"Tadi niat aku biar kita bisa makan bertiga kok. Bukan ngelarang Dillah makan. Lagian kalo Dillah mau makan masakan aku, malah seneng banget!"

"Alah basi lo! Depan abang gue aja sok baik! Munafik!" Bentak Dillah di depan mataku persis. Walaupun di saksikan Gattan tapi Gattan tidak berkutik sedikit pun.

Kini air mataku benar-benar jatuh di depan Gattan aku menangis. Dirinya bahkan tidak membelaku disaat adiknya berbicara kasar.

"Besok lagi, kalau gak niat masak yaudah gak usah masak!" Lantang Gattan benar-benar kata-kata itu menamparku tepat di bagian terdalam.

Aku merasa serba salah apa yang aku lakukan selalu salah. Mau membela diri pun rasanya akan tetap salah, karena seorang Gattan tidak akan pernah membelaku di mata siapapun.

****

Tak lepas terbayang dari kejadian semalam, aku meredam sedikit rasa sakit hatiku sambil menikmati pemandangan taman rumah yang ku huni bersama lelaki yang tidak ada rasa untukku.

Gattan sudah berangkat kerja, begitu juga Dillah sudah berangkat kuliah. Jika berkenan aku ingin sekali mengisi waktu ku untuk hal yang menghasilkan uang. Biar aku tidak terlalu terbawa dengan perasaan rumah yang benar-benar menyiksa melukaiku.

Masih mengingat semalam. Seperti biasanya aku tidak mau tidur bersama Gattan. Aku memang penakut. Membela diriku saja tidak berani. Hanya karena takut di tinggalkan. Aku ini LEMAH.

Sebuah mobil berhenti di depan gerbang rumahku. Itu adalah adikku yang sebentar lagi akan menikah' Aca.

"Ly!" Teriaknya minta di bukakan pagar.

"Oit? Bentar.."

Mobilnya terparkir dan langsung menghampiriku yang baru saja meletakkan separuh pundakku di atas kursi bersama dengan kesejukan pagi.

"Mata lo kenapa? Abis nangis?"

"Salah enggak sih, kalo gue ceritain kejadian-kejadian di rumah ini, tantang siapa suami gue!"

Pikiran runyam menguras emosi untuk ku ceritakan.

"Ya, enggak sih, eh ngomong-ngomong nih gue bawa rujak cingur enak beuud!"

Tumben dia memberiku bungkusan makanan, biasanya memberi sedikit air putih saja jarang.

"Kenapa? Kenapa? Ayo cerita!"pintanya memaksa sambil memakan rujak cingur pemberiannya.

"Lah kok, lu makan sendiri sih?" Protesku melihat dirinya asik mengunyah.

"Oh iya, maksudnya kita makan bareng gitu. Bukan buat elu hemm.."

"Buset deh! pelit kali kau!"

"Udah jangan banyak basa basi ayo cerita. Gak sabar mau memberi kritik dan saran"

Gadis berambut hitam dengan dress blasteran di depanku kini mau menjadi pendengar baikku.

--------Bla-------bla---------bla...

"Jadi gitu ceritanya Ca"

"Jujur ya, kenapasih lu mesti mau nikah sama Gattan! Lu itu dibutain sama cinta. Aneh gue sama lo!"

"Apa lo gatau gimana gilanya kalo kita udah jatuh cinta, resiko sebesar apapun gua tanggung. Kalo emang jaminannya di kemudian hari dia bakal sayang sama gue!"

"Aneh gua sama lo! Ricky yang benar-benar brutal lo sayangin. Dimas yang benar-benar sayang, cinta, tulus, kerjaannya jelas lo tinggalin. Dan sekarang Gattan' seorang lelaki yang dingin, cuek, jahat lah kalo menurut gue. Lo malah sayang banget. Aduh jadi gataudah mau ngomong apa ngadepin cerita lo yang barusan"

"Jadi sarannya gimana? Kenapa jadi nyambung ke Ricky!"

"Lo harus ajak Lussy tinggal disini juga"

"Lah kenapa?"

"Kalo gak boleh sama Gattan, protes aja kan Dilah juga tinggal disini. Masa iya adek lo sendiri gak boleh dan giliran dia boleh"

"Gak ah, gak berani gue kalo ngomong sama Gattan minta yang aneh-aneh"

"Jangan lemah gitu dong"

"Mending gua ngejalanin ini aja deh gapapa kaya begini terus juga"

"Ly, biar ada yang bisa ngebela elu, masa iya lu mau di salahin mulu sama Dillah! Sedangkan yang lo perbuat gak sesuai apa yang dia omongin"

"Iya juga sih, yaudah gua pikirin deh itu"

"Pikirin dulu itu jangan langsung ambil tindakan, Gattan tuh ye gak jelas banget jadi laki-laki. Padahal gue dukung lo sama Gattan loh! Tapi dia kenapa nyakitin ya"

"Tau deh"

****

Aku Patung BagimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang