Part 21

10.9K 262 13
                                    

#MENIKAH_DENGAN_SETAN
#PART_21

Kata ‘membebaskan’ yang diucapkan Rhandra begitu menusuk dan mengiris hati. Wanita itu duduk termangu dan membiarkan air mata mengalir tak henti membasahi wajah, angannya terus memikirkan penyakit yang diderita suaminya. Tak peduli seberat apa pun penyakitnya, Halimah ingin selalu bersama lelaki itu. raganya hidup, tapi jasadnya terbang seperti meninggalkan tubuh yang semakin rapuh.

“Nak, minum dulu,” kata Dasinun yang baru saja masuk kamar. “Halimah, sadar Nak. Apa yang terjadi denganmu?”

Kemarin saat dirinya menghilang, Dwi, Sur, Haikal, juga warga desa turut membantu Dasinun mencarinya. Mereka mengunjungi Gedong Tua, dan menemukan sepeda Halimah di halaman Gedong Tua. Penemuan sepedanya justru kini menjadi berita hangat di kampung, bahwa pernikahannya dengan penghuni Gedong Tua semakin mencuat, Halimah hilang dan tak satupun yang bisa menemukan.

“Istigfar Nak.”

Halimah bergeming, hidupnya terasa hampa. Yang ia inginkan hanya Rhandra. Menjelang siang, putrinya tak juga sadar. Terus diam mematung, sepasang netra kosong dan hanya berisi kehampaan, tanpa makan juga minum.

***

Sur berlari setelah melihat Haikal memarkirkan mobilnya. “Mbak sudah pulang, Mas.”

Senyum Haikal merekah. Ia berlari ke dalam. Atas izin Dasinun, laki-laki itu bisa masuk kamar Halimah kemudian melihat wanita yang selalu mengisi ruang di hatinya itu duduk di ujung tempat tidur dalam keadaan lutut menempel di dada, sorot matanya kosong. Haikal duduk di samping tempat tidur.

“Halimah, apa yang terjadi denganmu di Gedong Tua? Apa kamu bertemu dengan Rhandra?”

Ujung bibir Halimah tertarik. Ia kembali ingat alasan Rhandra meninggalkannya. Karena lelaki inilah, Rhandra memutuskan untuk mundur, karena lelaki ini juga akhirnya ia harus berpisah dengan suaminya.

“Kenapa kamu peduli denganku, Mas? Aku tidak butuh perhatianmu, menjauhlah dariku!” rutuknya sinis.

“Nak, kamu tidak boleh bicara seperti itu. Semalaman Nak Haikal mencarimu.” Dasinun datang seraya meletakkan teh hangat untuk Haikal.

Halimah bergeming kemudian merasakan wajahnya memerah, badannya berkeringat dan menggigil.

“Kamu baik-baik saja, Halimah?”Sorot mata Haikal terlihat berkaca-kaca.

Dasinun memegang dahi juga tubuh putri. Panas, Halimah demam. “Kamu sakit, Nak. Sebentar, Bue cari obat dulu.”

“Halimah, kita ke rumah sakit?” bujuk Haikal

Wanita itu masih diam. Sementara Dasinun panik, ia mengambil jaket juga dompet yang disimpan di lemari. “Ayo Nak, kita ke rumah sakit saja.”

“Tidak usah, Bue.”

“Jangan menolak! Bue sudah sabar dengan kelakukanmu!”

Tubuh Halimah lemas, kedua kakinya tak sanggup menahan tubuhnya. Pemuda itu mengantar Dasinun juga Halimah menuju rumah sakit. Sore itu mereka memeriksa kondisi Halimah yang sudah kepayahan.

“Tidak ada masalah serius kan, Dok?” tanya Dasinun khawatir.

“Insyaallah tidak ada, Bu. Anak Ibu hanya kurang istirahat, dan kurang makan. Ada sedikit lebam di kepala, itu yang menyebabkannya demam. Jika panasnya tidak turun dalam tiga hari, datang lagi ya.”

“Terima kasih, Dok.”

Dasinun memapah Halimah sementara matanya yang kini sendu terus menerus menatap Dokter yang sedang sibuk menuliskan resep untuknya, perlahan ia turun dari ranjang rawat, menatap lamat-lamat pada dompet Ibunya saat berjalan menuju pintu kemudian dengan cepat ia merampas dompet dari tangan Ibunya, masuk kembali, dan mengunci pintu ruangan.

MENIKAH DENGAN SETANWhere stories live. Discover now