24

7 1 0
                                    

Saat memasuki kelas, terdengar bisik-bisik siswi-siswi tentang gadis yang caper, Sari tahu apa itu caper. Gadis itu mendekati cowok-cowok populer di sekolah, berharap terciprati materi, dan tentu saja, kepopuleran.

Kasihan sekali, pikirnya. Mungkin gadis itu butuh kasih sayang.

"Iya" terdengar suara salah satu siswi. "Dia memang berasal dari keluarga miskin. Numpang di rumah saudaranya di sini"

"Oya?" Tanya salah satu siswi.

"Seperti apa wajahnya? Memangnya dia cantik?"

"Tidak sebegitu cantik, hanya saja wajahnya memang menarik"

"Tapi untuk apa wajah menarik dipakai untuk mencari harta dari lelaki? Tidak punya harga diri"

"Iya. Gadis seperti itu tak punya harga diri"

"Aku bisa bayangkan bagaimana orang tuanya berpikir tentang dirinya di dusun sana. Menyedihkan"

Sari tampak merenung. Mengira-ngira gadis itu siapa? Kasihan sekali. Kalau saja dia tahu, dia akan mengajak gadis itu bekerja di tempatnya bekerja. Kalau saja gadis itu mau.

Sari memasukkan bukunya ke kolong meja, sebuah amplop jatuh terseret tangannya. Sari memungutnya. Tiba-tiba tak terdengar lagi suara orang-orang di kelas. Sari menoleh, mereka semua sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Sari membuka amplop itu. Berisi selembar kertas bertuliskan :

Apapun yang kau dengar, cukup dengarkan aku. A.P

Apa maksudnya? Ini seperti tulisan Agung. Apakah AP itu dari Agung Pambudhi? Kenapa dia menulis ini? Pikir Sari. Dia memasukkan amplop dan isinya ke dalam totte lusuhnya.

***

"Ada Sari?" Rio berdiri di ambang pintu, memandang berkeliling.

"Tidak ada, Kak" jawab mereka.

"Biasanya di perpustakaan" jawab salah satu siswa dengan wajah tanpa dosa. Seluruh gadis di kelas menyerangnya dengan sorot tajam. Dia bengong tak mengerti.

"Terimakasih" kata Rio kemudian pergi ke perpustakaan.

"Dasar cowok! Gak peka!" Kata mereka sambil melempari si siswa dengan potongan kertas yang diremas-remas.

"Hei! Apa salahku?!" Teriaknya.

***

Sari sedang membuat peta materi di sebuah kertas. Merancang bab apa saja yang akan dia pelajari jelang UAS nanti. Dia bukan pelajar dengan otak cemerlang, kerja keraslah yang membuatnya bisa sampai saat ini. Hal itu akan terus dia pertahankan, demi cita-cita di masa depan.

Bicara soal cita-cita, sebenarnya dia belum punya cita-cita khusus dia ingin jadi apa di masa depan. Yang terpikir di kepalanya, hanya bekerja, dapat uang banyak, berikan pada keluarganya. Itu saja. Tidak terpikir ingin jadi sosok seperti apa.

"Aku ingin jadi sutradara" kata Jodi di taman suatu hari saat mereka sedang berkumpul.

"Pantes, bener. Cocok sekali kalau kau jadi sutradara. Tampangmu mendukung!" Kata Agung.

"Apa hubungannya dengan tampang?" Tanya Jodi.

"Biasanya sutradara itu kucel. Seperti kau ini" tambah Wawan. Yang keburu diserang Jodi dengan pitingan di kepala. Mereka tertawa.

"Kau ingin jadi apa?" Tanya Agung pada Andro.

"Aku ingin jadi pengacara" kata Andro dengan senyum kalem. Di antara keempat cowok itu, Andro memang paling kalem.

"Cocok. Wajahmu ganteng, rapi. Kau cocok jadi pengacara" kata Ida.

"Ciee...Ida bilang kamu ganteng tuh" kata Agung. Ida dan Andro tertawa. Sari tersenyum.

Hei Gadis BerkepangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang