Memories #chapter 1

2.9K 81 2
                                    

Shaloom berbalik meninggalkan laki-laki tadi dalam diam.

"Ok Sha, kalo mau lo gini! Anggep lo gak pernah ketemu dan kenal gue! Lupain gue." Teriak laki-laki tadi lantang. Semua orang yang melintas menatap heran kearah mereka. Shalom semakin mempercepat langkah kakinya. Air mata yang sedari tadi dia tahan, kini mengalir begitu deras. Dia hanya ingin cepat tiba dirumah. membenamkan tubuhnya. Dan meluapkan semua perasaannya.

******

"I LOVE YOU SHALOOM HELGA ALAVDA"

"I LOVE YOU TOO BEVAN AL-FARASH"

Mereka saling tersenyum setelah mengungkapkan perasaan mereka dibawah langit senja. Menikmati setiap hembusan angin yang menerpa wajah mereka. Menikmati irama ombak yang menyatu dengan angin. Menikmati gulungan air yang menyapu kaki mereka.

"Suatu saat nanti, gue pengen deh ngajak anak-anak gue kesini." Ucap Shaloom seraya bersandar dilengan Bevan. Karna tubuh Bevan yang cukup tinggi dan atletis.

"Gue diajak gak?" Tanya Bevan menggoda.

"Iya lah orang lo ayah dari anak-anak gue." Jawab Shaloom tersipu.

"Cieeee" goda Bevan seraya mengacak-acak poni Shaloom.

Kenangan itu selalu berputar dipikiran Shaloom. Layaknya sebuah film dokumenter yang sulit dihapus dalam memorinya.

Shaloom semakin terisak mengingat kejadian siang tadi.

"Gue gak maksud gitu Van. Gue cuma takut gak bisa ngelepas lo. Lo harusnya gak boleh ngomong gitu Van." Ucap Shaloom menyesali segalanya.

"Gimana mungkin gue nganggep gak pernah ngenal lo. Sedangkan kenangan gue sama lo begitu banyak."

******

Shaloom berjalan gontai menuju kelasnya. Semalaman dia tidak bisa tidur karena terus menangis. Matanya sembab dan wajahnya pucat. Rambut panjangnya dia biarkan terurai seadanya.

Shaloom berhenti sejenak diambang pintu. Menghela napas panjang. Menguatkan hatinya. Kemudian melanjutkan langkahnya. Melewati meja laki-laki yang kemarin meminta Shaloom untuk melupakannya. Dadanya kembali berkecambuk. Tapi Shaloom hanya menunjukkan tatapan kosong. Belasan pasang mata yang ada dikelas menatap Shaloom iba.

"Van, dia kenapa?" Tanya seorang laki-laki berkacamata yang duduk disebelah Bevan. Bevan tidak menggubris pertanyaan temannya. Dia terlalu sibuk memperhatikan Shaloom. Sebenarnya, Bevan sangat menyesali kata-katanya kemarin. Dia ingin meminta maaf. Tapi, sudah terlalu banyak kesalahan yang dia buat. Dia tau Shaloom sedang terluka.

Jam pertama adalah pelajaran olah raga. Bevan sangat prihatin melihat keadaan Shaloom. Sampai dia meminta teman-teman Shaloom membujuk Shaloom agar tidak perlu mengikuti pelajaran olahraga. Bevanpun sudah meminta ijin pada pak Yuda. Tapi, Shaloom tetap kekeh pada pendiriannya.

"Shaloom, kamu yakin mau ikut pelajaran bapak?" Shaloom mengangguk.

"Ya sudah, kalo kamu gak kuat. Kamu boleh istirahat." Tambah pak Yuda.

Hampir setiap saat mata Bevan tak pernah lepas dari Shaloom. Shaloom sadar dia sedang diperhatikan, tapi dia tetap acuh -atau pura-pura acuh tepatnya-.

Terik matahari membuat Shaloom semakin lemah. Sekali-kaki dia menengadahkan wajahnya. Hingga akhirnya, Shaloom jatuh pingsan.

Bevan yang sedari tadi memperhatikannya langsung mengangkat tubuh mungil Shaloom dan membawanya ke UKS. Terlihat jelas raut kekhawatiran pada wajah Bevan. Dia begitu panik melihat keadaan Shaloom yang lemah tak berdaya. Tapi, Bevan langsung teringat akan satu hal. Dia langsung memberikan handuk yang dia pakai untuk mengompres Shaloom tadi pada Ina -teman baik Shaloom-. Dan pergi meninggalkan Shaloom. Ina mengernyit.

"Loh?! Lo mau kemana Van?" Bevan menoleh.

"Gue minta tolong sama lo Na. Jaga Shaloom. Gue gak mau dia kenapa-napa." Ina mengangguk.

Hampir 30 menit Shaloom tak sadarkan diri. Dan Ina masih setia disampingnya.

Shaloom mulai mengerjapkan matanya. Dan yang dia lihat hanya Ina.

"Lo udah baikan Sha? Lo kenapa si Sha maksain ke sekolah. Lo kan lagi sakit. Harusnya lo istirahat dirumah." Shaloom tak menggubris ucapan Ina. Dia meraih handuk basah yang menempel dikeningnya. Dia sangat mengenal betul wangi handuk itu.

"Sha lo gue ijinin pulang aja ya. Gue gak tega liat lo kaya gini." Shaloom hanya mengangguk pasrah.

"Gue udah ijinin dia ke guru bp ko. Lo ke kelas aja Na. Biar gue yang anterin." Ina melirik kearah Shaloom.

"Ya..Yaudah gue ke kelas dulu ya Sha. Cepet sembuh ya." Ucap Ina seraya meninggalkan mereka berdua.

"Ayo." Ucap Bevan seraya menuntun tubuh Shaloom. Tapi, Shaloom menepisnya.

"Gue bisa sendiri." Ucapnya datar. Shaloom memang gadis yang keras kepala. Dengan tubuh yang masih lemah, Shaloom melangkahkan kakinya keluar UKS. Tapi, Bevan tak mengindahkan kata-kata Shaloom.

Bevan justru menggendongnya. Shaloom ingin memberontak tapi dia sangat lemah saat ini.

"Turunin gue."

"Sekali ini aja lo turutin gue." Ucap Bevan seraya menatap jauh kedalam manik mata Shaloom. Tatapan Gevan membuat Shaloom diam.

"Aww.. sakit Van." Ucap Shaloom merintih.

"Udah di obatin ko. Nanti juga sembuh. Pulang yu." Ajak Bevan seraya menuntun Shaloom untuk berdiri.

"Aww." Melihat Shaloom yang cukup kesakitan. Tanpa pikir panjang Bevan langsung menggendongnya.

"Eh..eh..eh." Shaloom kebingungan.

"Udah gak apa-apa. Biar kakinya gak tambah bengkak." Ucap Bevan lembut seraya menatap Shaloom. Shaloom hanya tersipu malu dibuatnya.

Memori itu kembali berputar dipikiran Shaloom. Dulu Bevan selalu melakukan itu saat Shaloom terluka. Tapi, sekarang sudah berbeda. Sikap Bevan begitu dingin. Namun, Shaloom tau Bevan tulus melakukan ini. Tatapannya menunjukan bahwa Bevan masih peduli pada Shaloom.

MemoriesWhere stories live. Discover now