WHAT IS HE DOING?

51 10 4
                                    

Aku mengunyah keripik kentang terakhirku. Ya, memaksa otakku mengingat semuanya membuatku lapar. Persedian makanan hanya untuk malam nanti, waktu menunjukan pukul tiga siang yang berarti belum waktunya makan malam. Terimakasih kepada Ben yang telah menyediakan beberapa cemilan, mungkin dia juga paham bahwa memaksa otak bekerja lebih dari yang biasanya juga membuat perut lapar disaat yang bersamaan.

Aku melihat sekeliling, mencoba membunuh rasa bosanku. Semua hal yang Ben sarankan sudah kulakukan. Menonton televisi, membaca majalah, memainkan telepon pintar, bahkan membuka kembali album lama yang pernah Ben tunjukan untukku. Siapa tahu saat aku melihat album itu kembali, ingatanku terpancing dan aku bisa kembali berhubungan dengan suara itu.

Tunggu!

Suara tadi mengatakan sesuatu. Aduh kenapa aku bisa lupa? Dia mengatakan untuk mencari tahu jika aku masih ragu. Tapi mencari apa dan dimana?

Aku berdiri dan mulai berjalan mengitari rumah. Di mulai dari ruang tamu, lalu menuju ruang keluarga, dapur, kantor Ben, kamar mandi, kamar tidur tamu yang ditempati oleh Ben dan kamar utama yang ku tempati. Ya, aku dan Ben tidak sekamar, semenjak kami tiba dari rumah sakit. Aku tidak tahu apa alasan tepatnya, tapi Ben mengatakan ingin memberikanku waktu dan perlahan-lahan saja, dan aku pun ikut mengiyakan anjurannya. Jujur, aku suka saat Ben berinisiatif memberi saran itu, karena aku juga belum siap untuk satu kamar dengan Pria yang aku tidak kenal, baik dia mengatakan dia adalah suamiku.

Seisi rumah sudah aku jelajahi, dua kali bahkan, tapi aku tidak menemukan sesuatu yang membuatku atau lebih tepatnya otakku mengingat, apapun. Aku berjalan pelan menuju dapur, mengambil segelas cangkir, dan mengisinya dengan air putih.

"Adakah tempat lain yang belum aku lihat?" Batinku. Mencoba mengingat kembali. Lucu rasanya mendengar diriku sendiri memaksaku untuk mengingat, sementara itulah permasalahannya saat ini, aku tidak ingat apapun.

"Tunggu!" Aku meletakkan cangkir minumanku dengan hentakan tiba-tiba ke meja dapur,dentuman keras berbunyi karenanya, syukur saja tidak sampai pecah.

Aku berlari kecil ke arah pintu disudut kiri dapur dengan sebelumnya sudah mengambil kuncinya dari tempat biasa Ben menyimpannya.

Terbuka!

Saat aku ingin melangkahkan kakiku, aku terhenti sejenak. Kalau memang kemarin Ben berusaha menghentikanku untuk tidak mencari apapun di gudang bawah tanah, kenapa kunci pintu ini tetap ia letakan ditempat yang sama? Kenapa tidak disimpan di tempat yang tidak akan aku ketahui.

Namun aku buru-buru mengentaskan pikiran itu, aku menatap jam yang terletak tepat di seberang pintu ruang bawah tanah ini. Pukul 4 sore. Sudah hampir menjelang malam, aku harus bergegas kalau tidak ingin ketahuan Ben memasuki area yang ia larang.

****

Sama.
Ya, isi gudang ini sama saja seperti terakhir kali aku datang kesini.
Semua barang berada di tempatnya seperti saat. . .
Tunggu, tumpukan kayu itu. Aku berjalan mendekat ke arah tumpukan kayu disudut ruangan.
Posisinya beda!
Ya aku paham mungkin sebagian kayunya sudah Ben ambil untuk kayu perapian, tapi, kayu-kayu ini bukannya Berkurang, bukan juga bertambah. Posisi tumpukannya berubah. Sangat berbeda dari caraku menumpuknya saat aku hampir ketauan oleh Ben mengacaukan ruang bawah tanahnya.

Lama aku berfikir apakah aku akan membongkar tumpukan kayu itu lagi atau membiarkannya saja.
Dan jawabannya sudah sangat jelas. Rasa penasaranku menang. Aku kembali membongkar tumpukan kayu itu, untuk melihat apa yang ada dibaliknya. Untuk menyeleseaikan pekerjaan yang belum tuntas, saat itu.

Kini gundukan tanah aneh di dinding ruang bawah tanah Ben sudah berada tepat di depan mataku. Aku masih menatapnya. Lalu apa? Batinku. Tidak ada tempat kunci yang menandakan ini bukan pintu. Bukan juga lemari, sepertinya. Lalu apa? Kesalahan tukang bangunan?

Aku mencoba sedikit membungkuk, lebih seperti tiarap, masih memandangi gundukan tanah ini. Wajahku tepat ditengah-tengahnya.

"Yang benar saja, Eve! Hanya membuang-buang waktu!" Teriakku smabil beranjak berdiri. Toh tidak ada siapapun di rumah, tidak akan ada yang mendengarku berteri. . .

Tunggu, aku tahu ini hanya pemikiran bodohku, tapi bisa jadi ini sesuatu!

Mungkin ini semacam pintu, tidak ada salahnya mencoba, kan? Pasti ada cara membuka gundukan ini.

Dengan sentuhan mungkin?
Aku meraba seluruh permukan gundukan itu, dan tidak ada yang terjadi.

Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Aku mulai jengkel dengan situasi ini.

"Waktu berharga ku bisa hila. . ."
Aku tidak menuntaskan kalimatku karena tiba-tiba saja gundukan itu bergetar dengan sebelumnya sebuah kedipan lampu merah kecil muncul sesaat. Gundukan itu seperti mundur ke dalam lalu tertarik ke atas dan yang ada dihadapanku adalah sebuah pintu baja.

"Suara Eve terdeteksi. . ." Tiba tiba dari pintu baja itu terdengar suara, seperti suara robot, dan mengatakan kalimat tersebut.

Sontak aku terkejut dan mundur seketika.

Aku mematung!

Ya apalagi yang bisa kulakukan? Berteriak hore? Walau ya sebagian diriku ingin melakukan itu. Aku menggeleng mencoba mengembalikan kesadaraanku. Mencoba mendekati pintu baja itu.

Terdapat kamera kecil, kecil sekali, aku bahkan hampir tidak bisa melihatnya pertama kali. Dan ada bentuk segi empat terletak tepat ditengahnya.

Aku ingin sekali mengajak berbicara pinu besi ini tapi aku tahu dia robot atau apalah namanya, yang Ben buat sebagai perlindungan dari yang akan memasuki atau mengambil sesuatu dibalik pintu baja ini.

Ben!?
Aku mengerutkan dahiku, menatap pintu baja itu,
Mencoba memikirkan apa tujuan Ben melakukan ini?
Untuk apa Ben memiliki hal ini?
Apa maksud ini semua?
Apa maksud Ben melakukan ini?

beLIEveWhere stories live. Discover now