❤ 20

17.5K 2.3K 282
                                    

Mobil yang dikendarai Changbin mulai memasuki pekarangan rumah sederhana milik kedua orang tuaku. Setelah memarkirkan mobil, kami mulai memasuki area halaman rumah yang tampak sepi.

"Ibu? Ayah?" panggilku sambil memasuki rumah karena pintu tak terkunci.

"Iya?" sahut suara lembut dari area dapur.

Tak lama kemudian muncul seorang perempuan cantik dengan apron yang masih dikenakannya. Ekspresinya langsung berubah setelah melihat kedatanganku bersama Changbin. Dengan langkah besar, Ibu langsung menghampiri kami untuk memelukku dan Changbin secara bergantian.

"Ternyata kalian! Sudah lama Ibu nggak bertemu. Yena, Changbin apa kabar?" tanya Ibu begitu antusias. Sambil melepas apronnya, Ibu membawa kami ke ruang tamu.

"Baik, Bu. Ibu sendiri? Maaf kami baru berkunjung," jawab Changbin sambil mengambil posisi duduk disampingku.

Ibu tersenyum bangga pada menantunya itu, "Nggak apa. Ibu tau Nak Changbin pasti sibuk banget, kan? Ngurus perusahaan, ngurusin ratusan orang disana termasuk Yena."

Changbin mengangguk sambil tersenyum, meski tak enak untuk mengakuinya namun begitulah fakta yang ada. Belum ada sejarahnya seorang CEO justru bermalas-malasan di rumah tanpa melakukan apapun.

"Sebentar ya, Ibu siapkan minuman dan camilan." Ibu lalu bangkit menuju dapur.

"Ayah kamu kemana?" tanya Changbin ketika tak menemukan sosok yang dicarinya. Aku juga belum melihat Ayah sejak kedatangan kami barusan. Setauku, Ayah tidak bekerja pada waktu weekend seperti ini.

Hingga tak berselang lama, terdengar suara pintu terbuka sampai memunculkan sosok yang sebelumnya ditanyakan Changbin soal keberadaannya. Panjang umur, Ayah datang diwaktu yang tepat seperti menangkap sinyal batin kami berdua. Dengan pakaian khas memancingnya itu, Ayah mulai memasuki rumah.

"Oh! Changbin! Kalian datang rupanya!" ucap Ayah tak kalah antusiasnya dengan Ibu setelah melihat menantunya, sampai-sampai melupakan keberadaanku yang berdiri tepat dibelakang Changbin.

"Ayah, aku nggak keliatan ya?" sindirku yang langsung mengundang tawa Ayah. Barulah setelah itu Ayah datang menghampiriku untuk dipeluknya dengan erat.

"Abis mancing, Yah?" tanyaku menyudahi pelukan kami.

Ayah mengangguk, "Hobi baru Ayah setiap weekend. Changbin suka memancing?" tanyanya kemudian pada Changbin.

"Aku suka, soalnya pernah mancing waktu kuliah," jawab Changbin sambil mengikuti langkah Ayah kembali menuju ruang tamu.

Tak mau mengganggu dua laki-laki yang sangat berpengaruh dalam hidupku saling berbagi kisah, aku memutuskan untuk membantu Ibu di dapur yang ternyata sedang membuat kue beras dan beberapa cookies kesukaan Ayah.

"Changbin makin tampan aja ya kalau diliat-liat. Dia juga keliatan lebih berisi dari sebelumnya. Padahal baru beberapa bulan nggak ketemu, tapi rasanya banyak perubahan dari Changbin," kata Ibu saat aku tengah memindahkan kue beras keatas piring.

Aku mengangguk pelan, "Setelah sakit, Changbin memang lebih memerhatikan pola makannya, Bu."

Ibu langsung menoleh setelah mendengar berita kalau Changbin sempat sakit, "Changbin sakit? Kapan? Kok bisa? Pasti karena kamu nggak mengurus dia dengan benar ya?" tanya Ibu beruntun diikuti dengan tuduhan kecurigaanya itu.

Aku menggeleng cepat, "Nggak begitu, Bu. Waktu itu Changbin lagi bertugas ke luar kota. Kayaknya jadwal dia padat banget disana makanya sampai kelelahan. Sempat sakit dan dirawat," terangku dengan tenang.

Ibu meletakkan teko yang sedari tadi dipegangnya, lalu menghampiriku. "Kok kamu nggak bilang sama Ibu kalau Changbin sempat dirawat? Ibu jadi merasa bersalah karena nggak menengok menantu kesayangan Ibu."

somebody to love • changbinWhere stories live. Discover now