Privilege || 01

174 76 190
                                    

Hak Istimewa | Chapter 01
Jumlah kata: 1825 kata

♠️▫️♠️▫️♠️▫️♠️▫️♠️

BRUK!

Baru sampai beberapa menit di kantin, seorang gadis yang mengenakan seragam sama sebagaimana mayoritas murid harus menahan tubuhnya kuat dari berbagai dorongan. Pegangannya pada buku tulis menguat, menyimpan tiap informasi penting yang didapat sepulang mengikuti technical meeting di salah satu perguruan tinggi terbaik di daerahnya untuk keperluan lomba.

Mata ocean gadis itu berkelana ke sekitar, menemukan gadis seumuran yang terduduk santai membiarkan rambut hitam pekatnya menjalar. Depan gadis itu muncul sosok lain berambut pirang keriting, cantik nan manis dan dengan baiknya menyediakan pesanan mereka yang mudah ditebak.

"Hey, Raquel!"

Panggilan itu membuatnya melambaikan tangan, gadis bernama Raquella Devaney ini duduk di kursi kosong."Eh, tumben lo ada waktu ke sini?" Mata dua gadis itu bertemu, tepatnya pada gadis beralmamater OSIS dengan name tag bertuliskan Valeria Aldrich di sebelah. "Engga dibabuin kelas atas?"

"Kabur dulu." Valeria tertawa, memang normalnya jam istirahat dipakai membahas kebutuhan OSIS apalagi sebentar lagi kakak kelas 12 lengser, dan inilah saatnya mereka kelas 11 mengambil alih situasi. Tangannya akhirnya menyimpan ponsel, duduk mengangkat satu kaki bersiap sarapan di jam 12.

Sesaat keduanya bertukar kata, gadis pirang di depan mereka tak banyak bicara memperhatikan lingkungan sekitar. Seingatnya tadi banyak murid menyerbu kantin, lalu serbuan itu tak bertahan lama dan lihatlah, kondisi kantin sudah sepi—lebih sepi dari normalnya sampai ia memastikan ini memang jam istirahat. "Perasaan tadi kantin penuh, kok tiba-tiba sepi, ya?"

Bruh!

Kebetulan Valeria dan Raquel yang menyeruput minum jadi tersedak, ini bukan hal aneh bagi mereka tapi terkadang belum terbiasa dengan keluguan Nessa. Raquel tahu dari Valeria dan Valeria yang berhadapan dengan omong kosong ini setiap saat. Gadis beralmamater OSIS itu berdeham. "Biasalah, ini bukan pertama kalinya kita denger si anak blazer cari masalah—dan gak aneh lagi setelah tahu lawannya kak Liam." Gadis itu tertawa miris.

"Hum." Raquel menyinggung senyum tipis. "Tumben OSIS diem aja."

"Kan gue bilang, gue kabur." Valeria menekankan. "Lagian gimana OSIS bisa turun tangan, orang yang bermasalah kali ini bukan anak blazer aja."

"Anak blazer sama calon anak blazer," Raquel menambahkan sok tahu.

Nekat sekali menyebutnya 'calon anak blazer', Valeria melirik sang teman yang menikmati hidangan. Sementara Nessa, gadis manis itu menatapnya penuh penasaran—hanya ia orang yang ketika bicara menatap lawan bicara.

"Bukan. Murid teladan angkatan kita juga dapet sorot kali ini."

Uhuk!

Murid teladan? Ada banyak murid blazer, tapi hanya satu murid teladan. Hingga sewajarnya mereka menatap Valeria penuh tanda tanya. Merasa jadi sorot, Valeria menaikkan alis. "Lo pikir kenapa gue bisa santai? Karena yang biasa mendisiplinkan kita lagi asik-asiknya cari masalah sama kelas bawah~!"

Understandable, have a nice day. Raquel tertawa pelan. "Maksud lo Arthur?"

"Yap, murid teladan angkatan kita," Valeria menekankan. Tiap angkatan memiliki murid teladan masing-masing dan julukan itu hanya jatuh pada satu orang yang dinilai berprestasi dan memiliki karisma baik. Seleksi ini dilakukan untuk kalangan siswa berprestasi, di mana mereka memakai jas abu untuk memisahkan diri dari siswa berseragam dan pemakai blazer.

PRIVILEGE [On-going]Where stories live. Discover now