kembali terdengar.

Dari luar, ia lihat begitu khusyuk Halimah bermunajat hingga perlahan perih pun ia rasakan. Dasinun masuk ke kamarnya, menyejajarkan posisi duduk kemudian merengkuh erat tubuh putrinya. Ia usap wajah putrinya yang basah. “Sayang, anak Bue, masih ingatkah kamu Nak, saat kamu dulu menangis? Bue akan mencubit pahamu, karena tangisanmu yang sulit dihentikan. Apa perlu Bue melakukan itu? Hati Bue sakit melihatmu seperti ini. Katakan pada Bue, apa yang terjadi denganmu?”

MENIKAH DENGAN SETANWhere stories live. Discover now