APOLOGIZE

4.5K 719 6
                                    


"Aku menerima pesan." Park Jimin mengangkat poci porselen yang rapuh. "Orang suruhan yang bertugas mencari informasi telah menemukannya. Menemukan Nyonya Muda-mu."

Dua pria memiliki pesona masing-masing terlihat duduk berbincang dalam bangunan bergaya Eropa yang kental dengan suasana klasiknya. Park Jimin si pemilik rumah, dan Jeon Jungkook adalah sang tamu.

Jungkook sangat marah sampai tidak bisa berbicara. Pikirannya kacau terlebih dalam waktu satu pekan belakangan ini. Ia hanya terus mengawasi Jimin menuangkan teh ke cangkir keramik. Gerakannya super tenang dan terlatih yang memang bisa diduga dari seorang keturunan keluarga kaya yang terbiasa menghidangkan teh di sore hari. Tapi saat ini bukan jam tiga sore, melainkan jam tiga dini hari. Jungkook datang bukan untuk sekedar berkunjung. Ia datang untuk memastikan langsung kabar terbaru yang Jimin dapatkan tentang sosok yang Jimin sebut sebagai Nyonya Muda.

Jungkook duduk santai di sebuah kursi, ekspresinya mengeras dan tidak banyak bicara. Sebenarnya Jimin mengkhawatirkan pria itu. Jungkook tidak menyempatkan diri pulang ke rumah. Setelah menyelesaikan pekerjaan di kantor pada pukul dua dini hari, pria itu bergegas menuju ke rumah Jimin untuk membahas hal penting ini. Kehilangan sang istri tampaknya membuat hidup Jungkook tidak lagi berwarna. Kebahagiaan seperti ditelan oleh dunia.

Sejak bertemu di pemakaman Chungcheong, Jungkook tidak bisa melacak kepergian Eunha yang menghilang seperti hantu. Cepat sekali sehingga Jungkook gagal mengikuti ke mana istrinya pergi. Butuh waktu satu minggu untuk bisa menemukannya. Itu bahkan dibantu oleh Jimin, sosok sahabat yang sudah lama Jungkook percayai.

"Apa isi pesannya?" Tanya Jungkook, menyela percakapan yang jarang sekali ia lakukan sejak tadi.

Jimin memperlihatkan sedikit keraguan sambil meletakkan poci teh. "Sebuah tempat yang jauh dari perkotaan. Tampaknya akan sulit bagi orang sepertimu jika mengunjunginya langsung. Tapi ini tentang Nyonya Muda-mu."

"Akan ku lakukan jika untuk istriku." Jungkook mengangkat cangkir keramik berisi teh, menyeruputnya sedikit guna membasahi bibir yang terasa kering.

Mulut Jimin membentuk garis tipis. "Dia masih marah. Bagaimana caramu untuk membawanya kembali?"

Mata Jungkook menatap tajam. Bayangan terburuk hadir kembali. Menyiksa hatinya. Perasaan kelam tentang kejadian hari itu berhasil menghancurkan Jungkook.

Jika tidak ada orang yang membawa paket di hotel saat itu. Maka Eunha tidak akan marah sampai harus pergi.

"Katakan semuanya sekarang." Kemarahan berkobar di wajah Jungkook.

"Aku sudah menceritakan semua yang kurasa perlu untuk kau ketahui."

"Bagaimana dia tinggal selama satu pekan ini. Di mana tempat yang sulit terlacak itu. Apakah kondisinya masih sama saat terakhir menghilang. Semua itu pertanyaan penting yang seharusnya kau jawab, Park Jimin."

Jam besar berdetak keras dalam kesunyian. Jimin menarik napas sejenak kemudian berujar. "Aku hanya diberi tahu bahwa istrimu hidup sederhana. Dia tinggal di sebuah daerah yang sangat jauh dari perkotaan. Aku bahkan baru mengetahui nama tempatnya hari ini. Deng? Dangeng? Ddaeng? Rasanya sulit menghafal nama desa itu."

"Kau yakin dan bisa membuktikan bahwa itu istriku?"

"Memangnya, Lee Eunha memiliki kembaran? Jika tidak, sudah jelas itu dia." Jimin benar. Sangat mustahil seseorang terlihat mirip jika bukan saudara kembar. Dan Jungkook tidak pernah lupa, istrinya adalah anak tunggal. Tidak ada saudara lain atau saudara tersembunyi.

"Siapkan dirimu. Besok kita pergi menjemputnya."

"Bro, aku sudah bilang, dia sedang marah. Kau tidak mungkin membawanya begitu saja. Apa kau sadar ini tidak akan mudah? Dia tidak akan semudah itu memaafkanmu."

"Aku tahu itu." Ucap Jungkook.

"Kau menganggapnya wanita yang berharga, bukan?"

"Tidak perlu ku jawab kau sudah tahu."

"Jika begitu, ku pikir memberinya waktu untuk menenangkan diri adalah cara paling terbaik. Tidak harus terburu-buru. Kau menyakitinya sampai begitu dalam. Dan seharusnya kau mengerti, yang Eunha butuhkan adalah ketenangan."

"Tapi tidak dengan berpisah."

"Kalian mungkin harus terpisah untuk sementara waktu." Ucapan Jimin membuat Jungkook mengeraskan rahangnya.

"Aku tetap akan mengambil kembali apa yang menjadi milikku." Ya, itu benar. Jungkook bukan pria yang mudah diremehkan. Seorang presiden direktur perusahaan ternama. Asetnya begitu berlimpah. Ada di mana-mana. Kekayaan yang tidak akan habis walau harus menghidupi semua warga di ibu kota. Jadi, tidak ada yang tidak bisa pria itu lakukan.

Jimin mengerti. Setelah satu pekan kehilangan jejak sang istri lalu kemudian hari ini kembali mendapat titik terang, tentu saja Jungkook tidak akan menyia-nyiakan kesempatan.

"Jadi, aku harus ikut denganmu saat waktunya sudah tiba?"

"Kau menyuruhku datang sendiri ke tempat asing itu?"

Jimin mengangguk mengerti. Tugasnya bertambah lagi. Pergi bersama Jungkook ke sebuah tempat yang jauh dari perkotaan bukan hal yang mudah baginya. Walau begitu, Jimin adalah sahabat yang sejati. Ia akan melakukannya untuk membantu Jungkook mendapatkan kembali istrinya.

"Aku akan ikut bahagia jika kalian bisa kembali bersama."



* * *

[NEW] ebook project april.

Ebook "APOLOGIZE" sudah bisa diorder selama bulan april. More info dm on instagram @jiinsky_vee

The List [New]Where stories live. Discover now