Chapter 2

73 23 2
                                    

—————————
Ada Yang Hilang
—————————

Sudah satu minggu Jessica tak pernah ada kabar lagi. Meskipun kami satu kelas, hanya terpisah beberapa baris meja, aku tak pernah dekat lagi semenjak ia punya teman-teman baru. Dia memang mudah bergaul, asyik pula saat diajak berbincang-bincang, mungkin itu salah satu faktor kenapa ia begitu cepat menemukan teman baru.

Untuk sekadar senyum sapa, selalu kami lakukan. Tapi untuk teman bermain, aku merasa canggung jika berteman dengan perempuan, apalagi ini seorang perempuan yang cantik meski bermata empat. Aku lebih memilih berteman dengan Bagas, teman paling konyol yang setia sejak kelas 10.

Pagi ini, udara sangat dingin. Embusan angin kencang membuatku terpaksa memakai sweter ke sekolah. Cuaca di akhir bulan Agustus memang selalu berubah-ubah. Kadang kemarau, kadang lembap, kadang juga dingin bak di benua Antartika.

Berjalan seorang diri menuju sekolah sudah menjadi kebiasaanku sejak pertama masuk. Karena jarak dari rumah ke sekolah tidak terlalu jauh, itu sebabnya aku enggan untuk memakai kendaraan bermotor.

Sekitar 15 menit dari rumah, aku sudah sampai di halaman sekolah. Seperti sekolah pada umumnya, seluruh penjuru halaman sekolah sudah dipadati oleh perkumpulan anak sekadar bergosip atau bercerita, dan kebanyakan itu semua perempuan. Sedangkan laki-laki, lebih banyak diam di toilet atau kantin, ada juga di belakang gedung sekolah untuk merokok.

Di tengah-tengah keramaian itulah aku seolah merasa kesepian, tak punya teman jika Bagas belum datang ke sekolah, seperti buih di tengah-tengah lautan yang terasing.

Aku memandang ke setiap penjuru kelas hingga koridor mencari tempat yang sekiranya bisa bersantai menunggu Bagas tiba. Beberapa detik kemudian, mataku tertuju pada sebuah tangga yang menghubungkan lantai satu ke lantai dua. Tanpa pikir panjang, aku mulai melangkahkan kaki menuju tangga dan duduk di antara anak tangga itu.

Sembari menunggu Bagas datang, aku membuka tas dan memilih buku yang hendak kubaca. Perlahan tapi pasti, aku larut dalam tulisan buku yang dipegang oleh kedua tangan.

"Angga!"

Aku menoleh ke arah suara tersebut. Suara yang berasal dari depan, seorang perempuan berjalan dengan langkah ceria.

"Ada apa?" tanyaku apatis kemudian fokus lagi membaca buku.

"Kamu ke mana aja?" Ia bertanya balik, lalu duduk di sampingku.

Agak sedikit risi memang. Tapi mau bagaimanapun, aku harus bisa bersikap tenang seolah tak ada rasa apa-apa jika berhadapan dengan perempuan. "Aku ada aja. Kamu sendiri sudah kenal sama lingkungan sekolah ini?"

"Sudah, kok. Terima kasih, ya," ucapnya sembari senyum manis.

"Terima kasih?" Aku keheranan. "Buat apa?"

Belum terlalu lama kami berbincang-bincang, dari arah depan sudah ada yang memanggil Jessica. Dengan kecut aku hanya melemparkan senyum dan membiarkan ia main di habitatnya, dengan perempuan yang sama. Aku pun membaca buku seorang diri kembali, menunggu Bagas yang kunjung terlihat, membuatku semakin merasa sangat kebosanan. Puncaknya, aku memasuki kelas lebih dahulu.

Suasana kelas begitu riuh seperti pasar yang sedang melakukan transaksi jual-beli, bedanya di sini bukan transaksi jual-beli, melainkan transaksi tugas rumah yang belum mereka kerjakan. Untung saja aku sudah menyelesaikan hari itu juga selepas pulang sekolah.

"Angga!"

Aku menoleh ke arah pintu, suaranya bising memekakkan telinga. "Apa?"

Bagas berjalan menghampiriku. "Tumben sudah duluan ke sekolah."

Pesan Dari Surga [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang