Aku ingin menikah, Mi.

Start from the beginning
                                    

^^^

"Neng, Aa boleh cium tangannya?"

Asiyah mengangkat dagu perlahan, memindahkan pandangannya dari kancing baju dada suaminya menuju wajah sang suami. Pandangan mata mereka beradu, Asiyah tersipu, Salman tersenyum malu-malu. Perlahan tapi pasti Salman menggerakkan kedua tangannya yang gemetar, mengangkat lembut kedua tangan mungil istrinya yang terasa dingin. Salman mencium kedua tangan putih itu, mengecup dengan penuh cinta dan kasih, ia memindahkan kedua tangan Asiyah ke dadanya dengan masih mendekapnya dengan sebelah tangan saja. Tangan kanan Salman naik keatas ubun-ubun istrinya, Salman mulai berdoa dengan menengadahkan tangan kirinya yang masih menekan kedua tangan Asiyah didadanya. Salman berdoa khusyuk dan pelan, memohon keberkahan atas istri yang sudah Allah berikan kepadanya.

"Hari ini, Aa sudah sah menjadi suami kamu, doain Aa semoga selalu bisa mendampingi kamu sampai akhirnya kita berjumpa di Jannah Allah nanti ya, kalaupun andai akhirnya maut yang memisahkan kita, Aa gak akan melarang kamu buat nikah lagi ya. Karena Aa sayang kamu karena Allah"

Seketika telunjuk Yaya (nama panggilan Asiyah dirumah) berpindah, dari dada Salman menuju bibir manis suaminya. Ia tak sanggup jika suaminya harus meneruskan perkataan seperti itu. rasanya baru beberapa menit ia bahagia, kenapa harus mendengar kemungkinan-kemungkinan buruk seperti itu. Yaya melekatkan kepalanya ke dada bidang sang suami, tangan Salman mendekap lembut tubuh mungil sang istri dengan perasaan penuh cinta dan kasih sayang.

"Kang Salman sudah belum ganti pakainnya? Itu dibawah para tamu sudah menunggu"

Suara teteh dari pihak event organizer memanggil dari luar pintu seraya mengetuk. Membuyarkan kemesraan mereka berdua seketika.

^^^

Prosesi perayaan pernikahan berlangsung sukses, kedua mempelai beserta dua pasang orang tua tampak tak henti-hentinya duduk dan berdiri menyalami tamu undangan. Grup Nasyid kenamaan kota menjadi pengiring mereka, wajah-wajah bahagia tampak dengan lahapnya menikmati makanan yang disajikan. Anak-anak berlarian dengan riangnya, tampak juga beberapa anak sibuk menangis entah apa alasannya. Para pemuda dan pemudi terlihat sibuk berfoto selfie. Tapi yang peling terlihat bahagia adalah kedua mempelai yang duduk diatas singgasana putih bagaikan raja dan ratu. Mereka terlihat senantiasa tersenyum dan bercanda menantikan malam tiba.

Jam dinding seperti mengebut, tiba-tiba sudah Ashar, tiba-tiba sudah magrib, tiba-tiba sudah Isya.

Asiyah bersiap di dalam kamar, mengganti pakaiannya dengan gamis berbahan dasar satin halus berwarna hijau muda dengan jilbab senada. Ia mulai memasukan beberapa lembar pakaian kedalam sebuah tas tangan yang sudah dipersiapkan. Ia sudah tak sabar untuk melakukan perjalanan malam bersama sang suami tercinta. Mengharap pahala dari Allah berdasarkan Hadist yang Rasulullah Sallallahu alaihi Wasallam pernah sampaikan. Tak henti-hentinya ia tersenyum manis di atas ranjangnya. Menunggu kedatangan sang suami tecinta pulang sholat Isya.

"Assalamualaikum" suara lembut sang suami membuyarkan lamunannya

"Waalaikum sallam"

"Sudah siap?"

Yaya mengangguk pelan, mereka berjalan berbarengan keluar dari kamar. Salman menenteng tas milik Yaya dengan tangan kanannya, sedang tangan kirinya digelendoti oleh sang istri yang mulai terlihat manja. Mereka turun kebawah mencari kedua orang tua Syifa untuk berpamitan.

Sebelum pernikahan Salman sudah memberitahukan Asiyah bahwa dia akan melakukan sunnah suami istri yang pertama persis dimalam pertama pernikahan mereka, yaitu jalan-jalan dimalam hari sesuai yang dicontohkan Baginda Rasulullah Sallallahu alaihi wassallam dengan Aisyah bintu Abu Bakr.

Salman menikah karena Allah, beribadah juga untuk Allah, ia juga mencintai istrinya hari ini berkat rahmat karunia dari Allah semata, jadi, jelas landasan utama pernikahannya adalah meraih ridho, berkah serta pahala melimpah dari Allah semata. Ia sudah menyiapkan daftar panjang kearah mana pernikahan ini akan ia bawa bersama istrinya. Jadi, ia tak menunggu waktu yang lama, sesegera mungkin ia harus melakukan amalan sunnah ini baru kemudian ia melakukan amalan wajibnya, nafkah batin terhadap istrinya, di Hotel terbaik di kota Bandung.

"Mi, Salman dan Asiyah pamit dulu"

Salman berpamitan dengan mertuanya yang tampak sedang repot mengurus makanan sisa pernikahan, memindahkan makanan dari satu wajan ke wajan yang lain atau ke dalam kuali untuk dihangatkan.

"Apa, gak sebaiknya kalian pergi besok saja? Lagian sekarang sudah malam, kalian berdua kan juga capek habis acara walimahan tadi siang?"

"Enggak Mi, Insyaallah kita berdua kuat. Kang Salman sudah tidak sabar ingin meraih pahala pertama, yaitu mengajak istrinya jalan-jalan dimalam hari. Seperti dahulu Rasulullah mengajak jalan-jalan Aisyah pada malam hari"

"Ah, kamu"

Wajah Salman tampak tersipu, setelah berpamitan dengan kedua orang tua mereka langsung tancap gas.

Menggunakan mobil jenis sedan Vios mereka berdua meninggalkan desa nan indah dan asri itu menuju kota Bandung. Perjalanan mereka sungguh sempurna. Seluruh alam sepertinya sangat merestui cinta mereka berdua, bintang-gemintang yang bertebaran dengan kerlipnya yang indah, purnama yang sedang merekah sempurna juga angin sejuk malam seperti mendendangkan lagu cinta untuk mereka berdua.

"Hotelnya bagus, kamu pasti suka. Aa sudah minta layanan khusus pengantin baru disana"

"Kamar Yaya juga bagus A"

"Iya Aa udah liat kamar kamu bagus. Ada inisial nama kita"

Asiyah tersenyum manis menatap wajah suaminya yang sedang fokus menyetir

"Kamu marah"

"Marah kenapa?"

"Marah dan mungkin kecewa karena malam pengantinnya bukan di kamar kamu?"

"Aa ih, ada-ada aja. Buat Aku dimana aja tetep sama, yang penting tidurnya gak sendirian lagi"

Mereka berdua tersenyum mesra, Salman yang tak kuasa melihat senyum istrinya segera menarik lembut tangan putih sang istri, mencium dan mendekapnya di dadanya lekat-lekat. Syifa terbawa suasana, sekali-sekali ia merebahkan kepalanya ke dada bidang sang suami, sehingganya tercium bau khas aroma tubuh suaminya, wangi.

^^^

"Ngantuk euy, apa tidur dulu ya? Alah tanggung bentar lagi juga nyampe rumah. Tahankeun wae atuhlah" Sopir truk berbicara pada dirinya sendiri di perjalanan.

^^^

Perjalanan Bogor – Bandung hanya memakan waktu kurang dari 3 jam. Salman dengan percaya diri mengendarai mobilnya, dengan kecepatan sedang dan penuh kehati-hatian. Sepanjang jalan ditemani sang bidadari membuat mata Salman semakin awas, bahkan nyamuk lewat pun ia bisa tau.

Takdir menentukan jalannya, di tanjakan emen, mobilnya beradu dengan sebuah truk yang sedang kosong tak bermuatan. Mobil truck seperti oleng tanpa kendali. Kejadiannya begitu cepat sampai untuk berteriak pun mereka tidak sempat, Salman kehilangan kendali setelah truk menghantam mobil sedan kecil miliknya. Mereka kehilangan kesadaran.

.....................................

Bismillah

Assalamu 'alaikum

Novel ini sudah tersedia bentuk PDF 

yang mau boleh langsung DM atau Inbok 

Insyaa Allah cerita akan dikirim ke alamat Email masing-masing

Selamat membaca 

Salam kenal dari penulis  Ririn Putri Abdullah :)

Dzikir Cinta (Selesai)Where stories live. Discover now