[487] Dear, Loli

1.3K 364 68
                                    

DEAR, LOLI

========================

LEMBAR PERTAMA

========================

21 November 2018
Bulan hujan paling kusuka.

Dear, Loli.

Ini buku harian milik Uli yang diberi nama Loli.

Kenapa namanya Loli?

Karena aku suka sekali permen loli milkita, aku tumbuh hingga kini berusia 15 tahun dengan permen itu. Jadi, kuharap buku harian ini juga bisa menemaniku tumbuh dewasa hingga menjadi sutradara film kenamaan kelak, aamiin!

Sebenarnya aku tidak begitu suka menulis. Aku lebih suka menonton, main game, mengutak-atik kamera abang Lana diam-diam (walaupun kalau kepergok bakalan kena marah bang Lana huhuhu), intinya menulis itu membosankan.

Tapi mulai hari ini, aku memaksakan diri untuk menulis setiap malam di tubuh Loli agar kelak ada yang bisa dikenang dariku. Seperti orang-orang mengenang para pahlawan, tokoh berpengaruh dunia, dll—aku juga ingin dikenang begitu. Yah, tidak mesti seluruh dunia, sih, minimal keluarga dan orang-orang yang pernah bersinggungan denganku. Aku ingin dikenang sebagai Uli yang baik dan lovable. Hehehe.

Alasan terbesarku membeli Loli adalah karena belakangan aku sadar kematian itu ... tidak terduga tapi pasti.

Aku selalu merinding kalau kembali mengingat kejadian-kejadian mengerikan belakangan ini; gempa di Mataram, tsunami di Palu, pesawat Lion Air jatuh, semuanya begitu tidak terduga.

Di luar itu semua, baru-baru ini adik Papa meninggal—sangat tiba-tiba. Papa tidak menangis seperti Mama, tapi tiga hari setelah pemakaman, aku melihat Papa duduk di teras rumah seorang diri dua jam, melihat orang lalu-lalang dengan tatapan kosong.

Sahabat abang Lana, bang Ucan juga meninggal tiga bulan lalu. Dan itu pertama kalinya aku melihat bang Lana yang selalu marah dan rese berubah sedih dan mengurung diri di kamar seharian. Aku tahu dia menangis di kamarnya, karena begitu keluar, matanya bengkak.

Pun Mama yang hatinya lembut, tidak pernah tega mendengar kabar kematian, jadi Mama selalu ikutan menangis bahkan jika yang meninggal bukan keluarganya. Seperti Mama yang menangis untuk keluarga penumpang Lion Air, keluarga yang ditinggalkan di Mataram dan Palu.

Jadi begitulah, aku membeli Loli untuk jaga-jaga saja, barangkali besok aku mati. Jika benar, setidaknya Papa tidak perlu lagi duduk dengan tatapan kosong di teras. Bang Lana tidak mengurung dirinya dan menangis sepanjang hari di kamar. Serta Mama yang berhati lembut, bisa lebih kuat hatinya.

Dengan membaca Loli, setidaknya keluarga dan teman-temanku punya sesuatu yang bisa dikenang dariku. Sehingga mereka juga tahu bahwa sungguh aku menyayangi mereka semua. Dan kuharap itu bisa mengobati lukanya kalau-kalau aku mati mendadak.

Mungkin di lembar selanjutnya aku akan menulis surat cinta untuk Papa, Mama, Bang Lana, kerabat dekat dan sahabat-sahabatku, sebab aku cinta mereka semua♥♥♥

Baiklah, Loli, sekarang aku harus tidur, besok kamis dan ada ulangan Biologi huhuhu. Semoga hapalanku tadi tidak hilang.

Kamar Uli yang
paling nyaman.
21:43

========================

LEMBAR KEDUA

========================

22 November 2018
20:41

Hai, Loli.

Aku sebenarnya berharap yang menulisi lembar keduamu malam ini adalah pemilikmu, dan bukan aku, abangnya.

Tapi tak apa.

Katakan saja pada pemilikmu bahwa seharusnya dia tidak teledor meletakkan barangnya.

Mungkin dia sudah pusing mencarimu sekarang. Salah sendiri, masa buku harian ditaruh di dapur sih. Dasar bocah.

Eh, sudah dulu ya, Loli. Uli sudah teriak-teriak rusuh di luar mencari kamu. Kamu harus segera kukembalikan sebelum Uli ngomel berisik ke aku.

p.s
omong-omong, abang
juga sayang Uli, kok.

E N D

487 kata.

BelantaraWhere stories live. Discover now