Privilege || 06

69 58 155
                                    

Hak Istimewa | Chapter 06
Jumlah kata: 2000 kata

♠️▫️♠️▫️♠️▫️♠️▫️♠️

HUP!

Nessa hanya menepuk dahi melihat temannya memasuki kelas lewat jendela, sebenarnya tak masalah bila Raquel melakukan itu di kelas. Tapi, sekarang mereka ada di kelas orang lain! Lebih tepatnya di kelas Valeria. "Berani banget lo masuk lewat jendela di hadapan anggota OSIS." Valeria menatap sinis, senyuman tertampang jelas di wajahnya.

DEG!

Raquel kebablasan. Saking terbiasanya bersikap semena-mena di kelas, ia jadi lupa kalau sekolah ini bukan miliknya. Gadis itu tertawa ringan untuk mencairkan situasi. "Haha, gue lupa ada anak OSIS. Jangan diaduin dong."

Gadis berambut hitam itu mendelik. "Terus ngakunya pengen berperan di kepemimpinan OSIS tahun ini?" Tangannya menepis pertanyaan itu, seolah meremehkan. Seakan teringat sesuatu, Valeria memberi peringatan. "Jangan masuk OSIS kalau tujuan lo sebagai bahan pelarian dari tugas sekolah."

Tidak sepenuhnya salah, tapi tidak benar juga. Raquel hanya ingin pakai almamater yang sama seperti Valeria. Toh, ujung-ujungnya supaya mereka barengan lagi. "Gue mau jadi anggota aja, sebagaimana peran kelas 10 heheh. Gak usah berat-berat, jadi member biasa yang posisinya paling bawah juga cukup." Mendapat tatapan mencurigakan dari anggota OSIS, langsunglah ia membentuk peace dengan telunjuk dan jari tengah. "Serius! Tanya Nessa."

Perhatian teralihkan pada Nessa. "Meski artinya ranking lo turun?"

"Ranking gue gak bakal turun."

Pintu kelas tertutup rapat, keduanya melangkah menuju perpustakaan sekolah. "Siap-siap aja, kalau lo masuk organisasi, gue jamin nilai lo turun karena kita lebih mengedepankan program yang dibuat untuk keperluan bersama daripada materi di kelas," jelasnya fasih.

"Still," Raquel menyimpan kedua tangannya di pinggang. "Peringkat satu sama dua itu gak pernah berubah. Padahal tiap tahun, pasti ada perubahan ranking, naik atau turun, tapi ... mereka berdua stay di posisi mereka. Tahun kemarin juga gue dapetnya enam belas, sih—"

"Setidaknya," Valeria menginterupsi, "Sekarang lo jadi satu-satunya murid selain MIPA satu yang menduduki posisi lima besar. I mean, MIPA satu ngeborong banget, orang-orang di sana pada berprestasi, hampir semua—engga, semua murid di MIPA satu pake jas abu." Valeria sibuk organisasi, ia tak punya waktu ikut lomba tapi cukup waktu mengomentari kelas atas.

Nessa berdecak kagum. "Ra, bukannya kemarin lo ikut lomba ya?"

Aduh, Raquel ingin menghindari topik ini. "Iya, tapi gue kalah."

Valeria melirik sekilas pada gadis bermata ocean. Tak bisa dipungkiri pasti ada perasaan ingin memiliki jas abu. Rahasia Arthur dan Xeevara bisa ikut organisasi dan stay pintar kira-kira apa, ya? Mungkin mereka terlahir dengan IQ tinggi. Namun, melihat kebiasaan dua murid itu, Valeria tak tahu harus bersyukur menjadi murid biasa yang penuh ekspresi atau murid pintar tapi monoton macam mereka.

SMA Orchid menyediakan fasilitas buku yang lengkap di perpustakaan mereka, bahkan novel-novel pun disediakan. Tujuannya meningkatkan minat literasi pada siswa, lagian memangnya akan ada murid yang datang ke perpustakaan bila isinya materi semua? Ada, tapi tidak banyak. Bagaimana bisa mewujudkan generasi yang berkualitas, bila minat membacanya saja rendah? Maka dari itu, langkah awal yang dilakukan adalah meningkatkan minat baca dengan bacaan berkreativitas karya anak bangsa secara gratis.

Tangan Raquel mengangkat membisikkan sebuah judul buku yang menarik perhatiannya. Dilihat dari cover dan sinopsis, buku ini termasuk dalam genre fantasy. Sejak Sekolah Menengah Pertama, Raquel memiliki cita-cita menjadi penulis. Gadis bermata ocean itu pernah menerbitkan buku, salah satu bukunya pun dipajang di perpustakaan sekolah.

PRIVILEGE [On-going]Where stories live. Discover now