4. Cedric

19.7K 2.9K 765
                                    

Saat aku ditolak, kupikir aku akan mencari yang lain.

Memang itu yang aku lakukan, tapi tak kusangka begitu sulit. Selama liburan, tak ada surat darimu atau dariku yang mengirim surat. Hingga masuk tahun ajaran baru. Seperti dementor saja aku terus mencari keberadaan gadis itu yang mengatakan kalau dia tidak ingin terburu-buru.

Kupikir, aku bisa menunggu?

Aku sudah berniat ingin membuat gadis itu cemburu dengan mencoba mendekati Cho Chang. Padahal baru akhir tahun kemarin aku menyatakan perasaan, dan di tahun ajaran baru sudah mendapatkan yang lain. Laki-laki memang selalu banyak cara. Cho sangat baik dan terlihat menyukaiku. Tapi sepertinya temanmu itu, Harry Potter, ikut menyukai Cho ya?

Maka saat setelah aku memasukkan namaku dalam piala api, dan melihatmu akan meninggalkan aula, aku mencekal tanganmu.

"[Name]? Bisa bicara sebentar?"

[Name] menyuruh temannya pergi terlebih dahulu. Dia mengikutiku yang memberi instruksi agar ikut denganku. Ah, gadis ini kenapa dia tidak gugup? Padahal aku merasa bimbang saat memegang tangannya. Melirik dia yang ada di belakangku, aku tersenyum manis. [Name] terlihat sedikit salah tingkah dna buru-buru mengalihkan pandangannya.

Aku merasa menang.

Aku membawa [Name] ke koridor yang terbuka—menampilkan langit dan butiran bintangnya, angin berhembus. Udara belum terlalu dingin. Aku melepaskan cekalan tanganku, menuntunnya agar ikut menyandarkan tangannya sambil menatap langit.  Dia menoleh ke arahku, mengernyitkan dahi.

"Cedric. Ada apa?"

Aku kembali tersenyum, "Ada yang harus dibicarakan—beberapa hal. Kau masih ingat akhir tahun ketigamu kan?"

Dia mengalihkan pandangan ke tempat lain, dan mengangguk cepat-cepat. Salah tingkah lagi.

Di bawah keremangan bulan, [Name] sangat cantik. Ingin sekali mengatakan pada dunia bahwa ia adalah milikku. Cedric Diggory.

"Kuharap kau melupakannya. Sepertinya itu membuat kita terlihat agak canggung, hm?" tanyaku memastikan. Memang akhir-akhir ini saat berjumpa dengannya, dia sellau mengalihkan pandangan dan tiba-tiba membuat kesibukan seolah-olah tdak melihatku. Tapi mataku memang tidak berbohong. Aku tahu pandangan yang menatap ke arahku.

"Ahaha. Cedric, kau gimana sih? Aku kan tidak begitu. Mau dilupakan atau tidak dilupakan, aku masih seperti ini. Aku tidak mengaggap itu masalah kok, selama tidak ada yang tahu," katanya sambil tertawa.

"Lalu kenapa akhir-akhir ini kau mengalihkan pandangan dariku? Kalau bukan itu masalahmu, lalu apa?"

Mendengar pertanyaanku, [Name] terlihat kikuk dan mencoba merapikan rambutnya yang ditiup angin. "Ah soal itu..." terjeda sejenak, lalu kembali mengalihkan pandangan. "Bukannya Cedric saat itu sedang bersama Cho? Aku tahu kok kalian dekat, banyak yang bilang. Tidak usah dipikirkan, aku sama sekali tidak terganggu. Hanya saja, saat melihat Cho denganmu, tiba-tiba saja aku ingin mengalihkan pandangan, kok bisa begitu ya..." [Name] menggaruk kepalanya.

Aku nyaris lupa. Sejak tahun ajaran baru, aku selalu pergi kemana-mana dengan Cho Chang. Mencoba melampiaskan rasaku padanya, agar cepat melupakan [Name]. Bukankah wajar kalau lelaki seperti itu? Memang niatku ingin memuat [Name] cemburu.

"Jadi, kau cemburu begitu?" aku tersenyum jahil.

"Eh kenapa aku harus cemburu? Bukannya Cedric memang dekat dengan Cho?'

Ah, sialan. [Name] tidak cemburu membuatku berpikir bahwa dia benar-benar tidak menyukaiku balik.Membuatku merasa sedih saat harus benar-benar menyadari kalau rasaku bertepuk sebelah tangan. Memang rasanya sesak.

"Iya juga Kau bukan siapa-siapaku ya, [Name]," sahutku tertawa samar. Sakit.

"Aku ini teman Cedric loh? Kau tidak menganggapku sebagai teman? Tega sekali,"

Kali ini aku benar-benar tertawa lepas. Polosnya. Aku jadi penasaran siapa pria yang membuatnya jatuh cinta pertama kali. Aku mengusap wajahku, dan menoleh ke arahnya. Dia menatpku bingung.

"Apa yang lucu? Aku mengatakan hal yang salah ya?"

Rambutnya terus berkibar seiring laju angin yang mulai kencang. Sepertinya sudah lebih dari jam sepuluh malam. Udara semakin dingin dan rambutnya yang hitam sepunggung semakin berantakan.

Aku melangkah mendekatinya, dia tampak gugup dengan tindakanku. Lalu aku berdiri di belakangnya seolah akan memeluknya dari belakang. Tapi aku tidak melakukannya. Alih-alih memeluk, aku merapikan helaian rambutnya yang terus terbang kesana-kemari. Setelah tahu aku menyisir rambutnya dengan jariku, dia menghadap ke langit lagi. Membiarkan rambutnya dirapikan olehku. Kurasakan wajahnya menghangat saat aku menyelipkan rambut ke belakang telinganya. Aku bisa membayangkan wajahnya yang memerah. Aku tertawa kecil.

Aku menumpu kedua tanganku di kepalanya dan menyandarkan daguku di atasnya. Dia kembali kaget.

"[Name]. Boleh kalau aku masih bicara padamu?"

"Kenapa tidak? Kau seperti orang lain saja. Eh, jaga perasaan Cho!"

"Iya-iya aku tahu." Aku menurunkan tanganku dari kepalanya dan megacak-acak rambutnya.

"Cedric, lebih baik tadi tidak usah dirapikan kalau akhirnya seperti ini," dia berkata sambil merapikan rambutnya.

Aku kemabli tertawa, "Hei [Name]. benar-benar ya kali ini aku akan melepasmu. Kutunggu sampai kau menyadari benar perasaanmu kepadaku,"

"Cedric. Aku masih tidak ingin berpikir soal itu," gerutunya.

"Baiklah, nanti. Kan sekarang aku sudah dengan Cho?"

"Ah, iya," raut wajahnya agak berubah. "Kau tidak kembali ke asrama?"

"Ya, aku akan kembali," aku menatap ke wajahnya yang juga menatap ke arahku, "[Name], sebelum aku makin serius dengan Cho, boleh aku memelukmu?"

Dia membelalakkan mata. Bingung akan menjawab apa. Tapi kemudian wajahnya berubah ceria cepat.

"Er, iyadeh. Aku juga sering berpelukan dengan Harry, Ron, juga Mione!"

Aku merengkuh [Name] ke dalam pelukanku. Mengusap rambutnya lembut dan memegang pinggangnya. Kepalaku kembali aku sandarkan ke kepalanya. Tinggi [Name] bahkan hanya sampai pundakku. Ia juga memelukku dengan tangan kecilnya. Sekitar sepuluh detik kemudian, aku melepaskan pelukanku.

"Jadi hangat," dia bergumam sambil menggosok-gosokkan tangannya.

"Kembali ke asramamu sebelum beku,"

"Cedric duluan saja. Asramaku dekat sini, kok,"

"Yakin?"

"Iya!" dia mengacungkan jempol.

Aku berlalu sambil melambaikan tangan. Dia berteriak dari kejauhan, "Langgeng dengan Cho, ya! Cedric!"

Tanpa menoleh ke arahnya, aku tersenyum tipis. Masih terlalu cepat untukku menyerah sekarang. Dan aku tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Lebih baik aku fokus pada Turnamen Triwizard karena aku yakin akulah yang terpilih. Yang jelas sekarang,

Benar-benar harus move on ya?

[.]

30 Mei 2019

REASON ✔ [Draco Malfoy x Reader]Where stories live. Discover now