9. Jawaban

6.7K 574 14
                                    


Malam ini di sebuah kafe yang sedikit ramai, sesuai janji Tifa akan memberikan jawaban.

"Jujur dari dulu aku suka sama kamu, Nan, tapi setelah aku tau fakta itu, aku gak bisa menerimanya. Maaf ... Aku gak bisa menikah denganmu." Runtuh sudah pertahanan Tifa. Air matanya mengalir pelan.

"Semoga kita bisa menemukan orang yang tepat di waktu yang tepat, mungkin kita hanya ditakdirkan untuk saling mengenal bukan saling memiliki."

Deva yang kaget dengan jawaban itu langsung merangkul tubuh Tifa.

"Terima kasih sudah mencintaiku," ucap Tifa sambil menahan rasa perih yang kian merambat di hatinya.

Adnan hanya diam seperti tak punya keberanian untuk berbicara. Tatapannya kian penuh luka, nampak banyak beban di sana. Sepertinya dia telah menyakiti hati banyak orang. Berdosa, itu yang dirasakannya. Inilah hasil dari masa lalunya yang liar.

"Makasih jawabannya." Adnan bangkit mendorong kursinya. Permisi, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Kepergian Adnan membuat tangis Tifa pecah saat itu juga. "Deva, hiks ... Sebenarnya jauh di dalam hatiku mau menerima Adnan, tapi saat aku menceritakan apa yang pernah Adnan lakukan, orang tuaku menolak dengan keras, aku gak bisa melawan, hiks."

"Tifa, jangan nangis, ya, lebih baik kita pulang sekarang."

***

"Perasaan Tifa pasti sakit."

"Ya mau gimana lagi, Adnan juga pasti belum bisa menerima semuanya."

"Kita harus gimana?"

"Kita gak bisa ngelakuin apa-apa, Va, tapi kita punya Allah dan punya doa untuk minta. Kita doain aja yang terbaik untuk mereka."

Hening sesaat. Rasanya damai sekali saat mendengar kata itu.

"Va."

"Ya?"

Devano menggenggam erat tangan mungil itu. "Makasih ya, aku sangat bersyukur karena Allah telah menyatukan kita."

Senyum manis terukir di bibir tipis Deva.

"Besok ada kegiatan?"

"Paling ngajarin anak-anak ngaji."

"Ada waktu buat nemenin aku latihan?"

"Tumben minta ditemenin?"

"Sekali-kali, emangnya gak boleh?"

"In shaa Allah, bakal ditemenin."

"Pasti bukan liat permainannya tapi liat orang yang pake jersey nomor 12."

Deva memukul lengan Devano tapi lelaki itu malah terkekeh.

"Va."

"Iya?"

Selalu begitu lembut, sopan, membuat Devano semakin mencintai wanita ini. "Perusahaan Papa hampir bangkrut sedangkan aku sama sekali gak tau bagaimana agar perusahaan itu tetap berjalan. Sebelum aku berangkat ke Thailand, temenin aku untuk menjalankan perusahaan itu lagi, kamu mau, kan?"

"Aku akan melakukannya semampu yang aku bisa."

"Kamu memang benar-benar baik, Va, selalu ngebuat hatiku adem."

"Kok gombal?"

"Aku gak pandai gombal, itu sama sekali bukan bidangku."

"Iya, bidangmu tu main bola, nendang bola, lari kesana-kemari ngejar bola."

"Pinter banget istri Devano."

Ucapan itu datar namun terkesan manis bagi Deva. "Besok mau dimasakin apa?"

Jangan lupa bersyukur hari ini😉.
Jangan lupa baca Al-Qur'an hari ini ya❤.

DEVANO 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang