3) Mencoba meraih

176 8 0
                                    

Hari senin. Hari yang paling tidak di sukai oleh para siswa. Baik siswa yang pintar, ataupun siswa yang bodoh. Keduanya tetap tidak menyukai hari senin. Karena di hari ini selalu di adakan upacara bendera.

Begitupun Hana, dia sangat-sangat membenci hari ini. Kepalanya sangat pusing. Padahal dia di pukuli sudah berhari-hari yang lalu. Tapi rasanya tubuhnya masih saja remuk.

Ketika kepala sekolah berpidato, Hana jongkok.
Gue nggak kuat. Bodo amatlah sama osis! batinnya berucap.

Rain yang sedang berpatroli osis, melihat Hana.

Eh, itukan siswi yang waktu itu? batin Rain berucap.

Keringat mengucur dari dahi Hana. Bibirnya bertambah pucat, bahkan sudah berubah menjadi kebiruan. Kedua tangannya bergetar dan kakinya lemas. Tapi Hana tidak mau pingsan, dia tetap jongkok.

"Berdiri!" bentak salah satu osis, tapi bukan Rain. Rain baru saja ingin menghampiri Hana tapi sudah keduluan osis perempuan itu. Walaupun begitu, Rain tetap berjalan ke arah Hana.

Hana memutar bola matanya malas. Osis itu semakin geram melihat Hana tidak memperdulikan bentakannya.

Sambil menarik lengan Hana dia berucap, "Berdiri! Lagi upacara juga!"

Hana yang tidak siap, hampir saja terjatuh jika Rain tidak menangkapnya. Hana pingsan.

Osis itupun terkejut. Sontak saja para siswi yang di dekatnya menatap sinis ke osis itu.

"Seharusnya lo periksa dulu, dia sakit atau nggak!" bentak Rain dan segera membawa Hana ke UKS.

Gadis itu hanya bisa diam termenung. Dia sedang emosi, tadi. Karena siswa dan siswi lain sulit diatur dan sulit di suruh berdirinya. Jadi dia tidak bertanya lagi pada Hana. Tadinya dia mengira Hana adalah anak nakal yang malas berdiri saat upacara tapi, yasudahlah. Pada akhirnya dia hanya bisa memaki kebodohannya sendiri.

Setelah membawa Hana ke UKS, Rain menunggu di luar sambil termenung memikirkan Hana. Tadi saat dia membopong Hana, dia tidak sengaja melihat lebam di leher Hana—yang biasanya tertutup rambut.

Separah itukah? batinnya bertanya-tanya.

Seorang siswi anggota PMR keluar dari UKS dan menghampirinya.

"Rain, kayaknya Hana ada masalah lain selain belum sarapan deh. Gue nggak berani meriksa. Mending di kasih tau Bu Sinta dulu. Tapi udah keliatan gitu aja padahal gue belum meriksa. Tangannya banyak garetan sama lehernya banyak lebam gitu, biru. Kayak kena pukul."

Bu Sinta, guru kesiswaan. Rain tidak mau beliau tahu.

"Sila, mending lo beliin dia sarapan. Biar gue yang jagain dia. Nanti kalau dia udah sadar, gue yang tanya-tanya apa masalahnya dan coba bantuin dia atau jadiin dia temen. Soalnya kalau langsung dikasih tau ke kesiswaan kayaknya dia nggak setuju. Lagian biasanya itu yang bakalan di lakuin sama Bu sinta kan? Jadi temen dia yang broken home atau ada masalah," ucap Rain.

"Lo serius? Ketus banget dia kalau ngomong. Yakali mau diajak ngomong tentang dia apalagi di jadiin temen, diajak ngomong biasa aja dia nggak mau malah ketus gitu"

Rain mengulum senyumnya dan mengangguk.

"Gue bakalan usaha. Kalau nggak berhasil juga berarti bukan hari ini. Pokoknya masalah ini jangan di bawa ke kesiswaan dulu," ucap Rain. Sila hanya bisa menghela nafas pasrah dan segera pergi membeli makanan untuk Hana.

"Rain mah selaaalu aja. Semuanya di jadiin temen. Semuanya di raih. Semoga mereka nggak baper, " gumam Hana saat berjalan ke kantin.

Rain masuk ke dalam UKS. Dia menyesali dirinya tidak fokus pada saat Sila menyebut nama siswi itu.

Apa Itu Cinta? (Completed)Where stories live. Discover now