3 - Pertemuan

6.3K 536 21
                                    

Setelah menghabiskan ayam dan kopi yang mereka pesan Jimin segera menuju kasir lalu membayar tagihan.

"Terima kasih atas makanan lezatnya." kata Jimin sembari memberi beberapa uang won.

"Iya, aku yang seharusnya berterima kasih karena mau makan di restoran ku." Rose hanya menyajikan senyum manis yang tentu membuat Jimin terteguh dan terpesona.

"Anu. Umm aku hanya mau-- ahh lupakan saja." ucap Jimin dengan terbatah-batah lalu pergi keluar cafe menuju kediaman Seokjin, Chanyeol dan Wendy.

Jimin mengacak acak rambutnya dan mukanya yang memerah penuh akan rasa frustasi. "Ugghh kenapa susah sekali mau minta nomor telponnya?" ucapnya sembari memukul kepalanya tanda tengah kesal dengan diri sendiri.

"Coba lagi." kekeh Chanyeol cepat dan di sambut oleh tatapan berapi dari Jimin.

"Apa kau tiang? Kalau kau jadi aku pasti akan sulit juga mendapatkan nomor ponselnya." elak Jimin lagi dengar perasaan jengkelnya.

Seokjin hanya menatap sendu kedua bocah liar ini. "Yang di katakan tiang itu benar bantet. Kenapa kau tak langsung menembaknya kalau suka?" Pertanyaan dari mulut Seokjin itu mampu membuat Jimin terbungkam.

"Hey hey, kau ini. Kau pikir nembak cewek itu semudah membalikan telapak tangan atau semudah mengerjakan berkas apa hah?"

"Mengerjakan berkas kau bilang mudah? Pantas saja berkas dari perusahaanmu salah semua." cibir Seokjin tak berdosa.

"Kenapa malah membawa semuanya ke pekerjaan sih?" Jimin makin gemas dan keliahatannya akan kalah berdebat dengan Seokjin. Jangan salah sangka! Seorang yang pendiam seperti Seokjin akan sangat hebat berdebar dari pada seorang yang sering bicara seperti Park Jimin.

"Aku mau ke kentor. Banyak berkas yang belum ku tanda tangani." Seokjin lantas pergi meninggalkan Jimin sementara Chanyeol dan Wendy juga sudah bergegas pergi ke kantor.

"Nasib jomlo memang seperti ini ya, selalu di campakan. Tuhan berikan hamba mu ini jodoh dunia akhirat." entah kenapa dengan Jimin namun mulutnya terbuka sendiri dan mengucapkan hal macam itu.

"Tuan tunggu." suara yang begitu tak asing menurut Jimin, yeah suara yang sangat Jimin rindukan padahal baru bertemu tadi.

Jimin lantas memicingkan mata menatap wanita yang memanggilnya itu dengan perasaan takjub.

"Mwo?"

"Tuan, kembaliannya. Kau lupa kembaliannya. Uang mu sangat banyak tuan jadi aku agak terlambat mengejar mu. Ketika memanggil mu kau tidak menyabut makanya aku buru-buru mencari tuan keluar tadi." perjelas Rose lagi sambil mengembalikan uang kembalian Jimin.

Bukannya merespon Jimin malah menatap wanita di depannya ini dengan penuh rasa kagum dan mata yang berbinar binar.

"Tuan?" tanya Rose lagi dan membuyarkan lamunan Jimin.

"Oh, maaf. Maksud ku terima kasih, kau-- kau perempuan yang jujur Rose." lidah Jimin serasa kelut dan dia sangat gugup saat ini.

Rose pun balas menatap Jimin lalu mengangguk tanda akan berpamintan. "Tuan, aku harus kembali ke cafe ku, aku bekerja sendiri jadi tak ada yang menunggu. Aku pamit ya." setelah Itu Rose pun berbalik badan dan berlari menuju cafenya

Ingin sekali Jimin cegat tangan gadis itu dan meminta nomor telponnya namun keberanian Jimin kalah akan rasa gugupnya.

"Aku akan rajin ke cafe itu, ya pokoknya aku harus dapatkan nomornya."

****

Seokjin memijit pelipis kepalanya dan rasanya hari ini sangat sibuk. Kepalanya sangat sangat pusing. Hari ini dia mendapat banyak berkas dan miting mendadak dengan CEO dari Jepang, padahal Seokjin belum mempersiapkan bahan materi yang akan dia promosikan.

The Diary We Meet (JinSoo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang