❤ 10

17.1K 2.3K 218
                                    

Sampai dihari aku sukses mempresentasikan rencana jangka panjang terkait ide produk yang akan diluncurkan perusahaan bulan depan, Changbin tak kunjung mengubungiku.

Aku jadi bertanya-tanya, dia masih hidup, kan? Dia nggak hilang, kan? Setiap harinya aku terus meyakinkan diriku untuk tetap berpikir positif tentang Changbin yang mungkin terlalu sibuk sampai tak sempat mengabariku.

Lagi-lagi hanya Senior Eunho yang menemani hariku sampai saat ini. Mendampingiku menerima dan menyerahkan dokumen, membantuku dalam mempersiapkan presentasi, sampai ikut menemaniku kunjungan klien. Laki-laki itu kini tengah terduduk dihadapanku, menyantap makanannya bersama di kantin perusahaan.

"Makan makanan kamu. Beberapa hari ini kamu melewatkan makan siang." Suara Senior Eunho membuatku tersadar dari lamunan. Sejujurnya aku memang tidak lapar, namun Senior Eunho tetap memaksaku untuk menemaninya makan siang.

Aku meraih sumpit, tapi detik selanjutnya aku kembali meletakkannya. "Aku nggak begitu lapar sebenarnya," ujarku mengakui.

"Biar nggak laper juga harus makan. Kalau sakit gimana?" Bahkan sampai Senior Eunho menghabiskan makanannya, aku sama sekali tak menyentuh milikku.

"Tunggu sini." Senior Eunho bangkit dan berlalu meninggalkanku.

Dari kejauhan aku melihatnya memasuki toserba kantin. Aku terus memerhatikannya sampai ia keluar dari tempat itu lalu kembali terduduk dihadapanku dengan sebuah kantong plastik yang dibawanya.

"Kalau nggak mau makan nasi, paling nggak makan roti. Kamu harus tetap makan pokoknya," titah Senior Eunho.

Aku melihat roti dan sebuah minuman bervitamin dalam kantong plastik yang tadi dia bawa, lalu menatapnya tak percaya. Kenapa dia sampai melakukan hal ini demi memastikanku tetap makan?

"Yaampun Senior Eunho, nggak usah sampai dibeliin kayak gini dong. Nanti aku juga beli sendiri kalau lapar. Serius deh," kataku merasa tidak enak karena telah merepotkannya.

Dia justru tersenyum untuk membalas perkataanku, "Dimakan ya. Yuk balik ke atas," ajaknya kemudian.

Aku menghembuskan napas frustasi. Senior Eunho yang mendadak bersikap baik justru membuatku merasa terbebani.

00

Weekend memang hari terbaik untuk bermalas-malasan. Saat jarum pendek menujuk pukul sepuluh, aku masih berbaring ditempat tidur sambil bermain game di ponsel.

Seminggu berlalu, namun Changbin masih tak kunjung menghubungiku. Percuma saja dia meminta nomorku kalau ujung-ujungnya tidak ada satupun pesan atau panggilan yang aku terima. Kalau tau begini, seharusnya aku yang meminta nomornya.

Setelah bosan bermain, aku bangkit untuk bersiap mandi. Hari ini aku harus kembali ke apartemen Changbin. Dia mungkin pulang malam ini, jadi aku harus kesana untuk bersih-bersih.

Setelah bersiap dan menghabiskan tiga puluh menit perjalan, akhirnya aku sampai di unit apartemen Changbin yang terasa dingin karena tidak dihuni selama beberapa hari.

Sambil membuka pintu, aku mengeluarkan ponsel yang terasa bergetar dari dalam saku jaket. Sebuah panggilan masuk dari nomor asing muncul dilayar. Apakah ini Seo Changbin? Laki-laki yang selama ini membuatku menunggu panggilannya?

"Halo?" sapaku ragu.

"Yena, ini aku Changbin," saat itu juga jantungku mulai berdetak lebih cepat ketika mendengar suara Changbin di sebrang sana. Mendadak gugup seketika.

"Iya?"

"Maaf aku baru ngabarin kamu. Hari ini aku pulang dan mungkin malam hari baru sampai. Apa kamu udah di rumah?" Rumah yang dimaksud Changbin ini rumahnya kan?

somebody to love • changbinWhere stories live. Discover now