PROLOG

25K 504 23
                                    


PROLOG

Suara langkah kaki terdengar dari kamar Halimah yang begitu gelap, tak ada cahaya lampu disana, hanya sinar rembulan yang menerangi kamarnya dan dua buah lilin yang diletakkan Mbok sum saat senja menjelang malam tadi.

Suara langkah itu makin jelas suaranya, tanpa ada yang mengetuk gagang pintu itu pun berputar, Halimah benar-benar merasakan ketakutan yang amat mendalam, "Astagfirullah ... Astagfirullah,Allahuma ya Allah lindungi Aku," Ia terus menerus berdzikir, wajahnya semakin panik ketakutan, bibirnya biru, tubuhnya pun menjadi dingin, ia mengamati pintu itu tanpa berkedip, dan terbuka.

Laki-laki itu berdiri didepan pintunya, ia sungguh menakutkan, sinar diwajahnya sama sekali tidak Nampak, rambutnya yang panjang juga janggut dipipi yang memenuhi isi wajahnya.

"Mau apa kamu?" jawab Halimah gusar.

"Jangan mendekat!" lanjutnya lagi sambil berteriak seraya mengambil benda keras disebelahnya untuk ia gunakan sebagai senjata.

"Aku ini suamimu, hak Aku untuk masuk kekamarmu!" jawabnya tegas, laki-laki itu kemudian membanting pintunya.

"Aku mohon jangan ... Aku mohon!" mohon Halimah, jiwanya sudah kaku ia terjebak, ia sudah tak mampu melawan.

"Bukankah ajaranmu itu yang selalu menyuruh istrinya untuk taat pada suami?" jawabnya seraya menangkap tangan wanita yang sudah tak berdaya itu.

"Lepaskan benda itu!" pintanya sambil melotot.

"Aku mohon ... jangan lakukan ini ... Aku mohon!"

jawab Halimah memohon tangisannya pecah, laki-laki itu menciumi wajahnya dengan penuh nafsu dan kegilaan layaknya setan yang haus akan darah.

"Tolong ... Tolong Aku!" Ia menangis sesengukan.

"Non ... Non ... bangun Non!" Suara itu terdengar ditelinganya dengan jelas.

"Hah!" Halimah terbangun, seluruh tubuhnya basah karena keringat.

"Astagfirullah ... Astagfirullah ... Astagfirullah!" setelah itu ia meludah kekiri.

"Alhamdulillah ya Allah ini hanya mimpi, terimakasih ya Mbok sum sudah membangunkan saya."

"Ya Non, Non ... Aden sudah manggil Non dari tadi."

"Oh iya Mbok, saya segera keluar."

Halimah keluar, ia menuju kearah meja makan. Saat itu sudah pukul delapan malam.

Rumah itu  seperti  istana baginya, sungguh besar untuk menuju ke setiap ruangan ia perlu berjalan antara 10 hingga 30 meter. Ia pun berhenti diruang makan, laki-laki itu yang bahkan baru ia kenal sehari ini sudah duduk diatas meja, ia duduk paling depan menghadap kearahnya.

"Baru sebentar aja udah males-malesan," jawab laki-laki yang sudah sah menjadi suaminya itu.

"Maaf saya sangat lelah, tadi saya ketiduran," jawab Halimah mendekatinya.

"Duduk!" perintahnya, Halimah pun menarik kursi yang ada dihadapannya, dan duduk.

"Siapa yang suruh kamu duduk dikursi?" Halimah sangat kaget mendengarnya, buru-buru ia berdiri.

"Duduk disini!" perintahnya seraya menunjuk kearah lantai persis disebelahnya.

Halimah duduk dan mengikuti perintahnya, ia pikir tak mengapa asalkan ia tak disentuhnya.

"Mbok sum!"

"Ya den."

"Pekerjaan apa yang belum beres?"

"E ... ehh ... apa ya Den, sudah beres semua den, Cuma ...."

"Cuma apa?"

"Ruang kerja Den aja yang berantakan."

"Hei denger, kamu bersihkan ruangan itu sampai rapih, terus jangan mentang-mentang kamu merasa sudah menikah dengan saya, kamu sudah menjadi nyonya dirumah ini, kamu harus masak, bersihkan rumah dan lain lain, ngerti ngga kamu?"

Halimah merinding ketakutan "Ya, insyaAllah akan saya kerjakan semua."

"Jangan bawa nama Tuhan disini!" teriaknya seraya menghentakkan sendok makannya.

Halimah mundur dari tempat ia duduk, tangannya mengepal ia sangat ketakutan, Laki-laki itu pun berdiri lalu meninggalkannya. Tak lama Mbok sum membantunya bangun dari tempat ia duduk, ia masih gugup ketakutan, bibirnya bergetar, tubuhnya dingin seperti es.

"Non ... Non makan dulu ya."

"Ngga Mbok,saya ingin pulang Mbok," jawabnya menangis.

"Jangan Non, nanti si Aden semakin marah," Mbok sum mengambilkan air putih dan memberikan padanya.

Halimah meneguk air itu hingga habis tangannya masih gemetar saat memegang gelas, ia sangat kehausan. Ia pun mencoba untuk tenang, ia hapus air matanya dan mencoba untuk kuat.

"Non yang sabar ya.."

"Ya Mbok."

"Non, Mbok Cuma mau kasih tau beberapa hal disini yang perlu Non tau, pertama saat malam Non ngga perlu nyalain lampu, lampu hanya boleh menyala dikamar si Aden saja saat malam, kedua si Aden ngga suka kalo ia denger nama Tuhan dirumah ini, jadi Non harus membiasakan diri ya."

"Nama Tuhan maksudnya Mbok?"

"Yah kan kayak Non barusan bilang InsyaAllah, Aden ngga suka itu."

"MasyaAllah ... kalo nama Allah tidak boleh diperdengarkan lantas bagaimana saya bisa beribadah Mbok? Ngga bisa Mbok itu sangat bertentangan bagi saya.

"Sudahlan Non, ikutin saja Non kalo mau sholat pintu kamar tutup yang rapat."

Halimah diam, ia tidak mengiyakan permintaan terakhir Mbok sum barusan. Baginya menyebut nama Allah adalah sebuah keharusan, lidahnya sudah terbiasa mengucap nama Tuhannya. Hanya Setan saja yang tak sanggup mendengar nama tuhannya.

Malam itu Halimah semakin yakin, ia menikah dengan setan seperti yang sudah banyak dibicarakan warga desa. Bahwa laki-laki yang tinggal dirumah angker ini adalah jelmaan jin.

"Ya Allah cobaan apa ini, cobaan apa yang kau berikan padAku, lindungi Aku ya Allah ... Lindungi," jeritnya dalam hati.

MENIKAH DENGAN SETANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang