Light Inside

7.9K 966 77
                                    

Light Inside - My Violaine Morning

Gara paling suka menghabiskan waktu bersama Papa di malam hari, karena Papa benar-benar menjalankan tugasnya sebagai ayah di jam-jam tersebut. Tiga perempat dari 24 jam Papa digunakannya untuk bekerja. Sisanya, yang biasanya dimulai tengah malam, digunakannya untuk menemani anak laki-lakinya tersebut. 

Seperti sekarang ketika Gara dan Papa duduk bersisian di ruang tengah dan menonton film yang baru saja didownload Gara.

Gara melirik Papa ketika film akhirnya selesai. Pria itu tampak terkantuk-kantuk, tapi berusaha keras untuk terjaga hingga film tersebut mencapai akhir. Gara tersenyum lalu menepuk paha Papa.

"Tidur, Pa?" tanyanya.

Papa menoleh dan menggeleng. "Papa mau sortir data dulu sebentar."

Gara segera melirik jam dinding. "Pa, ini udah jam 1. Papa istirahat aja."

"Masih jam satu kali maksud kamu? Papa nanti tidurnya jam 3an," Papa tertawa kecil.

"Pa," Gara tak balas tertawa. "Liat kantong mata Papa, bisa buat naro receh tuh. Papa kenapa susah banget buat istirahat, sih?"

"Yah Papa diserang Gara lagi," Papa menepuk-nepuk lutut anaknya. "Udah kayak Yura aja kamu," pria itu menyebutkan anak sulungnya.

"Kalo Gara nggak kayak Kak Yura, siapa lagi yang ngingetin Papa?"

"Hus, kamu kok malah jadi serius?"

Gara menghela napas. "Papa yang mulai."

Belum sempat Papa membalas, ponsel Gara yang tergeletak di atas meja berkedip-kedip. Gara segera meraih benda tersebut dan membaca nama yang tertera disana.

"Gendis, Pa," lapor Gara singkat sebelum beranjak dari sofa menuju ruang tamu. Papa mengangguk paham.

Gendis menelepon tengah malam lagi. Perasaan Gara mendadak tak enak. Apa Gendis mimpi buruk lagi?

"Iya, Dis? Lo nggak apa-apa?" 

Pertanyaan itu akhir-akhir ini menjadi pertanyaan pembuka yang selalu Gara ajukan setiap Gendis meneleponnya tengah malam. Dia terdiam selagi mendengarkan suara Gendis. Beberapa detik kemudian raut wajahnya mengeras.

"Gue kesana sekarang, ya? Lo tutup teleponnya, gue yang nelepon balik. Kita teleponan terus sampe gue ke kosan lo. Oke?" Gara berderap kembali ke ruang tengah tempat dimana Papa memandangnya penuh tanda tanya.

Gara menutup ponsel dengan telapak tangannya lalu berbicara pada pria itu. "Gendis, Pa. Gara mau ke kosan Gendis sekarang."

"Dia kenapa, Gar?"

"Mimpi buruk lagi." Gara tak perlu melanjutkan penjelasannya. Papa sudah mendengar cerita dari anaknya tentang perempuan bernama Gendis Jingga ini, termasuk cerita keluarganya yang bermuara pada cerita tentang mimpi buruknya.

"Iya, iya, kamu cepet kesana. Takut Gendis kenapa-napa."

Gara mengangguk dan menyambar kunci motor di atas meja. "Gara berangkat, Pa."

Menit selanjutnya Gara mendapati dirinya sudah memacu motornya dengan kecepatan tinggi menuju kosan Gendis. Dibalik helm, ponselnya terhimpit di telinga. "Dis? Bentar, ya, gue bentar lagi nyampe," serunya berusaha mengalahkan deru angin.

Gendis masih menyahut, lalu tanpa ampun Gara memacu motornya lebih kencang.

Gara sampai di kosan Gendis beberapa menit kemudian. Seperti biasa, Gara memarkir motornya di depan pagar lalu mengetuk gembok dengan kasar untuk menarik perhatian satpam bangunan kos tersebut.

FrouWhere stories live. Discover now