❤ 17

15.6K 2.2K 226
                                    

Changbin terdiam, begitu juga denganku. Pertanyaan barusan terdengar sederhana memang, selayaknya pertanyaan dari anak kecil yang polos. Tapi hal itu justru membuat kami kehilangan kata-kata.

"Iya," jawab Changbin seadanya, demi mempersingkat bahasan ini. Tapi anehnya, kenapa tiba-tiba telinga Changbin berubah jadi merah gitu?

"Aah~ begitu," Lukas mengangguk paham lalu kembali sibuk untuk menyusun lego yang ada dihadapannya hingga membentuk sebuah bangunan. Sedangkan aku dan Changbin, masih terdiam menyaksikan aktivitas bocah ini.

"Gimana kalau besok kita jalan-jalan? Karena besok hari sabtu, sepertinya main ditaman bermain akan menyenangkan," usul Changbin yang langsung disambut senyum sumringah oleh Lukas.

"Setuju!" jawab bocah itu antusias.


00

Sesuai yang direncanakan semalam, hari ini kami berencana pergi ke sebuah taman bermain di pinggir kota yang tidak terlalu ramai. Changbin bilang supaya Lukas bisa bermain dengan puas tanpa khawatir harus tersesat.

Pagi-pagi sekali aku terbangun karena suara dari dapur. Mendapati Changbin yang tengah sibuk dengan urusannya untuk membuat bekal. Dia ini pekerja keras sekali.

"Kenapa nggak bangunin aku?" Kakiku melangkah menghampirinya yang saat itu sedang memotong kimbab.

Dia menoleh lalu tersenyum. "Nggak apa, aku bisa sendiri," lalu kembali fokus pada kegiatannya.

"Aku mau coba dong, motong kimbabnya," kataku.

Tanpa bertanya, Changbin dengan senang hati membiarkanku untuk mencoba memotong kimbab. Dia memberiku sarung tangan plastik untuk digunakan sebelum menyerahkan pisau yang tadi digunakannya padaku.

Rasanya gugup, padahal hanya memotong kimbab saja. Mungkin karena Changbin memerhatikanku.

"Jangan terlalu tipis, tapi jangan terlalu tebal juga," Changbin memberi instruksi.

Tangan kiriku menahan gulungan kimbab, sementara tangan yang kanan memegang pisau dan bersiap membuat potongan pertamaku. Sayangnya, meski sudah berusaha memperkirakan potongan seideal mungkin, hasilnya tetap kurang baik. Terlalu tipis, sampai isian kimbab jadi berantakan.

"Gimana nih?" tanyaku panik, sambil memandangnya meminta bantuan.

Disampingku, Changbin malah tersenyum. Dia memintaku untuk tenang, tapi aku tetap merasa tidak enak padanya karena telah merusak mahakaryanya yang satu ini. Yah, harus kuakui kalau aku memang tidak memiliki bakat dalam hal memasak dan urusan dapur.

"Sini biar aku ajarin caranya," Changbin bergerak menghampiri.

Pikirku, dia akan menunjukkan secara langsung dengan mengambil alih kembali pisau ditanganku. Tapi ternyata, Changbin justru mengambil langkah untuk berdiri tepat dibelakang tubuhku. Meregangkan tangannya seperti siap memeluk dari belakang dengan kedua tangannya yang menggenggam tanganku. Perlahan dia menuntunku untuk mengikuti gerakan yang dibuatnya.

"Begini motongnya. Ya kira-kira ketebalannya segini aja," ucap Changbin, masih menggerakan tangan kami untuk memotong kimbab. Potongan selanjutnya pun berhasil terbentuk sempurna.

Sial, aku nggak fokus! Leherku terasa geli karena napas Changbin yang langsung menyentuh kulitku.

"Ngerti, kan?" tanyanya kemudian.

"A-aku nggak liat barusan. Coba ulangi," balasku jujur. Karena memang, aku tak benar-benar menyaksikan Changbin lantaran terlalu kaget dengan posisi kami.

Tanpa menolak, Changbin kembali menggerakan tangan kami untuk memotong kimbab lagi. Sampai potongan terakhir, Changbin terus membantuku.

"Changbin Hyung!" Tiba-tiba Lukas muncul dari arah kamar Changbin.

somebody to love • changbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang