Sawah Besar: Senin, 14 April 2014 - Bagian 2

Mulai dari awal
                                    

"Iya. Malaysia udah ngerebut Batam. Sekarang mereka lagi marching ke Pekanbaru. Korban jiwa jiwa dari pihak Indonesia udah ribuan, padahal perangnya baru dari tadi pagi," cerita Diva yang mengubah cara bicaranya menjadi agak serius, "Elu yakin besok masih bakal UN?"

Sarah melihat Diva sekali lagi dalam waktu yang lama. Kemudian Robi, yang juga terlihat sebingung dirinya. Kemudian Novi, yang masih memecahkan permen digital. Terakhir, ia kembali melihat Diva. Kernyit alisnya ia pertahankan. Ia kemudian memikirkan kedua orangtuanya: bagaimana ayahnya harus berhadapan dengan tentara Malaysia, dan bagaimana ibunya sedang kalang kabut merawat tentara luka serta sekarat.

"Tapi kita belum dapat kabar lebih lanjut," ucap Sarah ragu.

Diva terkekeh mengejek, kemudian duduk di atas meja. Ia membuang asap rokoknya persis ke depan wajah Sarah, dan Sarah membalas dengan mengipasnya. Diva mengayunkan kaki kanannya, "Please deh, Sar. Elu paling pinter di sini. Di sekolah malah. Elu pikir bakal ada kabar lebih lanjut? Si Bejo mau kabur ke Surabaya bareng keluarganya. Daffa mau liburan ke Pulau Seribu. Yoga aja mesen tiket ke Aussie, mau nungguin sampe perang selesai. Pak Wagiman daftar jadi relawan tentara. Bu Nuri jadi relawan medis. Banyak buanget yang pergi sana-sini, Sar. Kalau besok ada UN, yang ikut paling cuma kita berempat, Sar."

"Jadi besok nggak ada UN?" tiba-tiba Novi bertanya, mengangkat kepalanya dari gawainya serta melihat Diva. Lebar senyumnya mengalahkan lebar kangkang Diva.

"Oh, jelas Nov! Besok libur!" Diva melempar puntung rokoknya ke pintu kelas. Novi berteriak keras dan membebaskan kedua tangannya, "Yey! Novi nggak perlu belajar!"

"Gue sendiri sih disuruh nunggu di Jakarta sama nyokap gue. Dia sama bokap gua rencana mau terbang ke sini besok. Udahlah, Sar, mending kita seneng-seneng selagi bisa," Diva kembali membujuk.

"Nggak belajar! Nggak belajar!" nyanyi Novi.

Sarah masih mengernyit memandang kedua mata Diva. Ia kemudian berpaling ke Robi, bertanya bagaimana dengan dirinya. Robi mengerti dan menjawab, "Eh, anu, Sar, aku disuruh tinggal di sini sampe perang selesai. Semua penerbangan Indonesia-Malaysia ditutup soalnya."

Apa hanya aku saja yang punya keresahan, pikir Sarah. Ibu Novi jelas berada di tengah laut, entah laut Cina atau laut Jawa. Keluarga Diva akan segera mengungsi ke Jakarta, dan keluarga Robi hidup aman di negara yang tengah menyerang Indonesia. Apakah hanya keluargaku yang harus berada di medan perang, pikirnya kembali. Napasnya mulai berat, dan pandangannya mulai kabur. Kemudian, ia mencoba ringankan napasnya dan jelaskan pandangannya.

"Mending... nggak usah belajar buat besok. Mending habis ini pulang ke rumah masing-masing. Baca komik kek, tidur kek. Kita tunggu sampe perang selesai. Pekanbaru jauh kok dari Jakarta. Kalau Malaysia emang sejago dan seniat itu, harusnya kita masih punya waktu berbulan-bulan buat kabur dari Jakarta.

"Jadi sekarang... Novi, sini," Novi tidak ke sana.

"Jadi sekarang, mending kita nyanyi lagu bareng-bareng! Cantiknya, cantiknya..." Novi baru ke sana.

Diva dan Novi bernyanyi bersama dengan konyolnya. Sarah terkagum dengan pemandangan tersebut: Diva dan Novi berduaan, menyanyikan lagu boyband yang terus diejek oleh Diva sendiri. Tak pernah Diva bisa seakrab ini dengan Novi. Mungkin ini salah satu dari titik terang di balik kelam peperangan, piki Sarah. Ia pun tersenyum, "Kalian ini."

"Ayo nyanyi bareng!" ajak Diva kepada Sarah dan Robi. Sarah tersenyum dan bernyanyi sehafalnya. Robi dengan kikuknya berusaha tidak hilang gengsi.

Ujian NasionalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang