"What!, Damietta chatillon. Berarti dia itu maminya teman aku, Bu," timpal Erlina terkejut.

Ameera mengusap kepala Erlina sayang dan memberi bungkusan bolu panggang itu, "jika seperti itu kau saja yang mengantar bolu ini, dan ibu akan membangunkan kakakmu, Steven," sahut Ameera.

"Te-tapi, Bu.  Aku tidak dekat dengan dia," sanggah Erlina. Ia pun mengambil paper bag yang diberikan Ameera, "nah, agar tambah dekat, kau antarkan ini, ya. Tenang saja, ibu akan memisahkan bolu untukmu." Lagi-lagi Ameera mengusap kepala Erlina dan tersenyum.

"Oke fine, aku pergi dahulu," pasrah Erlina akhirnya. "Hati hati," pesan Ameera yang dibalas anggukkan oleh Erlina.

***

Ketika Erlina keluar rumah ternyata di luar sangat dingin, mungkin karena semalam habis hujan. Erlina pun jalan dengan santai di trotoar, tidak jauh untuk sampai ke mansion milik keluarga Chatillon. Di situlah Erlina sangat bersyukur bisa tinggal berdekatan dengan Amarlic.

Namun melelahkan juga, ia sudah lama berjalan tetapi tidak sampai-sampai. Mansion mewah Chatillon memang  terlihat dekat dari mansion Ameera. Namun, tidak jika dirasakan. Tak terasa Erlina pun sudah sampai di mansion keluarga Chatillon, mansion nya besar sekali, tidak ini bukan mansion, tetapi lebih tepatnya istana,  pikir Erlina.

Seorang petugas keamanan mengintimidasi Erlina ketika ia hendak memasuki pagar pembatas, "ada perlu apa, Nona?" tanya pria paruh baya itu. "Ini, Pak, saya mau antar bolu dari bu Ameera, pemilik mansion di seberang jalan sana, apakah saya boleh masuk?"

"Baiklah, silahkan." Pria paruh baya itu pun membukakan pagar pembatas hanya dengan menekan tombol. Erlina mulai memasuki pekarangan mansion dan sampailah Erlina di depan pintu yang kemewahannya sangat tercetak dengan jelas yang ditandai dengan ukiran-ukiran gold yang menempel di pintu.

Erlina menekan bel satu kali dan pintu pun langsung terbuka, ternyata seorang wanita paruh baya menggunakan pakaian ala pelayan yang membukakan pintu, "maaf ada keperluan apa, Nona?" tanya pelayan itu.

"Aku hanya mengantar ini, ini dari bu Ameera," jawab Erlina seraya memperlihatkan paper bag yang ada di tangannya. Tetapi, tidak direspon oleh pelayan itu.

"Ada apa, Bi?" tanya Seorang laki-laki yang sepertinya menghampiri pintu. "Ini tuan ada yang mengantar kue," jawab pelayan itu, lalu menunduk patuh ketika laki-laki itu sudah berada di hadapan Erlina.

"Baiklah bibi boleh pergi," titah laki-laki dingin itu kepada pelayannya. Ya, siapa lagi jika bukan Amarlic Baldwin Chatillon.

"Ada apa?" tanya Amarlic dingin. Ternyata lebih dingin Amarlic dari pada udara di luar ya, pikir Erlina.

"Hmm, a-aku hanya ingin membe ... "

"Ayo masuk," sela Amarlic. Lalu melenggang pergi meninggalkan Erlina yang masih sibuk menetralkan jantungnya.

Erlina pun masuk, lihatlah interiornya, lukisan-lukisannya, guci-gucinya sangat mewah dan elegan. Berbeda dengan mansion ibu angkatnya yang lebih dominan berwarna putih dan grey. "Sedang apa di situ?, duduk!" Titah Amarlic.

Erlina tersadar dari dunianya sendiri, "terima kasih." Erlina pun duduk di ruang tamu, sedangkan Amarlic mengambil minuman kaleng di kulkas untuk diminum nya.

"Bi, ambilkan minum satu saja!" teriak Amarlic pada pelayannya yang berada di dapur.

Tiba-tiba keluarlah sepasang kakek dan nenek yang dahulu pernah Erlina tolong dari kamar, mereka menghampiri Amarlic yang sedang minum. Kamarnya sepasang suami-istri itu memang dekat dengan dapur.

"Amarlic, siapa itu?" tanya Rebecca. "Itu teman kuliahku, Nek," jawab Amarlic dengan datarnya.

"Mah, sepertinya kita mengenal gadis cantik itu," imbuh Jonathan pada istrinya, Rebecca.

"Sepertinya iya, Pah. Amarlic tolong antar nenek dan kakek ke sana, ya," desak Rebecca yang dibalas anggukkan oleh Amarlic.

Mereka bertiga menghampiri Erlina yang sedang meremas-remas tangannya gugup. Ia pun langsung beranjak dari duduknya ketika melihat tiga orang menghampirinya.

"Nenek, nenek yang waktu itu, 'kan? Oh iya nenek Rebecca, dan kakek, kakek Jonathan, 'kan?" tanya Erlina terkejut ketika melihat siapa yang menghampirinya.

"Iya benar, nak. Akhirnya kita bertemu kembali,"ucap Rebecca. Ia duduk di sebelah Erlina yang masih setia berdiri.

"Ada keperluan apa kau kesini, nak?"tanya Jonathan pada Erlina.

"Duduklah, nak,"suruh Rebecca dan Erlina menuruti perkataan Rebecca.

Jonathan pun ikut duduk di hadapan Erlina. Sedangkan Amarlic hanya berdiri dan menatap Erlina tajam dari belakang sofa yang diduduki oleh Jonathan.

"Aku ke sini hanya ingin memberikan ini, Nek.  Ini dari bu Ameera," terang Erlina lalu menaruh paper bag di atas meja.

"Terima kasih banyak, Nak. Kau sangat baik. Oh iya, nenek dan kakek waktu itu belum sempat mengucapkan terima kasih padamu, Nak. Ya, 'kan, Mah?" Jonathan melirik istrinya.

"Iya, Pah," sahut Rebecca.

"Oh yang waktu itu. Sama-sama, Nek, Kek," balas Erlina dengan senyuman manisnya yang ditambah dengan lesung pipinya.

Amarlic duduk di sebelah Jonathan, lebih tepatnya berhadapan dengan Erlina, "memangnya ada masalah apa waktu itu?" tanya Amarlic yang akhirnya ikut mengeluarkan suaranya.

"Waktu itu, Erlina membantu nenek dan kakek turun dari bus dan memberi payung agar kita tidak kehujanan," jelas Jonathan.

"Itu saja?" celetuk Amarlic dengan nada dinginnya. Lalu ia meminum minuman kaleng yang ia pegang. Membuat Rebecca dan Jonathan  yang mendengar itu pun hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Sedangkan Erlina yang mendengar itu, ia hanya tersenyum tipis. Ia memperhatikan wajah Amarlic yang terlihat begitu tampan, mata tajam bak elang, hidung mancung dan memiliki tubuh yang membuat siapapun ingin menyentuhnya.

Namun sayang tak pernah menghargai usaha seseorang, terutama padaku, batin Erlina.

Tbc...

Jangan lupa vote★, comment and share readers😰
Follow akun author bep😣
Ig: @au_thorsecret

See you next time babe😍

My Conglomerate Husband (Completed✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang