Part. 5 - Wajah Baru

172 33 8
                                    

     Di suatu pagi. Seperti biasanya, tiba lagi waktunya Ibu Kos membersihkan ruangan yang sudah lama tidak ditinggali itu. Debu berterbangan ketika ia membuka pintu-pintu yang ada, jendela-jendela dan juga tirainya. Kali ini kondisinya memang lebih berdebu dari biasanya, karena memang sudah cukup lama sejak terakhir kali ia memeriksa tempat itu. Tidak banyak barang di dalamnya, karena semua barang milik Jennie sudah diambil kembali oleh orang tuanya yang datang empat bulan lalu dengan membawa beberapa orang untuk membantunya. Yang tersisa hanyalah sebuah lemari pakaian dan kasur serta peralatan memasak yang memang sejak awal adalah milik Ibu Kos sendiri. Setelah beberapa lama membersihkan setiap sudut dan ruangan yang ada, tiba-tiba seorang gadis muda yang tampak dari penampilannya adalah seorang mahasiswi berdiri di depan pintu.

     "Permisi!" sapa gadis muda itu. Dia mengepak-ngepakkan tangannya mencoba menghalau debu yang berterbangan.

     Mendengar ada yang memanggil, Ibu Kos membalikkan badannya. Ia samar-samar melihat seseorang berdiri di depan pintu, pandangannya agak terganggu akibat debu. Tapi dia menyadari itu adalah postur seorang gadis muda. "Oh iya. Ada apa dek?" sahutnya sambil berjalan menghampiri gadis muda itu.

     "Ini ...," jawab gadis itu sambil terus mengepak-ngepakkan tangannya. 

     Melihat gadis itu tidak nyaman, Ibu Kos pun keluar dari ruangan penuh debu berterbangan itu. "Ayo kita ngomongnya agak jauhan aja," dia mengarahkan gadis itu ke halaman yang berjarak sekitar 4-5 meter.

     "Kayaknya di sini udah nggak apa-apa," ucap gadis itu yang seketika menghentikan langkah mereka.

     Ibu Kos berbalik. "Jadi ada perlu apa adek ke sini?" tanyanya ramah. Sarung tangan warna putih masih terpasang erat di kedua tangannya.

     "Jadi begini ... Bu?" ujarnya ragu, ia masih tak tahu harus memanggil wanita itu dengan sebutan apa. "Saya dengar-dengar di sini ada kos-kosan?"

     Ibu Kos melepaskan sarung tangannya. Gairahnya seakan hidup kembali setelah mendengar seseorang menanyakan tentang kos-kosan. Dia langsung menunjuk bangunan kos-kosan miliknya. "Satu, dua, tiga, empat. Bangunan ini adalah kos-kosan, totalnya ada empat yang bisa ditempati, dan kebetulan Ibu sendiri yang punya. Nah, yang terpisah di sana ... itu rumah Ibu. Kamu mau cari kos-kosan, kan?"

     "Iya. Kebetulan saya kuliah di dekat sini," ujar gadis muda itu sambil tersenyum.

     "Oh. Kebetulan juga di sini masih ada satu lagi yang kosong, itu di dalamnya lagi Ibu bersih-bersihin." Ibu Kos menunjuk tempat pertemuan mereka sebelumnya.

     "Yang lagi Ibu bersihin tadi?"

     "Iya. Ibu biasanya memang rutin bersihin ruangan-ruangan yang kosong. Yang itu sudah empat bulanan kosong," di tengah penjelasannya, Ibu Kos teringat dengan penyewa sebelumnya, Jennie. "Tapi ... kamu sudah dengar rumor yang beredar tentang kos-kosan di sini?" Ia menanyakan hal itu guna menghindari kesalahpahaman dan penyesalan di kemudian hari. Hatinya sedikit resah jikalau gadis muda itu mengurungkan niatnya untuk tinggal di kos-kosan miliknya.

     Gadis itu tersenyum tipis mendengar pertanyaan Ibu Kos. "Ini kos-kosan 'Harapan' itu, kan? Katanya orang yang tinggal di sini sebelumnya diteror ya? Karena itu dia akhirnya pindah."

     Ibu Kos terkejut sekaligus lega mendengar gadis itu sudah mengetahui tentang rumor aneh mengenai kos-kosan miliknya. "Kamu sudah tahu?" matanya tampak bersemangat.

     "Saya sudah dengar kok, Bu. Kayaknya mereka yang tinggal di kos-kosan atau yang lagi nyari kos-kosan pasti tahu sih, rumor buruk memang selalu cepat menyebar."

     "Terus ... kamu masih mau datang kesini dan tinggal disini?" tanya Ibu Kos heran sekaligus penasaran, ia mengincar kepastian.

     "Emm ... kalo saya pribadi sih nggak percaya. Karena biasanya rumor itu awalnya adalah sesuatu yang sepele, tapi menjadi semakin buruk ketika terus berpindah dari mulut ke mulut. Bahkan seringkali rumor itu memang cuman sebatas rumor, dengan kata lain cuma omong kosong semata. Saya juga bukan tipe orang yang mudah percaya dengan hal-hal kayak gitu, saya harus lihat atau tahu langsung dengan mata kepala sendiri. Lagian kalo memang bener, yaudah langsung pindah lagi aja, kan." Sebuah senyuman manis mengakhiri kalimatnya.

     Ibu Kos senang mendengar itu. Dalam hatinya salut dengan seorang anak muda yang mempunyai pola pikir terbuka. Di saat semua orang mengiyakan rumor buruk tentang kos-kosan miliknya, gadis itu justru sama sekali mempunyai pemikiran yang berbeda.

     "Oh iya. Nama kamu siapa? Dari tadi ngobrol belum tau namanya." Ibu Kos mengulurkan tangannya yang tentu saja langsung disambut oleh gadis itu.

     "Saya biasa dipanggilnya Jenny, tulisannya J-E-N-N-Y." Lalu kedua tangan mereka berpisah.

     "O! Yang tinggal di sini sebelumnya juga namanya Jennie, tapi pake I-E. Terus kamu namanya Jenny? Waahh ... kayaknya tempat itu memang ditakdirkan buat orang-orang yang namanya Jennie atau Jenny, mungkin nanti akan ada Jennhi yang pake H-I juga," ujar Ibu Kos lalu tertawa. Jenny pun ikut tertawa mendengarnya.

     "Tapi, Ibu sendiri siapa namanya?"

     "Anak-anak yang lain biasa manggilnya, Ibu Kos. Ibu juga lebih senengnya dipanggil gitu sih, jadi kamu bisa panggil Ibu kayak gitu juga."

     Jenny mengangguk. "Yang lain sekarang lagi ada di dalam?"

     "Nggak, mereka semua lagi keluar. Biasanya kalo sudah pulang, mereka suka ngumpul kok. Kalo nggak di situ ...," Ibu Kos menunjuk tempat duduk lebar di bawah sebuah pohon, yang mana pohonnya pun lebar pula, "bisa juga di sana." Jarinya menunjuk ke arah lantai dua atau bagian rooftop dari kos-kosan itu.

     "Bagus dong ada lantai duanya juga."

     "Di sana ada tempat duduk buat ngumpulnya juga sih, sama kayak yang di bawah pohon itu. Biasanya kalo malam mereka pake yang di atap. Terus kamu bisa jemur pakaian juga di sana. Ibu juga sering jemur di sana, lebih enak aja soalnya." Ibu Kos memakai kembali sarung tangannya. "Kamu mau langsung tempatin hari ini? Biar Ibu langsung bersihin lagi."

     "Oh nggak, kok. Mungkin besok aja saya bawa semua barang-barangnya sekalian. Hari ini tadi niatnya mau nanya-nanya aja dulu, eh taunya langsung dapat, hehe."

     "Ibu juga udah lama nungguin ada yang tertarik sama kosan ini lagi. Makanya pas kamu nanya tadi, Ibu seneng banget." Seketika wajahnya tersenyum. "Kalo gitu nanti kamu bisa langsung ke rumah Ibu aja. Sekalian ada yang mau Ibu ceritain juga."

     "Cerita? Cerita apa?"

     "Cerita ... ada lah. Nanti kamu tau sendiri kok," jawab Ibu Kos hingga membuat Jenny penasaran.

     Setelah pembicaraan yang cukup panjang di pagi hari menjelang siang itu. Jenny pun pergi dengan membawa oleh-oleh rasa penasaran dari Ibu Kos, kira-kira apa yang hendak diceritakan oleh wanita itu. Sementara itu Ibu Kos kembali melanjutkan pekerjaannya membersihkan ruangan yang tidak lama lagi akhirnya akan kembali ditempati oleh seseorang. Semangat bersih-bersihnya mendadak bertambah setelah kedatangan Jenny yang baru, terlebih dia sangat menyukai kepribadian gadis muda itu. Dia hanya membutuhkan sekitar sejam lagi untuk membuat tempat itu menjadi bersih dari ujung ke ujung. Sehingga nantinya akan nyaman untuk ditinggali.

     Besoknya, di saat hawa dingin masih mendominasi suasana. Ibu Kos terlihat sudah ada di luar, ia sedang menyapu sampah dedaunan yang berserakan di halaman rumah dan kos-kosannya. Sekitar lima belas menit kemudian, terdengar suara beberapa gadis muda yang membuat sedikit kebisingan dengan percakapan mereka. Ibu Kos menyadari bahwa itu adalah Yerin, Seulgi, dan Tzuyu. Tiga anak perempuan yang masih setia tinggal di kos-kosannya sejak pertama dibuka sampai sekarang. Mereka rupanya menuju tempat duduk yang ada di bawah pohon untuk sekedar berbincang-bincang. Melihat Ibu Kos yang sedang menyapu, mereka menyapanya singkat kemudian kembali melanjutkan obrolan.

     Seiring berjalannya waktu, hari menjadi semakin terang, hawapun mulai menghangat bersamaan dengan terbitnya mentari. Tiga gadis muda yang sedang berbincang itu masih terlihat asyik dengan pembahasan mereka. Sedangkan Ibu Kos sudah selesai dengan urusannya, kegiatan di pagi hari yang cukup memicu keringat membuatnya ingin segera membersihkan diri. Baru saja ingin mewujudkan niatannya itu, tiba-tiba sebuah suara yang lembut memanggilnya dari arah belakang.

Silent Reader : The Improper JennieWhere stories live. Discover now