Thirty Four

238 36 0
                                    

-[⚠] trigger warning, sensitive isseus
-longer chapter than usual


"Self-harm. Ini cukup berbahaya. Dia tertekan setelah ayahnya meninggal dan dia mulai diminta menjadi penerus. Dia menolak tentu saja. Dia pembangkang sejak lama." Tutur Chungha.

Chungha memberikan segelas teh herbal. Mereka duduk diruang tv dengan pintu kamar Rani yang terbuka. Pemiliknya tengah tertidur nyaman disana.

"Dia punya saudara kembar. Namanya Jennie Kim. Kakak kembar, tidak identik. Sejak kecil Jennie selalu diperhatikan lebih. Sebab Jennie kecil sakit. Dia menderita disleksia, penyakit gangguan saraf pada otak yang menyerang anak yang lahir prematur atau kekurangan oksigen pada otak saat lahir. Itulah mengapa Jennie selalu diperhatikan lebih oleh orang tuanya."

"Mereka lahir prematur?"

Chungha mengangguk membenarkan.

"Kondisi ibu mereka sehat saat harus melahirkan keduanya diusia 7 bulan. Rani baik-baik saja. Tapi Jennie terpaksa memiliki disleksia."

"Seluruh perhatian orang tua mereka akhirnya tersedot hanya untuk Jennie. Sekeras apapun Rani mencoba, sebaik apapun pencapaian nya, dia tidak akan mendapat penghargaan sebaik orang tuanya menghargai hasil membaca Jennie."

"Meski selalu mencoba mengerti, rasa cemburu itu tetap datang. Hingga akhirnya Rani menyerah. Dia dituntut untuk menjadi nomor satu dan membanggakan keluarga sebab ia satu-satunya pewaris, tapi usahanya tidak pernah dihargai sedemikian rupa."

"Rani mulai keluar. Bergaul dengan anak-anak nakal. Clubbing setiap malam, balapan liar, membolos kuliah, membuat kekacauan. Dan puncaknya saat dia tertangkap polisi berpesta dikamar hotel bersama teman-teman nya. Mereka semua mabuk berat saat ditemukan."


"Rani memiliki tato disepanjang perut, -'hingga sekarang'. Ingin dihapusnya tapi aku melarang."

"Kenapa?" Potong Ten.

"Alibi, dia hanya ingin menyakiti dirinya lebih banyak lagi."




"Saat tuan Kim tahu, beliau shock berat. Ayahnya meninggal sehari setelah membebaskan Rani dari penjara, serangan jantung." Sambung Chungha.

"Kemudian ibu dan kakak nya meninggal saat terjadi perampokan dirumah mereka, sebulan setelah pemakaman tuan Kim. Ibunya melindungi kedua anaknya. Sedangkan sang kakak, Jennie, mendorong Rani dari jendela kamar sebelum ditembak mati dikepala. Rani selamat setelah mendatangi kantor polisi terdekat."

"Sayangnya tidak ada keluarga yang mau menerima Rani. Dia dianggap aib, dianggap penyebab meninggalnya keluarga nya sendiri. Seperti bom waktu, menerima Rani hanya mengundang kesialan. Maka, setelah membayar seluruh gaji karyawan dan hutang perusahaan, Rani menutup usaha ayahnya dan hidup sendiri disini."

Gadis itu menerawang sepanjang ceritanya pada Ten yang menyimak seksama.

"Kami berteman sejak kecil. Aku menyesal meninggalkan nya pindah sejak kami lulus SMP. Tapi aku kembali, bertemu dengan nya sekarang, dan berjanji tetap bersamanya walau seluruh dunia berpaling."

Chungha menghela nafas berat sebelum menatap lamat kedua bola mata Ten.


"Ten, dia menyesali hidupnya dan membenci dirinya. Saat menemukan dirimu, aku hanya berpikir dia bisa setidak nya bahagia. Dia telah menggunakan sisa hidupnya untuk berbuat kebaikan dan menebus dosa. Tapi semua seolah tidak cukup. Dia tetap mati rasa."

"Dia akan hilang kendali, menghantam tubuh nya dengan apapun atau menggoresnya, demi mengenyahkan kebas dan setidaknya merasa hidup sebab masih bernafas."
















"Dia merasa tidak pantas akan apapun didunia."

Sepelik itu hidupnya, tapi tetap saja dia berusaha membantu orang lain. Tersenyum pada siapa saja seolah dia orang paling bahagia didunia.

Hachiko -Ten✔Where stories live. Discover now