#88. Just Look At Me!

1K 68 9
                                    

"Seorang gadis muda berinisial C telah menghilang selama tiga hari. Diduga dia menjadi salah satu korban dari seorang psikopat yang hingga saat ini masih menjadi buronan. Psikopat tersebut telah membunuh dan memutilasi 13 korbannya lalu meninggalkan potongan tubuh mereka di kantin-kantin sekolah korban setelah sebelumnya merendam potongan-potongan tubuh tersebut dengan formalin. Seorang pemuda yang mengaku kekasih dari salah satu korban kini dirawat akibat diduga menderita gangguan jiwa."

"Bodoh…."

Layar televisi itu kini menjadi gelap. Aku menarik lututku mendekat ke tubuhku. Sudah tiga minggu berita yang sama menghiasi semua saluran televisi.

"Dasar bodoh...."

Keheningan terasa begitu mencekam. Aku beranjak meninggalkan sofa yang empuk dan menapaki kamar mandi kecil. Kutatap bayanganku pada cermin. Hembusan napasku mengaburkan bayanganku, menutupinya dengan uap.

Semua gadis yang menjadi korban adalah gadis-gadis yang terkenal kecantikannya. Gadis-gadis pujaan. Tetapi Doni... pemuda itu... menjadi gila hanya karena seorang gadis yang menjadi korban? Tidak masuk akal. Apa cinta memang segila itu?

Aku membasuh wajahku dan menyingkirkan embun yang menutupi cermin di hadapanku. Kini aku dapat melihat bayanganku dengan jelas.

Gadis-gadis cantik. Ya, korbannya adalah gadis-gadis yang berparas rupawan. Kutatap wajahku di cermin. Apa mungkin aku adalah korban selanjutnya?

PRANG!

"Hei!"

Seketika lamunanku buyar. Jantungku berdegup kencang. Apa itu? Ah... tidak ada alat apapun di kamar mandi ini yang bisa kugunakan untuk membela diri. Baiklah, aku harus berani. Dengan berat kulangkahkan kaki menuju dapur. Sepertinya suara tadi berasal dari sana. "Siapa itu?"

Tak ada jawaban. Aku merasa tegang. Mengendap-endap adalah langkah yang baik. Aku sampai di dapur dan tidak ada siapapun disana. Huh, ada apa sebenarnya?!

Kemudian, Meoly, kucingku, keluar dari bawah meja dan menggeliat manja di kakiku.

"Kamu rupanya!" dengusku kesal. "Apa lagi yang kamu lakukan?" Aku beranjak mengitari meja untuk memeriksanya. Meoly mengikutiku seolah tanpa salah.

"Kamu menjatuhkan ini!" Dengan kesal aku memungut toples yang terjatuh dan merapikannya. "Sudah kubilang kamu harus sabar menunggu…." Tak sengaja aku menatap bayanganku di cermin yang sengaja kuletakkan di dapur. Aku pun salah satu gadis populer. Seketika aku bergidik. 

Rasanya ada yang salah. Ya, aku adalah seorang gadis yang populer. Aku mulai merasa tidak nyaman. Sepertinya cinta memang membuat orang gila. Aku menatap ngeri ke tangan kananku yang hendak memasukkan kembali bola mata itu ke dalam toples. Bola mata Nicole, gadis yang telah merebut Doni dariku!

Aku mengatupkan jemari tanganku meremas bola mata itu hingga pecah. Cairannya membuat tanganku terasa lengket. Aku menjilat telunjuk-ku yang basah dan lengket. Rasanya sungguh menjijikkan.

Aku menatap cermin di hadapanku. Bayanganku kini tersenyum beringas memamerkan taring-taringnya yang tersembunyi.

Dia memujiku. Dia terus memuji kecantikanku.

"DIAM!!!"

Aku melihat kedua tanganku, tubuhku. Aku menyentuh wajahku. Jika aku sudah cukup cantik, kenapa mereka masih berpaling kepada yang lain? Kenapa Doni masih tidak ingin melihatku? Aku tak peduli bahkan jika itu ibunya... aku ingin dia hanya melihatku!

Aku meraih pisau yang tergeletak di atas meja. Benda itu masih berkilau seperti saat aku memakainya untuk menguliti wajah gadis-gadis cantik itu. Tidak ada yang boleh menyaingiku! Tak seorangpun! Hanya aku!

"Benar kan?"

Aku menyentuh cermin itu….

Bayanganku tersenyum gembira.

Dia setuju.

Dia sangat setuju.

Tapi aku sudah muak... aku muak... aku tidak puas….

Aku sudah mencungkil bola mata mereka yang mereka puja-puja itu... aku sudah mengiris bibir dan lidah mereka dengan garpu kesayanganku.. Aku memecahkan hidung mereka. Tapi aku belum puas.

Aku belum puas….

Aku kembali menatap cermin, ada rasa khawatir yang kurasakan di sana. Bayanganku terlihat cemas saat aku mengangkat pisau itu dan mendekatkannya pada tubuhku.

Dia gelisah.

Hahaha. Dia benar-benar gelisah.

Aku melihat warna yang sama merembes dari bajuku seperti saat usus-usus itu kugenggam dalam tanganku. Hei, hei, ini menyenangkan. Bayanganku mulai menggedor-gedor cermin itu, membuatnya bergoyang dengan gerakan paniknya itu.

Aku tertawa. Aku menusuk pisau itu lebih dalam. Menariknya hingga aku dapat merasakan darah itu membanjiri lantai dapurku. Melalui lubang itu kumasukkan tanganku kedalam dan menarik tali-tali berongga itu keluar.

"Oohh... seperti inilah ususku…." Hahaha, ini menyenangkan! Jika guruku tahu, mungkin dia akan memberiku nilai A untuk biologi.

"Aahh!!" Ini terasa sakit. Aku menatap lagi bayanganku di cermin, dia masih menggedor-gedor juga. Tetapi kini dia terlihat sangat jelek dengan usus menggantung seperti itu. Kuarahkan pisau itu ke mataku. Kutusuk lalu kuputar perlahan hingga cairannya kurasakan menetes dan membasahi bibirku. Kulakukan hal yang sama dengan mataku yang lainnya. Langkah terakhir. Kumasukkan tanganku melalui celah yang sudah terbentuk di perutku. Tanganku menembus suatu penghalang dan kurasakan tanganku menyentuh benda yang berdenyut itu

Hei, kupikir ini lah jantungku, sayang aku tak bisa melihatnya lagi. Kugenggam dan kutarik benda itu keluar bersamaan dengan kurasakan pecahan-pecahan cermin menerpa tubuhku.

Sekarang, aku puas….

CREEPYPASTA : TRUE STORYWhere stories live. Discover now