“Apa kamu yakin, mereka sudah ...?”

“Dia anak yang baik, Min. Saya yakin, dalam hatinya ia tak berani menyakiti wanita polos itu, biarlah Allah membukakan pintu Non Halimah hanya untuknya.”

“Lelaki itu kembali lagi Sum, kita harus membangunkannya.”

“Biarlah Min, dia tidak akan bisa melewati pagar itu, kan?”

“Sepertinya dia tahu Non Halimah ada di dalam. Saya khawatir dia akan berbuat nekat.”

“Apa kamu nggak bosan hidup dalam kegelapan seperti ini, Min? Bahkan setan-setan itu sudah seperti sahabat bagi kita, hanya Non Halimah yang merasa ketakutan sendiri. Biarkan saja mereka mendobrak benteng ini, siapa tahu masalah Den Rhandra justru akan terselesaikan.”

“Tidak bisa begitu Sum, ingat janji kita sama Haan.”

“Saya ingat betul Min, tapi melihat anak itu sedih, hati ini sakit Min. Bahkan anak kita yang sudah kita bantu saja tak pernah menemui kita.”

Darmin diam, ia pun merasakan hal yang sama.

***

“Rhandra ….” Halimah berbisik lembut suaranya agak serak, seraya menyentuh hidungnya yang mancung dengan jarinya yang lentik.

“Ehhm.”  Lelaki itu mendesah, pelukannya semakin ia eratkan.

“Kita harus keluar, Mbok Sum pasti mencari,” bisik Halimah kembali.

“Biarkan saja,” jawab Rhandra melindur.

Halimah tersenyum lebar, air mata mengalir di pipinya. Belum pernah ia merasakan kebahagiaan seluar biasa ini. Ia bisa melihat dari sorot matanya. Rasa cinta yang teramat dalam, haus akan kerinduan yang mungkin selama hidupnya belum pernah ia rasakan.

Halimah terus menatap lelaki itu. Ia perhatikan betul-betul setiap detail di wajahnya, alangkah tampannya ia, tangannya begitu kekar dan kuat. Bidang tubuhnya mampu melindungi siapa pun yang bersandar. Rhandra adalah makhluk sempurna yang diciptakan Tuhan ke bumi.

Tak lama angin berembus di telinga mereka, embusan angin yang begitu sejuk dan damai, Halimah memejamkan mata dan menghirupnya dengan penuh suka cita. Embusan itu menerbangkan rambut lelaki yang tengah terlelap di pelukan, semakin membuatnya rupawan.

Embusan itu adalah sesosok roh. Roh yang senantiasa hadir bersamanya di rumah yang penuh sejarah. Roh itu tersenyum mengamati dua insan yang sedang di mabuk cinta, selama ini ia menunggu kehadiran Halimah untuk membuka tabir di hati Rhandra yang sudah tertutup rapat.

Halimah menghirup embusan angin, matanya mengerjap kemudian terbuka perlahan. Seorang wanita cantik duduk di sebelah Rhandra, tangannya membelai halus pipinya, detak jantung Halimah melambat. Wanita itu menatapnya dan menjelujurkan jari telunjuk ke mulutnya agar Halimah tak berteriak. Wanita itu sangat cantik, ia mengenakan gaun bergaya Eropa dengan vedora yang menghiasi kepala. Kedua tangannya menggunakan sarung tangan berwarna putih, bak ratu Inggris. Hidungnya mancung, bibirnya tipis, wajahnya pucat, matanya bulat berwarna cokelat sangat mirip dengan warna mata Rhandra, dan ada kesedihan mendalam di matanya

Air mata Halimah pun terjatuh, ia tak tahu siapa wanita yang berada di hadapannya saat ini, namun ia sangat merasakan kehadirannya. Serasa dekat, begitu lembut ia tersenyum hingga menggetarkan relung hati.

Bug! Bug! Dentuman itu terdengar di telinganya.

Seketika Halimah terbangun, kemudian menarik napas panjang. Dan menyadari apa yang ia lihat hanyalah mimpi, embusan itu pun jelas bersemilir di pelipis Halimah dan keluar melalui jendela bersama debu-debu yang ada di kamarnya.

MENIKAH DENGAN SETANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang