BRIANA - 10

6.6K 870 11
                                    

Bahkan keheningan malam membuatku mendengar nafas Will yang terkesiap pelan, lampu dapur yang sengaja tak ku nyalakan sepenuhnya membuatku yakin kalau Will tak terlalu dapat melihat ekspresiku yang mungkin akan berubah mengenaskan sewaktu-waktu.

“Kau pernah menikah?” Tanya Will denga suara yang terdengar berhati-hati.

Aku mengangguk dan belum ingin menatapnya yang hanya beberapa meter dari tempat dudukku sekarang, Will membiarkan dia duduk di kursi roda yang cukup jauh dan masih dalam batas aman bagiku.

“Dulu… 5 tahun yang lalu” jawabku.

Bahkan baru kali ini aku berani menceritakan sesuatu yang ku pendam dengan begitu dalam selama 5 tahun ini pada pria yang jelas-jelas asing bagiku.

“Ohh… aku baru tahu, tapi aku tak pernah melihat suamimu selama 3 bulan ini” mungkin Will menangkap nada santaiku ketika berbicara, dia tampak tak canggung untuk melontarkan pertanyaan lebih.

Dan rasanya sudah cukup aku memendamnya Selama ini, setidaknya Will adalah orang asing yang hanya sekali datang dan akan pergi setelah dia benar benar sembuh dan kembali ke Negaranya.

“Tentu, dia sudah meninggal. 2 hari setelah pernikahan kami” ku tahan suaraku agar tetap tenang dan berusaha agar membuatnya tak terdengar bergetar.

“Ya Tuhan… Maaf” bisiknya pelan, nada suaranya seolah dia merasa bersalah telah bertanya lebih padaku.

Aku menggedikkan bahuku pelan, lalu meneguk dengan perlahan bir yang masih dingin di tanganku.

“Tidak ada yang perlu di maafkan, Will. Semuanya sudah berlalu sejak 5 tahun yang lalu” jawabku dan akhirnya aku menoleh menatap wajahnya yang meunjukkan ekspresi yang tak bisa ku deskripsikan.

“Itulah kenapa kau mengatakan kalau semua orang pernah kehilangan” aku tersenyum simpul ketika Will kembali mengingat perkataanku.

Lagi… aku mengangguk.

“Aku tau bagaimana perasaanmu, Will. Akupun pernah mengalaminya, setengah tahun aku depresi dan harus mengkonsumsi obat agar aku tetap terlihat baik baik saja, kau beruntung karena ada keluargamu yang amat peduli padamu, sedangkan aku?” aku terkekeh pelan di ujung kalimatku.

Inilah kenapa aku mengatakan aku memendam rasa hancurnya perasaanku setelah 5 tahun lamanya, aku tak tau harus berbicara pada siapa, aku anak tunggal dan ibuku bahkan tak peduli akan perasaanku, yang dia pedulikan hanyalah dia kehilangan harta karunnya ketika Adam di kabarkan meninggal di tempat.

Aku tak bisa bercerita banyak pada keluarga Adam karena aku tau mereka sama kehilangannya, dan aku tak ingin menambah beban mereka hanya karena keluhanku.

“Bahkan kedua orang tuamu tampak begitu menyayangimu, Will….” Aku tak bisa memunkiri tatapan Uncle Ryo maupun Aunty Dina ketika berkunjung, aku sangat tau mereka begitu menyayangi William.

Tanganku bergerak menghapus setitik air mata yang terjatuh di pipiku.

“Maaf aku terlalu banyak berbicara”

***

“Bagaimana caramu menjalani hidupmu tanpa suamimu, Briana?” Aku fikir pembahasan tentang kehilangan semalam sudah selesai ketika aku menutup pembiacaraan kami dan aku kembali membantunya memasuki kamar dan tertidur.

Aku sama sekali tak memprediksi kalau pagi ini Will akan kembali menanyakan hal ini, sebelum Rey datang.

Setelah menyiapkan 3 piring dengan masing-masing porsi, aku duduk berhadapan dengan Will di meja makan, ku lipat tanganku di atas meja.

Mungkin kami akan sedikit berbincang sebelum Rey datang.

“Awalnya cukup sulit, sampai setahun pertama kadang aku masih mencari-carinya, otakku membiarkanku berimajinasi, berfikir seolah Adam hanya melakukan perjalanan dinasnya seperti biasa, tapi aku akhirnya sadar kalau Adam sudah benar benar pergi.” Aku tersenyum kecil.

Adam… bisik batinku.

“Adam… pria yang kau jeritkan ketika kau tertidur waktu itu?” tanyanya dan aku mengangguk.

“Mungkin sama sepertimu, kadang kalau memikirkannya secara berlebihan dalam satu hari, aku bisa memimpikannya”

“Kadang… kau hanya perlu mengikhlaskannya, bersyukur kalau dia sudah bahagia disana bersama anak kalian, karena jika kau yang menggantikan posisi Olive, membiarkan Olive tetap hidup bersama anak kalian, apa dia akan lebih baik. Aku fikir dia akan lebih hancur, Will”
Suara pintu terbuka bersamaan dengan suara Rey mengucapkan selamat pagi memecah keheningan yang tercipta selama beberapa detik.

“Ayo kita sarapan"

--------

Selamat malammmmm.
Maaf kemarin nggak jadi update karena lupa 😂😂

Semoga kalian suka.
Happy reading and Enjoyyyyy

BRIANA ✔Where stories live. Discover now