"Ya lo jangan percaya banget kali, Gi"

"Masa iya Chimin bohong" aku menunduk lesu. Tidak mungkinkan Jimin berbohong padaku(?)

"Tenang Gi, gue akan bantu lo nyari tahu kebenarannya" Joy mengusap lembut pundaku.

"Dan gue juga ngga akan ngomong ke siapa-siapa" lanjutnya, aku membalasnya dengan senyuman.

Tak lama Irene dan Wendy datang dengan makananya.

Setelah cukup mengisi perus dengan cemilan, kamipun kembali ke kelas.

***

Kringgg....

Terdengan bel istirahat di seluruh penjuru sekolah.

"Guys, gue ke ruang bk dulu ya
kalian duluan ke kantin aja" ucap Joy sambil melangkah keluar kelas. Kami bertiga hanya mengangguk.

"Ren, anterin gue ke toilet yuk" ucap Wendy yang sudah berdiri disamping mejaku dan Irene.

"Ah, manja lo" ucap Irene ketus.

"Cepet, gue udah ngga tahan nih" Wendy berkelinjatan tak karuan.

"Ya udah cepet,
lo ikut ngga Gi?" merasa dipanggil, akupun menengok dan menggeleng.

"Gue mau ke kelas Chimin dulu" Irene mengangguk dan beranjak dari duduknya.

"Ayo cepet," Wendy menarik paksa Irene keluar.

Akupun melangkah keluar kelas dengan membawa Tupperware yang berisikan sandwich, seperti biasa. Berjalan menuju kelas Jimin.

"Eh, Gi" itu suara Taehyung, aku berpapasan dengannya dan Suga.

"Lo mau nyamperin Jimin?" tanyanya. Aku hanya mengagguk.

"Dia ngga ada di kelas, malah ngga masuk dari jam pertama" aku mengerutkan kening.

"Trus lo tahu dia kemana?" Taehyung dan Suga hanya menggeleng.

"Ya udah gue duluan, makasih infonya" mereka mengangguk dan tersenyum.

Aku melanjutkan langkahku menyusuri penjuru sekolah. Mencari dimana keberadaan lelaki kesayanganku.

Dan sekarang aku berdiri mematung di ujung koridor kelas 12, tepat diblakang sekolah. Menatap nanar lelaki yang ku cari sejak tadi yang sedang tertawa bahagia dengan seorang perempuan. Mereka duduk tepat di bangku yang beberapa hari lalu ku dapati Jimin sedang dirangkul mesra oleh kakak kelasku.

Ada rasa tidak nyaman dalam di hatiku saat melihatnya. Entahlah, aku tidak pernah melihat Jimin sebahagia ini. Tertawa lepas, yang bahkan aku tak pernah bisa menciptakan senyuman di bibir tebalnya itu. Bukan karna aku tak bahagia melihatnya bahagia, tapi mengetahui alasan dia bahagia bukanlah aku. Sungguh ini sangat menyakitkan

Dan perempuan itu, dia perempuan yang berpapasan denganku pagi tadi.

"Bukankah dia murid baru ya?" batinku.

"Sedang apa dia bersama Chimin?"

Setelah semua yang kupikirkan malah membuatku semakin gelisah. Akhirnya, aku memeberanikan diri untuk mendekat.

"Chim..." panggilku lirih. Mereka yang sedang tertawapun akhirnya berhenti, dan beralih menatapku.

Aku tersenyum lalu duduk disebelah kanan Jimin dan perempuan itu disebelah kiri Jimin.

"Oh, kamu udah makan ya?
aku padahal bawa bekel buat kamu" ucapku saat melihat bekas tempat makan yang sudah habis di meja.

"Dia siapa?" tanya perempuan itu yang memang sedari tadi menatapku bingung.

"Aku pa--"

"Dia temenku" ucapan Jimin sontak membuatku kaget.

"Ya udah, ayo aku anterin kamu ke kelas" Jimin menarik tangan perempuan itu menjauh, meninggalkanku sendiri dengan semua pertanyaan yang terputar dalam otaku.

Apa maksudnya itu? Jimin bilang aku adalah temannya? lalu dia anggap apa hubungan kita selama dua tahun ini?
Dan perempuan itu? dia siapa? bukankah dia anak baru itu? kenapa dia bersama Jimin? dan kenapa perempuan itu bisa sangat mudah membuat Jimin terlihat sangat bahagia?

Aku membiarkan butiran bening yang sudah kutahan sejak tadi meluncur deras dari kedua metaku. Membiarkan semua mengalir dengan semua asumsi dalam hatiku.

***

Gue ngga tahu ini bikin greget kalian apa ngga?😭
gue harap kalian bisa merasakan menjadi Seulgi
dia kurang baik apa sama Jimin ya Tuhan😭😭😭😭

please Vomment😍

Can You Love Me Jimin? | SEULMINWhere stories live. Discover now