Sepiring Kehilangan

8.8K 403 7
                                    

Pukul dua belas lebih empat, waktu gerimis sedang berisik-berisiknya dan tukang nasi goreng separuh menggigil, aku sedang menulis puisi ini. Ditemani piring kosong dan perut penuh, ternyata bahagia tidak pernah sederhana, Dria. Mereka rumit. Lebih rumit dari tangga nada Banda Neira yang bikin orgasme telinga.

Mungkin karena setelah tidak denganmu, euforia jantungku mandeg seketika. Kepalaku terasa terbakar meski mata-mataku sudah kuyup bukan main. Dan gemetar kulitku, terasa seperti tanah yang patah. Menggigil dan ganjil. Menangis dan terkikis. Terluka dan tak rela.

Tapi pergi saja, biar liarnya sayangku terhapus paksa. Biar rindu dan ngilu jadi bebanku seorang. Larilah yang jauh. Keluarlah kamu dari segala butuhku. Biar aku saja yang belajar selamat di tengah-tengah percakapan kita yang nyaris kiamat.

Sebab panggungku sudah roboh. Pertunjukanmu sudah usai. Dan persetan kekasihmu yang berlebihan tepuk tangan, aku marah. Aku marah. Marah karena segala sesuatu mengenai kamu, barangkali cuma skenario yang dibuat untuk tontonan. Untuk hiburan. Untuk lawakan yang selalu berhasil membuatku tertawa.

Nyaris sampai gila.

...

"Ketika berbicara juga sesulit diam,
Utarakan utarakan utarakan"--Banda Neira

Buku Baru Untuk Kekasih LamaWhere stories live. Discover now