Prologue

3.8K 419 36
                                    

Nilai seseorang tidak akan menjamin nyawa mereka.

the peculiar script of Park Jisung, 2019





p r o l o g u e







BERITA itu menyebar dengan cepat. Kini menjadi bahan perbincangan yang hangat dibicarakan di wilayah tersebut. Ada yang menyambutnya dengan kengerian, ada pula yang sedih. Tidak tahu pasti mengenai perasaan mereka ketika berita itu sampai ke telinga mereka.

Dalam balutan busana serba hitam, kepala sekolah menangis di perpustakaan. Bulir demi bulir air mata jatuh membasahi buku kuno yang tengah ia baca. Tulisannya menjadi buram, nyaris tidak terbaca. Entah sudah berapa kali air mata itu menetes. Mungkin sudah merembes menuju halaman-halaman berikutnya sehingga kondisinya sudah begitu gawat.

Suasana hening. Hanya terdengar hembusan nafas kepala sekolah yang terasa berat. Kepalanya pening, tidak berniat untuk bangkit dari posisi nyamannya.

Tiga detik kemudian, pintu perpustaan berdecit terbuka. Seorang wanita paruh baya dengan kemeja putih dan rok hitam memasuki perpustakaan dengan enggan. Wanita itu membungkuk hormat kepada kepala sekolah.

"Yunho-kyojangnim," panggilnya.

Pria tua itu menengok perlahan. Nafasnya masih memburu, tidak rela ketika berita itu sampai ke telinganya walau sudah tiga hari lamanya. Baiklah, mari menyalahkan para guru yang selalu membicarakan berita tersebut di hadapannya dengan tampang tidak bersalah.

Sembari tersenyum kikuk, wanita itu menjawab dengan sopan. "Pihak berwenang ingin berbicara dengan Anda, kyojangnim. Saya menyuruh mereka untuk menunggu di ruang tamu sementara saya memanggil Anda seorang diri di sini, kyojangnim."

Yunho hanya bisa menyeka air mata yang terus membasahi kedua pipinya. Ia tidak bisa menjadi seperti ini terus-menerus. Masih ada banyak hal yang harus ia urus selain berita itu. Surat untuk yayasan, surat pemberitahuan orangtua murid, hingga surat pernyataan sekolah terkait peristiwa mengenaskan yang baru-baru ini tengah menjadi perbincangan publik itu.

Yunho menghela nafas. Pria tua itu kini menyadari betapa mengerikannya teknologi. Belum ada satu bulan, berita itu sudah tersebar dimana-mana. Faktor utamanya adalah sosial media. Beberapa murid di sekolahnya mengunggah foto yang mereka ambil dari tempat kejadian walau sudah diingatkan ratusan kali agar tidak menaruhnya di internet. Tidak tahu saja mereka jika segala sesuatu yang sudah dipublikasian di dalam internet tidak akan pernah bisa terhapus. Selalu saja ada pihak yang ingin tahu dan membongkarnya begitu saja walau sudah dihapus oleh sumbernya.

Pria itu menutup buku yang tengah ia baca dan beranjak dari bangkunya. Sesungguhnya, pak tua itu sama sekali tidak berminat untuk pergi ke ruang tamu dan bercengkerama dengan pihak berwajib. Hal tersebut hanya akan semakin membuatnya larut dalam kesedihan.

Namun di lain sisi, Yunho mengingatkan dirinya kembali agar tidak terlalu lama berkabung.

"Kyojangnim baik-baik saja?" Suara wanita itu menyapa gendang telinganya, membuat Yunho mengernyit. Dilihat dari sisi mana pun, Yunho sama sekali tidak baik-baik saja.

"Hyoyeon-ssi, sudahlah," ia berujar tidak suka. "Cepat antarkan aku menuju ruang tamu. Di sana kita akan berbincang bersama dengan para pihak berwenang, menyelesaikan perkara yang terjadi di sekolah tempo hari."

"B-baik, kyojangnim."

Yunho berjalan mendahului wanita paruh baya di belakangnya. Sudah sepuluh tahun ia lalui dengan merekrut Hyoyeon sebagai sekretaris pribadinya. Persetan dengan wakil kepala sekolah yang ia miliki di tempatnya bekerja. Ia akan selalu menyuruh Hyoyeon untuk membantunya dimanapun dan kapanpun pria tua itu memanggilnya melalui intercom. Maklum, di usianya yang nyaris menyentuh angka enam puluh, Yunho tidak bisa melakukan segalanya sendirian. Ia membutuhkan sebuah bantuan tetap dari seorang wanita cakap dan cekatan.

The Peculiar Script of Park Jisung ✓Where stories live. Discover now