Kembali

740 29 3
                                    

"Masa lalu dan manusia di dalamnya akan tetap ada, meskipun kita pura pura lupa"

Hari ini adalah hari pertama Aletta masuk sekolah lagi sejak libur panjangnya, namun merupakan hari ke delapan bagi teman-temannya yang lain. Sebut saja ia badung. Aletta memang ratunya terlambat dan tukang cari masalah. Sekolah baginya nomor tiga, setelah karirnya sebagai model dan tim cheerleadersnya.

Ia membereskan buku - buku di meja kemudian memasukkanya ke dalam tas. Ia masih sempat menata rambutnya dengan santai padahal ia tahu bel masuk sekolah berdering dua puluh menit lagi. Aletta tertawa kencang sesaat setelah membuka notifikasi di ponselnya dari chat Angel. Gadis itu mengirimkan foto-foto anak baru yang disebut-sebut mirip Alfa itu. Angel berceloteh tentang usahanya mengambil foto anak baru itu diam-diam bagaikan paparazi handal. Tapi kenyataannya... foto yang ia kirim semuanya blur, dan semuanya diambil dari sisi belakang. Dasar Angel bodoh.

Aletta bergegas turun, mempercepat langkahnya untuk mengambil sehelai roti untuk ia makan di perjalanan. Ia melirik sebentar meja makan yang kosong itu. Seperti biasa, hanya ada secarik sticky note yang tertempel di di piring yang membuatnya tersenyum sinis.

Pagi...!!!!

Selamat makan adik gue tersayang,

Sori nih nggak bisa nemenin makan, abang ada meeting pagi buta.

Makan yang banyak ya, jangan marah-marah!

-Abang Ganteng-

Aletta mengabaikan pesan itu, kemudian bergegas menghampiri mobilnya. Jangan marah marah kata abangnya. Baiklah, ia tidak sedang ingin marah marah hari ini. Aletta ingin jadi anak manis. Setidaknya jika situasi mendukung.

*****

Mikha memarkir motornya, kemudian berjalan santai di koridor sekolah yang masih sepi. Sejak pertama kali masuk di sekolah barunya, kali ini ia sengaja berangkat sepagi ini. Selain karena ingin, ia juga sedang menghindari tatapan aneh murid-murid terhadapnya yang sampai dengan saat ini ia tidak tau apa sebabnya. Ia masih belum genap dua minggu di sekolah ini. Namun, harus menerima perbuatan tidak menyenangkan dari teman-temannya itu.

Sebenarnya hanya gangguan kecil berupa tatapan terkejut atau semacamnya, selebihnya semua orang disini bersikap wajar. Namun perasaan tidak nyaman menjadi pusat perhatian memang menjadi masalah bagi Mikha sejak dulu. Seorang introvert akut sepertinya tidak bisa mentoleransi hal-hal seperti ini.

Mikha, adalah murid biasa yang ingin menjalani kehidupan remajanya dengan biasa biasa saja. Di saat remaja seusianya sedang giat mencari popularitas, dirinya sangat menghindari hal itu. Termasuk ketika ia pindah sekolah, ia hanya ingin belajar dengan tenang, menjauhi hingar bingar kehidupan anak-anak gaul Jakarta, lulus sekolah, diterima di Universitas terbaik, kemudian bekerja. Ia adalah manusia paling logis dan lurus, untuk ukuran remaja seusianya. Terlepas dari apa yang orang lain pikirkan terhadapnya, Mikha tidak ingin ambil pusing. Ia hanya perlu bersikap wajar dengan orang-orang di sekolah barunya, menghindari konflik, lalu belajar dengan benar. Semua akan baik baik saja. Setidaknya, itu yang ia pikirkan.

Ia memasuki ruang kelas yang sudah dingin oleh udara AC, yang diperparah dengan gerimis hujan kecil-kecil yang muncul setelahnya. Refleks ia mengeluarkan jamper biru tua miliknya dari dalam tas dan memakainya cepat. Belum sempat ia menutup resleting tasnya kembali, seorang anak perempuan menjerit histeris melihatnya. Lagi

"Ssori Mikh, gue kira lo... gue kira lo Alfa. Mirip banget pas lo pake itu.." Meta menjelaskan dengan gelagapan sambil menunjuk pakaian Mikha saat ini. Sedangkan laki laki itu diam terpaku di tempanya, jengah dengan semua perlakukan yang ditujukan padanya.

A Perfect FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang