Part 14

9.3K 240 3
                                    

#MENIKAH_DENGAN_SETAN
#PART_14
Oleh Isrina Sumia

Sejalan dengan pikiran Rhandra, Haikal kembali ke Gedong Tua didampingi warga desa. Keadaan rumah masih sama dengan dua hari yang lalu, pintu-pintu rusak, tak satupun benda yang bergeser. Haikal berlari menuju kamar yang ia curigai ditempati Halimah. “Dia pergi,” ucapnya setelah melihat mushaf Halimah tidak lagi berada di tempatnya.

“Kami tidak melihat orang di sini Haikal, semua ruangan berdebu seperti rumah kosong.”

“Mereka pasti pergi! Aku yakin Halimah ada di sini. Kita harus menolongnya, ia jatuh ke tangan yang salah. Entah siapa dia, aku yakin dia ada hubungannya dengan keluarga Abyakta.”

Satu minggu yang lalu, Haikal mengikuti Dwi menuju desa terpencil di kaki Gunung Lawu. Dwi menghentikan sepedanya di rumah mungil yang berdiri di hamparan sawah yang luas, dengan pemandangan gunung lawu yang terlihat megah. Rumah yang bahkan lebih layak dari rumah mereka yang telah terbakar. Bekerja dengan siapa Halimah? Mengapa sangat cepat keluarganya bisa hidup layak.

Haikal tak menyerah, ia terus menunggu hingga anak muda itu keluar dari rumahnya lalu mengikutinya hingga sampai di Gedong Tua, rumah yang memiliki banyak misteri juga sudah lama tak terjamah. Haikal melihat Dwi masuk ke dalam dan seseorang membukakan pintu untuknya. Ia semakin yakin, Halimah mengorbankan dirinya di rumah itu, entah sebagai pekerja, tumbal, atau apa pun demi menolong keluarganya.

Malam itu lelaki yang memiliki dua lesung pipit di wajahnya itu menunggu adik Halimah persis tak jauh dari Gedong Tua. Tak lama anak muda itu keluar bersama sepedanya. Gesit, ia berlari kemudian menghadang Dwi.

“Katakan Dwi, apa Mbakmu di dalam?” Haikal menahan bahu Dwi di sandaran mobilnya. “Dwi!” teriaknya.

Adik Halimah menangis sejadi-jadinya, lalu ia mengangguk.

“Bagaimana bisa Wi?”

Dwi berusaha melawan. Ia memukul perut Haikal, dan berlari mengambil sepedanya.

Pikiran-pikiran buruk tentang Halimah pun bergemuruh di hati, juga pikirannya. Bibirnya biru, badannya dingin, tulang-tulangnya seperti dilolosi. Membayangkan Halimah menderita di dalam sana. “Aku akan menemukanmu Halimah!”

Sejak malam itu Haikal memutuskan mencari tahu misteri Gedong Tua, juga keberadaan Halimah. Ia hanya tahu tiga puluh tahun lalu, terjadi peristiwa yang membuat warga desa trauma. Putra Anggoro menanyai semua warga desa yang mengetahui misteri Gedong Tua, banyak dari mereka takut untuk menceritakannya. Dirjo memberi informasi bahwa rumah itu milik keluarga Abyakta, dan ayah Haikal adalah teman dekat Abyakta.

***
Malam itu, Haikal tiba di rumahnya di Jakarta pukul 8 malam. Kedatangannya sangat diharapkan kedua orang tuanya. Rumahnya sedang kedatangan tamu agung, katanya. Seorang wanita cantik, duduk di ruang depan bersama lelaki di sebelahnya.

“Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam,” sahut mereka bersamaan.

“Alhamdulillah berjodoh. Insyaallah,” ucap ibu Haikal.

Mereka bernama Maharani, dan Harsa. Percakapan membaur ke arah kedekatan Haikal dan seorang wanita yang hari itu baru ia kenal, bernama Maharani. Wanita itu juga asal Magetan. Ia terlihat cantik; tubuhnya tinggi, rambutnya lurus sebahu berawarna cokelat, matanya bulat.

Pikiran Haikal tak fokus, apa yang mereka bicarakan tak masuk dalam angan, otaknya sudah penuh dengan misteri hilangnya Halimah. Ibunya berusaha mengenalkannya dengan Maharani, anak sahabat ayahnya. Ia hanya bisa melemparkan senyum dan berharap pertemuan mereka lekas usai.

Tak lama mereka pulang. Pemuda itu bergegas menemui Ayahnya.

“Haikal, kamu nggak apa-apa, kan?”

MENIKAH DENGAN SETANWhere stories live. Discover now