21/02 || Kelas VII F

1.1K 346 96
                                    

Kelas VII F

Saat saya ditugaskan menjadi wali kelas murid kelas VII, saya sudah menduga hari-hari saya tidak akan lagi damai-damai saja.

Saya harus mengurusi 31 siswa yang masih membawa aura-aura bocah sekolah dasar dalam dirinya. Mungkin akan lebih baik jika 31 siswa itu adalah siswa unggulan yang punya banyak berprestasi, tapi siswa saya adalah siswa kelas VII F, kelas yang sengaja dibuat untuk mengelompokkan siswa-siswa yang sisi akademisnya kurang tapi isi sakunya tidak akan pernah kurang.

Awalnya saya pikir selama mereka anak yang baik, sopan, serta suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan, maka saya tidak akan begitu kewalahan, tinggal berusaha lebih keras saja untuk menemukan potensi mereka masing-masing dan membuat mereka merasa berharga walau bukan di kelas VII A.

Tapi ternyata kelakuan mereka semua terlalu ajaib. Tidak terhitung sudah berapa kali saya harus meminum panadol demi mengatasi pening akibat menghadapi mereka. Hampir tiap minggu saya menerima laporan protes guru dan siswa kelas lain tentang mereka.

Mulai dari laporan Ibu Yunda yang katanya saat mau duduk, kursinya ditarik oleh Johan sehingga dia terjatuh. Saat saya tanya mengapa Johan melakukan itu, dia dengan polosnya menjawab, "Soalnya pas ulangan IPA, Ibu Yunda kasih saya nilai 52 terus ngatain saya malas belajar, Bu. Yaudah, saya mau buktiin kalau saya itu sebenarnya rajin belajar. Jadi saya tarik kursi Bu Yundini biar dia tau kalau saya juga belajar teori gravitasi."

Saat itu saya hanya bisa mengembuskan napas mendengarnya.

Belum lagi laporan soal Irene yang memalak uang anak-anak perempuan dari kelas lain. Dari Irene, lagi-lagi saya harus menerima jawaban yang membuat pening.

"Abisnya mereka pada bilang kalau saya itu cantik doang, tapi otaknya kosong. Saya sih nggak masalah dipuji cantik, tapi kalau dikatain bego ya saya nggak terima dong, Bu. Udah saya jelasin tapi mereka tetap nyinyir. Makanya di depan mereka, saya kelihatan bego aja sekalian, saya malakin mereka kayak orang nggak punya otak beneran. Lumayan kan dapat duit jajan."

Saya melongo. Entah harus iba pada Irene yang diejek-ejek atau marah karena tindakannya yang tidak berbudi. Tapi pada akhirnya, saya hanya bisa memberi pemahaman dan memaksanya mengabaikan omongan orang yang tidak bermanfaat.

Lalu hari ini, sepertinya saya harus minum panadol lagi, sebab hal yang tidak terduga terjadi. Remi, siswa peraih rangking satu di kelas VII F dilaporkan melakukan tindakan pencurian, nama yang tidak pernah saya ekspektasikan akan melakukan tindakan yang melanggar peraturan, tapi sepertinya saya harus kecewa.

"Kenapa kamu mencuri uang Farhan, Remi?" tanya saya.

Remi terdiam cukup lama, terlihat berpikir. Tidak sabar, saya mengganti pertanyaan.

"Oke, kamu nggak usah jawab kalau nggak mau. Kita kembalikan saja uangnya Farhan terlebih dahulu, di mana uang Farhan sekarang?"

"Sudah habis buat beli gorengan, Bu, terus saya suruh Johan buat bagi ke teman-teman sekelas gorengannya."

Loh, tunggu tunggu....

"Jadi gorengan yang tadi Johan kasih ke ibu itu dari hasil uang curian?!"

Remi mengangkat bahu. "Barangkali."

Saya mengusap wajah frustrasi. Panadol mana panadol!

"Sebenarnya kenapa kamu mencuri, Remi?" tanya saya mulai pasrah.

"Ya abisnya ayahnya Farhan kan juga sering curi uang orangtua kami, Bu."

"Maksudnya?"

"Ayah Farhan kan koruptor."

Saya terkejut, tidak menyangka berita terkait ayah Farhan menyebar begitu cepat di kalangan pelajar SMP ini. Saya memperbaiki posisi duduk saya lalu menatap mata Remi baik-baik.

"Remi, yang mencuri uang orang tua kalian siapa, ayahnya Farhan atau Farhan?"

Remi diam sejenak. "Ayah Farhan."

"Jadi yang salah siapa? Ayahnya Farhan atau Farhan?"

"Ayah Farhan," jawab Remi pelan. Dia terlihat berpikir. Bagus, saya senang Remi mulai introspeksi, bagaimanapun dia adalah peraih rangking satu di kelas VII F, saya tahu dia sebenarnya cerdas.

Saya memberikan Remi senyum ketika dia mulai menatap saya. "Jadi kesimpulannya adalah?"

Remi tersenyum ceria, seperti menemukan pencerahan. "Saya harusnya curi uang ayah Farhan."

...

Terserah.

E N D

21/02/19

heran saya tuh, ide justru banyak bermunculan di saat harusnya saya fokus pada hal lain.

BelantaraWhere stories live. Discover now