BRIANA - 18

6.6K 857 25
                                    

“Aku bersyukur kakak sudah lebih baik” Rain memeluk William yang sudah mampu berdiri dengan kruk, seminggu di sini, Rain mampu melihat semangat kakaknya untuk sembuh sampai secepat ini.

“Aku tunggu di rumah, Kak” sambung Rain lalu gadis itu mengecup pipi William singkat dan melambai hingga tertelan oleh kotak besi yang akan membawanya ke lantai bawah.

Rain akan pulang setelah semingu menghabiskan waktu disini, menemani Will terapi, menemaniku mengobrol, dan Rey sudah menunggu di bawah untuk mengantar adik perempuan William.

“Kamu harus istirahat kalau sudah lelah” tegurku ketika William yang masih sibuk mencoba tongkat barunya yan baru dia dapatkan kemarin dari dokter Ridwan.

“Aku baik baik saja” katanya dengan suaranya yang terdengar riang, walau tak terlalu ketara.

“Kau sudah bisa memakai kruk, kapan kau akan kembali ke Negaramu?” tanyaku sambil memegangi lengan Will karena tubuh pria itu mulai goyah.

Aku membantunya untuk duduk di sofa ruang tamu, yang dekat dengan pintu.

“Kau mengusirku?” tanyanya sambil menoleh.
Aku menggeleng, lalu mentap apapun disekitarku agar mata kami tidak saling bertemu.

“Tidak… tentu saja tidak, aku hanya bertanya”
Aku segera menyingkir, mengambilkan air hangat dalam sebuah wadah yang cukup besar untuk memijat kaki William, mengendurkan otot-otot yang tegang karena di paksa berjalan, apalagi dia sudah lama tidak menggunakan kakinya untuk bergerak.

“Pijatanmu enak” aku mendongak menatapnya yang duduk di atas sofa, dia tersenyum simpul padaku.

Ya Tuhan… tolong jaga hatiku agar tak jatuh pada pria yang aku yakin akan sulit membuka hatinya untuk wanita lain.

“Olive sangat suka di pijat ketika malam, dia yang tengah hamil lebih cepat lelah” aku mengangguk, namun tak lagi mendongak menatap wajah William, aku lebih fokus pada kakinya.

Luka-luka yang di dapatkannya karena kecelakaan itu sudah mulai hilang, mungkin akan ada beberapa bekas yang akan sangat sulit hilang nantinya.

“Berapa bulan kandungan Olive saat kalian kecelakaan?” aku tau, pertanyaanku hanya akan membawa luka hatinya semakin menganga, namun aku tak bisa menahan diriku untuk bertanya.

“6 bulan”

“Dan kalian belum menikah waktu itu?” tanyaku yang kemudian menghentikan gerak tanganku, memfokuskan diriku menatapnya.
Dia menggeleng.

“Olive ingin pernikahan yang sempurna, dia tak ingin terlihat jelek ketika pernikahannya karena perutnya yang membuncit” aku menatap ekspresi William yang tak berubah, seolah dia hanya menceritakan kisah sedih tak berarti di hidupnya.

Tapi aku yakin dia menyimpan kehilangan yang begitu besar.

Apalagi janin berusia 6 bulan itu sudah terbentuk organ-organ tubuhnya.

“Briana, bantu aku ke toilet” sejenak, kami di landa keheningan sebelum akhirnya dia bersuara, aku mengangguk dan menurunkan kakinya dari wadah yang berisikan air hangat dan mengelapnya agar air tak bercecera di atas lantai.

“Keluarlah dulu, aku akan lama” katanya setelah aku membantunya duduk di atas closet.

“Panggil aku jika kau sudah selesai” dia mengangguk mengerti, aku menutup pintu toilet yang berada tak jauh dari ruang tengah.

Bell terdengar berbunyi, aku langsung menuju ke depan, melihat layar monitor yang menampilkan sosok pria yang belum pernah ku lihat sebelumnya.

Awalnya aku ragu untuk membukakan pintu, namun pria itu tampak tidak sabar, dengan terus menekan bell.

“Ada yang bisa saya bantu?” tanyaku tepat ketika aku membuka pintu, aku berdiri di tengah pintu agar dia tau kalau aku belum mengizinkannya untuk masuk.

Pria itu tampak menilaiku, memandangiku dari atas ke bawah.

“Ehm” dehemku, dia tampak salah tingkah kedapatan sedang menilai seorang wanita secara terang-terangan.

“Aku mencari William, kata keluarganya dia di apartemen ini” 

“Ohh… silahkan masuk” kataku memberinya jalan, aku memintanya untuk duduk di sofa ruang tamu, kemudian aku pamit untuk membuatkannya minum sekaligus memanggil William. .

“Will” aku mengetuk pintu kamar mandi.
“Hem”

“Kau sudah selesai? Ada tamu untukmu” kataku.

“Sebentar” katanya.

Aku memilih menuju dapur terlebih dahulu, menuangkan jus Jeruk dalam 2 gelas, yang satunya untuk William.

“Sebentar, William sedang di belakang” kataku sambil meletakkan 2 gelas tersebut di meja.
Dia mengangguk.

“Briana” suara Will terdengar dan aku segera menuju ke arahnya, dia sudah di ambang pintu kamar mandi dengan kruk yang menyanggah tubuhnya yang besar itu.

“Siapa?”

Aku menggedikkan bahuku, karena memang aku lupa menanyakan nama pria itu.

“Darius”

-------

Who is Darius?

Semoga kalian suka part ini.
Happy Reading and Enjoyyyy

BRIANA ✔Where stories live. Discover now