Part 10

2.9K 427 48
                                    

"Sekarang kita harus apa?" bisik Paula.

"Gue juga nggak tahu. Nggak ada jalan lain selain harus ngelewatin zombie-zombie itu," balas Indri.

"Kalau kayak gini, kita nggak bakalan sampai ke stadion," celetuk Rasya.

"Terus kita harus gimana?" tanya Eric.

"Terpaksa kita harus ngelewatin zombie-zombie itu," jawab Indri.

Semua orang meneguk ludah kasar. Ini terlalu berbahaya.

"Selamat nggak, nih?" tanya Paula.

"Semoga," harap Indri dengan raut wajah datar seperti biasanya.

"Semoga? Nggak tentu selamat, nih?" tanya Paula, "Jadi makin takut gue kalau gini," ujarnya semakin ragu dengan rencana mereka.

"Gua pastiin kita selamat," ujar Rewin.

"Lo mau jadi umpan lagi?" tanya Indri.

Paula dan Eric saling beradu tatap. Pikiran mereka bersatu.

Lagi?

"Hah, lu mau gua jadi umpan lagi?" tanya Rewin.

Indri mengangguk. "Iya, kalau lo mau."

Rewin berpikir sejenak. "... oke, deh."

"Bagus. Jadi, rencana gue gini. Pas gue hitung satu sampai tiga, lo harus lari sekenceng-kencengnya ke arah sana," tunjuk Indri pada arah yang dimaksudnya.

Rewin mengangguk paham.

"Terus, Kak?" tanya Rasya.

"Terus, kita semua lari pas zombie-zombie itu lagi ngejar Rewin. Kalau lo udah sampai ke sana, nanti masuk ke dalam lift. Tunggu kami di bawah, jangan ke mana-mana. Kami bakalan turun lewat tangga darurat," sambung Indri, "Semua paham?" tanyanya.

Mereka menggangguk.

Indri menghela napas perlahan. "Oke, kita mulai rencanannya," ujarnya dengan tatapan tajam.

Rewin mulai mengambil ancang-ancang untuk berlari. Kemudian Indri mulai menghitung.

"satu ... dua ... tiga!" teriak Indri di akhir kata.

Rewin langsung berlari ke arah yang diperintahkan oleh Indri sesuai rencana. Di belakang, Indri, Paula, dan yang lainnya mulai berlari ke arah tangga darurat. Indri membuka pintu, kemudian menutupnya kembali setelah semuanya berhasil masuk. Mereka mulai menuruni anak tangga satu per satu dengan cepat.

Sementara itu, Rewin berlari menuju ke arah lift. Ia menekan-nekan tombol beberapa kali agar pintunya cepat terbuka. Ketika sudah terbuka, ia langsung masuk tanpa jeda. Kemudian menekan tombol tutup dan menekan tombol lantai satu, tapi....

Sial, pintunya macet!

Zombie-zombie yang mengejarnya semakin mendekat ke arahnya, membuat degup jantungnya berpacu dengan sangat cepat.

"Tutup, dong. Gua bisa mati kalau pintunya nggak ketutup. Astaga, tamat riwayat gua. Tolong, jangan macet gini," geram Rewin.

Rewin menekan tombol tutup beberapa kali. Sampai akhirnya, pintu pun mulai menutup. Namun, jarak zombie itu dengannya sudah sangat dekat. Untungnya, tiba-tiba sebuah ide muncul di kepalanya.

Buru-buru ia mengambil kedua sepatunya dan melemparnya pada zombie di barisan depan. Sepatu yang ia lempar membuat zombie tersebut terjatuh. Hingga akhirnya, pintu lift dapat tertutup dengan sempurna.

Untung aja.

                                 •••

Drap! Drap! Drap!

Zombie? [END]Where stories live. Discover now