❤ 14

16K 2.2K 232
                                    

Percakapan kami waktu itu berakhir ketika seorang perawat datang ke ruangan untuk mengecek kondisi Changbin sekaligus mengabari kalau sang pasien sudah boleh pulang keesokan harinya.

Setelah keluar dari rumah sakitpun, Changbin tetap tidak diperbolehkan pergi ke perusahaan oleh Kakek. Laki-laki itu diminta untuk beristirahat satu hari lagi sampai kondisinya benar-benar pulih.

"Aku berangkat dulu ya," ucapku setelah mengetuk pintu kamar dan menemukan Changbin sedang terduduk dimeja kerja dengan laptop menyala dihadapannya.

Laki-laki itu menoleh cepat, "Mau aku antar?" dia beranjak sambil melepas kacamatanya.

"Nggak usah, aku biasa naik bus kok. Kamu istirahat aja. Inget ya kata Kakekmu itu, harus istirahat," sambil memperhatikan Changbin yang mendekati pintu tempatku berdiri, aku berpesan.

Dia tertawa pelan sambil mengiyakan, "Iya, iya. Mau bawa mobil aku nggak?" tawarnya yang langsung kubalas dengan senyum miring.

"Nggak perlu, mobil kamu mahal soalnya," sindirku sambil beranjak pergi dari sana.

"Hey..." aku tak bisa menahan tawaku karena berhasil menggodanya, "aku serius nih nawarin. Sebelum aku berubah pikiran."

"Aku juga serius kok jawabnya. Beneran nggak usah." Setelah selesai mengikat tali sepatu, aku kembali memutar tubuhku untuk melihat Changbin. Laki-laki itu sedang bersandar pada tembok sambil memegang kunci mobil yang tadi ditawarinya.

"Hati-hati ya," ia tersenyum sambil melambaikan tangan.

Tuhan. Aku deg-degan.

Untuk beberapa saat aku hanya terdiam dengan mulut sedikit terbuka. Tentu saja aku melongo, tak percaya. Yang barusan aku lihat itu nyata, kan? Dia benar-benar tersenyum sambil melambaikan tangannya?

Sial. Ternyata beneran.

"Iya. Sampai ketemu nanti," balasku canggung, lalu ikut melambaikan tangan sebelum benar-benar pergi.

Mulai dari masuk ke lift, keluar apartement, hingga duduk dikursi bus pun aku masih tidak percaya kalau Changbin yang aku lihat tadi itu benar-benar tersenyum sambil melambaikan tangannya padaku. Bahkan sampai saat ini jantungku masih berdegup dengan cepat.

Sederhana memang, tapi bagiku kejadian tadi menimbulkan gelenyar aneh dalam dadaku. Dengan cepat aku menggelengkan kepala, menyingkirkan pertanyaan aneh yang mulai muncul dipikiranku tentang sikap Changbin. Memilih mendengarkan musik sepanjang perjalanan menuju kantor adalah cara terakhir supaya aku bisa mengalihkan pikiranku saat ini.

"Wow, apa nih?" tanyaku ketika melihat sekotak susu dimeja kerja sesampainya aku di ruang divisi.

Laki-laki yang duduk tepat disebelahku tersenyum lebar sambil cekikikan. "Hadiah," katanya sambil mendekatkan kursi padaku.

"Hadiah apa?" aku menyampirkan jaketku pada kursi kemudian duduk tak jauh dari Senior Eunho.

"Karena kamu udah bantuin aku selama di rumah sakit."

Meski sejujurnya aku tak membantu banyak jika dibandingkan dengan Senior Jehoon yang sampai rela menginap di rumah sakit, aku mengangguk sambil mulai membuka kotak susu itu. Berhubung aku belum sarapan pagi ini, aku langsung meneguk susu pemberian Senior Eunho sampai habis.

"Makasih loh Senior Eunho. Oh iya, ngomong-ngomong maaf ya aku nggak bisa jemput Senior Eunho waktu pulang dari rumah sakit."

"Nggak apa," ucap Senior Eunho memotong kalimatku, "lagipula kamu banyak bantu aku sebelumnya. Nah susu itu sebagai tanda terima kasihku juga. Gimana, enak susunya?" Senior Eunho menunjuk susu kotak ditanganku dengan dagunya.

somebody to love • changbinWhere stories live. Discover now