Chapter 13

37 8 0
                                    

—————————————
Rabu Kelabu
—————————————

Dua hari sebelum deadline berakhir, aku sudah menyelesaikan semua tulisan-tulisanku tentang kebangsaan. Setelah di-print out dan dijilid dengan rapi, tak lupa aku menyertakan sampul yang menarik.

Aku tak ingin memberitakan ini kepada Jessica dan Bagas. Biarlah aku sendiri dulu yang tahu dan berjuang sampai hasilnya memuaskan, lalu mengabari mereka.

Sebuah sampul biru yang terjilid rapi berada di dalam tasku. Bagai dokumen rahasia, selalu aku membawa tasnya ke mana-mana meski saat beristirahat sekali pun.

"Kamu kenapa sih bawa-bawa tas mulu?" Jessica menatapku tajam. Sorot matanya seolah curiga dengan tingkah lakuku yang tak lazim.

"Tau nih, Angga ... nggak biasanya juga kamu bawa-bawa tas." Kini Bagas bergantian dengan Jessica menatapku.

Aku mengalihkan pandangan mereka, menatap sebuah makanan yang tersaji di meja kantin lalu melahapnya.

"Ga ...." Matanya menyelinap mencari pandanganku. Aku tak berani menatapnya.

"Ga!" hardik Bagas lagi.

Sherly membelaku, ia menenangkan Jessica dan Bagas yang benar-benar penasaran. "Sudah Gas, Jess, mending makan dulu. Kasihan tuh makanan dianggurin."

Aku menghela napas sesaat, sedikit bahagia karena mereka tak lagi mencerca pertanyaan-pertanyaan konyol. Akhirnya kami menikmati jam istirahat dengan tenang.

Lama kami terdiam dan berkutat pada pikiran masing-masing. Sesekali mata kami berempat saling memandang sambil mengunyah satu porsi siomay yang belum juga habis.

Suasana kantin yang ramai dilalui oleh siswa seolah sepi ketika kami berempat hanya diam membisu.

"Pengumpulan berkas menulis sampai kapan?" Aku memecah keheningan. "Aku belum menyiapkan tulisan-tulisannya. Cuma khayalan kata di pikiran aja."

"Serius? Batas akhir pengiriman nanti hari Jumat. Hari Sabtunya ditutup." Jessica tampak tegang. Ia menghentikan kunyahannya sesaat lalu dadanya tegak bagai singa yang siap menerkam. "Kamu serius enggak sih mau ikut lomba?"

Senyum kecut segera kulemparkan pada mereka. Menambah kesan seram pada pikiran mereka.

"Angga, ih!" Sherly yang tadi membelaku juga kini berbalik kesal.

"Kalian kenapa, sih?" tanyaku dengan lugu.

"Kamu bener-bener mau ikutan lomba gak? Ayo dong tulis, keburu ditutup pengiriman naskahnya," gerutu Jessica tanpa rem, "Percuma daftar kalau enggak ngirim."

***

Selepas pulang sekolah, aku langsung menuju rumah untuk mengambil sepeda motor. Ditancap gas menuju gedung kesenian tingkat kota, tempat di mana perlombaan itu digelar.

Sebuah pemandangan yang tak biasa, di mana tempat itu kini tak seramai pendaftaran. Kini sepi senyap, hanya ada beberapa petugas yang berjaga.

"Permisi," ucapku sambil membukungkukkan badan.

Dengan ramah petugas itu menjawab salamku, "Ada keperluan apa, Dik?"

"Ini, Bu ... saya mau memberikan berkas buat keikut-sertaan di lomba menulis." Aku mengeluarkan sampul biru yang sejak tadi pagi berada di dalam tas punggung.

"Atas nama siapa?" Petugas itu bertanya lagi.

"Angga, Bu."

Setelah menerima berkasku, aku disediakan formulir lagi yang kedua kalinya. Tetapi kali ini berbeda, kolom-kolom jawaban tersedia hanya tentang nama pengarang dan judul ceritanya saja.

Tidak lama, semua pertanyaan di formulir itu telah aku selesaikan. Dalam hitungan detik aku mengembalikannya lagi.

Beberapa saat kemudian, aku berbalik menuju rumah. Namun di tengah perjalanan, aku berpikir terlalu dini jika harus menghabiskan sisa soreku hanya di rumah saja, lebih baik menghabiskan waktu di luar rumah.

Sebuah tugu besar di tepian jalan membuatku semakin berpikir dua kali untuk pulang ke rumah lebih cepat.

Rasa penasaranku membuat tangan ini memasuki jalan yang diapit dua tugu besar itu.  Perlahan namun pasti aku menyusuri jalan beraspal tersebut.

Berhenti tepat di pinggir jalan, di depan rumah yang dipagari oleh besi-besi kokoh. Aku mematikan mesin motor, lalu turun dan memencet bel yang tersedia di samping pagar.

Seorang perempuan setengah baya membukakan pintu. Sedikit kesal juga karena terlalu lama menunggu pintu terbuka.

"Mas Angga, ya?"

"Iya, Bu." Aku menyalami beliau. "Jessicanya aja?"

"Ada kok, Mas. Non Jessica lagi di dalam aja sendirian. Mari masuk!" perintahnya dengan aksen Jawa yang medok.

Aku memasuki halaman rumah yang besar itu. Memperhatikan sudut demi sudut. Di taman belakang, telihat seorang perempuan yang sedang asyik berayun-ayun. Rambutnya terurai tertiup embusan angin.

"Eheem ...."

Ia terperanjat mendengar dehamanku dari belakang. Sontak ia melihat ke arahku. "Angga? Kapan datang?"

"Barusan aja kok," jawabku. "Aku ganggu kamu yang lagi santai, ya?"

"Enggak kok, aku cuma kesepian aja gak punya temen kalo di rumah."

"Kamu kan bisa main ke rumahku, atau main ke rumah Sherly."

Tiba-tiba saja raut wajah Jessica berubah. Aku tak tahu apa yang salah dari perkataanku barusan.

"Kamu baik-baik aja?" Aku memastikan keadaannya.

Ia hanya mengangguk, lalu bangkit dari ayunan. Langkah kakinya berjalan menjauhiku. Aku pun mengikutinya dari belakang.

"Beginilah nasib anak tunggal. Sendirian di rumah, enggak ada temen curhat, enggak punya temen ribut. Sementara mama sama papa sibuk kerja, aku terabaikan."

"Sorry," ucapku iba mendengar keluhan dari Jessica.

Wajar saja, aku pun memaklumi kesendiriannya di tengah-tengah rumah besar.

"Oh, iya ... kamu habis dari mana, Ga?"

"Aku--" Aku terhenti sejenak sambil mencari jawaban. "Sengaja dari rumah main ke sini."

"Tumben banget. Biasanya kalau ada tugas sekolah aja main ke sini," sindir Jessica menatapku sinis. "Mau minum apa?"

"Nggak usah deh." Aku menolak tawaran Jessica. "Sebenernya kebetulan lewat sini aja, makanya aku mampir."

"Tuh, kan ... kebiasaan banget main ke sini kalo lewat atau pas perlunya doang."

"Sorry, deh. Kalau sengaja main ke sini, takutnya ada gosip di sekolahan."

"Apa sih, Angga, ih."

Aku bahagia melihat senyuman Jessica yang kembali hadir. Aku tak tahu sampai kapan aku bisa membuatnya tertawa, namun sampai saat ini aku bersyukur bisa membuatnya ceria di tengah-tengah pilu yang melandanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pesan Dari Surga [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang