From Satellite

2.8K 557 228
                                    

From Satellite - Stereocase

---

Gendis menyerah untuk berpura-pura menghadapi Rasio seperti biasanya ketika ada beberapa hal yang sudah terkuak di depan matanya. Mungkin belum semua, tapi sebagian besar sudah ia ketahui dan tidak perlu bukti banyak untuk menyadari Rasio tidak seperti yang diharapkannya.

Gendis merasa tidak perlu menerka apapun lagi maupun mengelaborasikan semuanya. Terlalu banyak asumsi hanya membuatnya semakin kepikiran. Padahal ia sudah bertekad untuk menyudahi urusannya dengan Rasio dan juga Gara. Tidak main-main, menyudahi urusan dengan Rasio artinya mengakhiri hubungan mereka.

Yang ternyata tidak disetujui oleh Rasio. Sesuai praduganya.

"Maksud kamu apa?" Rasio bertanya. Tatapannya menghujam netra Gendis. "Udahan? Udahan dalam artian apa?"

Gendis menarik napas pelan, menolak terpancing oleh nada tak setuju Rasio. "Udahan, Yo. Aku pengen kita nggak ada hubungan apa-apa lagi," konfirmasinya sekali lagi.

Bukan main kentaranya perubahan pada raut wajah Rasio. Wajah yang selalu tenang dan tak terusik itu tiba-tiba menjelma menjadi wajah yang selalu ia berikan pada Gara. Tak terkendali, penuh amarah, dan terancam.

"Nggak bisa sepihak, Dis," Rasio menyahut cepat. "Keputusan kayak gini nggak bisa sepihak."

"Emang nggak bakal pernah ada dua pihak dalam keputusan kayak gini. Ini keputusan aku sendiri dan aku minta kamu ngerti keadaannya."

"Keadaan gimana, Gendis?" nada bicara Rasio meninggi.

"Keadaan kayak gini," tegas Gendis sembari menimbang-nimbang perlukah ia paparkan semuanya pada Rasio. Wajar jika cowok itu meledak-ledak, Gendis mengajaknya bertemu setelah lama saling tak memberi kabar hanya untuk menyudahi hubungan mereka.

"Aku salah apa ke kamu?" tanya Rasio. Gendis mendapati ada sekelebat intonasi yang menunjukkan cowok itu tak ingin disalahkan, sangat berkebalikan dengan pertanyaan yang diajukannya.

"Nggak ada, kamu nggak punya salah apapun ke aku," Gendis menjawab datar.

"Terus masalah kita apa?"

"Kamu mau aku jujur kenapa aku tiba-tiba minta kita putus?" Gendis menantang.

"Silakan."

Gara," Gendis tak gentar menyebutkan nama itu di depan mata Rasio.

Rasio membanting punggungnya ke sandaran kursi dan menarik napas kasar. "Kenapa lagi? Gara ngomong apalagi ke kamu?" tanyanya gusar.

"Nggak ada. Gara nggak ngomong apa-apa ke aku," tampaknya Rasio harus disadarkan bahwa ini bukan masalah adanya orang ketiga atau bukan, melainkan tentang semua perlakuan buruk Rasio pada saudaranya sendiri yang akhirnya perlahan-lahan terkuak.

"Terus ngapain kamu bawa-bawa Gara lagi? Buat apa, Dis? Apa hubungannya kita sama dia?"

"Aku udah tau semua yang kamu lakuin ke Gara, Yo. Telat emang. Tapi lebih baik telat daripada aku ngelanjutin hubungan sama orang yang udah bikin Gara pergi dari rumah."

Rasio menggeleng-geleng dan mendengus, belum mau mengakui tuduhan Gendis.

Oh, kasihan Rasio, lupa bahwa beberapa minggu lalu pasca bertengkar hebat dengan Gara di studio, ia dengan terang-terangan memaki saudaranya sendiri di depan mata Gendis. Mencoba untuk tetap berada di pihak Rasio, tadinya Gendis tak mau mendengarkan rutukan-rutukannya. Tapi setelah melihat betapa besar kebencian Rasio pada Gara, hati kecilnya yang selalu membela Gara pada setiap situasi, dan mengingat betapa ketakutanya Gara setiap hal tentang Rasio disodorkan padanya, Gendis akhirnya menyadari di pihak siapa ia harus berdiri.

FrouWhere stories live. Discover now