15

12.3K 457 30
                                    

Siang sudah berganti malam. Tapi Gattan belum juga datang, jiwaku masih setia menunggunya disini di depan pintu, walaupun mataku sudah berada di titik paling lemah.

Pukul 23.45 sudah terlalu larut bagiku yang hanya menikmati waktu senja di dalam rumah. Menghabiskan keseharian bersama perabotan dapur.

Dulu bagiku ini adalah setengah dari jam pulangku. Tapi semenjak tuhan memberiku anugerah terindah, kesempatan yang sampai hari ini tidak mau aku sia-siakan. Aku belajar merubah diri menjadi perempuan tulen.

Masa lalu yang bisa dibilang sebagai pelajaran kini harus ku tinggalkan ketika berada di titik dimana mimpi besarku benar-benar nyata dan terjadi. Dulu menjadi perempuan bersama laki-laki berkebul asap rokok adalah pokok kehidupanku, berada di jeleknya kota adalah hobiku.

Tapi semua ada fasenya dimana aku belajar mengungkapkan kepada diriku sendiri ada kalanya beranjak menjadi apa yang orang tuaku mau.

Iya, menjadi seorang istri.

Lampu-lampu kota memang indah, tapi jika menikmatinya sendiri rasanya tidak asik. Kita perlu pendamping dalam menjalani sebuah kehidupan nyata, bukan sekedar hayalan belaka.

"Assalamualaikum" Ucap Gattan setelah memarkir mobilnya.

"Wa'alaikumsalam" jawabku mencium tangannya.

Kali ini Gattan tersenyum kepadaku, kenapa hatiku selalu ramai jika Bibir tipis itu melengkung. Yang kita mau terkadang hanya sentuhan lembut yang terbawa sampai ke jiwa.

"Mas, makan yuk! Aku udah masakin banyak lhoo.." Cetusku sambil berayun di tangan kanananya.

Bibirnya tidak menggubris sepatah katapun. Tapi aku masih mau menawarkan masakanku yang rasanya aku pun tak tau.

"Aku masak, cumi asin, tumis kangkung, sambal matah, ih enak deh. Ayo dong mas makan, bareng Dilah juga" Pintaku sambil memasang muka melas.

Dinding coklat yang menyaksikan langsung bagaimana dinginnya Gattan yang kini saling pandang denganku. Tatapan kosong mataku takut mendengar tolakan dari Gattan.

"Aku udah makan tadi, kalo mau makan yaudah sama Dillah aja" cetusnya lalu melepas jari-jemariku yang erat berayun di lengannya.

Rasanya lega sudah, tapi tidak dengan senyuman di bibirku. Melainkan rasanya seperti menusuk tepat di sekeping hati kecilku.

Tujuanku dinner dengannya rusak, meskipun nanti kenyataannya makan bertiga tapi jika dia mau menyicipi sedikit saja bumbu campur resep cintaku mungkin bahagia sederhana itu bisa menjadi penyemangat ku besok untuk lebih rajin belajar memasak.

Dillah turun dari kamarnya dan langsung menghampiri Gattan yang sedang duduk santai menatap handphonenya.

"Bang!" Seru Dila langsung duduk di samping Gattan.

"Hm?"

"Tau ga! Istri lo gila kali ya. Masa gua laper gaboleh makan!" Cetus Dila dengan nada tinggi.

"Kenapa emang?"

"Tanya sendiri noh sama istri lo! Bikin gak mood aja tinggal disini! Kalo gue mati kelaperan gimane?"

Mataku kosong menatap Dillah yang terus menyalahkanku di depan Gattan. Padahal maksud dan tujuanku adalah supaya Gattan mencicipi masakan ku duluan dan bisa Dinner bertiga.

"Kenapa ly?" Tanya Gattan hanya menoleh ke arahku yang terdiam seperti patung.

Tangan dan bibirku gugup untuk menjawab, bukan tidak berani membela diri. Hanya aku tak sanggup jika harus menyalahkan Dillah di depan Gattan.

Aku Patung BagimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang