34

1.7K 96 7
                                    

Saya kalut,
Hati saya memilih untuk kalut malam ini.

Setelah saya berpikir untuk kesekian kalinya, saya sadar.
Saya sadar saya tidak punya hak untuk merasakan sendu akan kepergian kamu.

Saya tidak berhak menahan kamu untuk pergi, karena sudah semestinya kamu pergi.

Tetapi saya tidak sebegitu egoisnya.
Saya memilih untuk diam.
Toh, dari semula, tujuan saya bukan untuk memiliki kamu.
Saya kira kamu hanya pemecah suasana hati saya. Saya kira, “Ah, hanya untuk beberapa bulan.”
Tapi tidak. Kamu bukan hanya sekadar beberapa bulan, kamu tidak sementara.
Dan di situ saya sadar, saya sudah jatuh.

Kalau kamu pergi seperti angin, yang hanya berlalu tanpa bekas, saya sudah rasakan angin tiap waktu.

Kalau kamu pergi seperti hujan, yang tanpa ritme dan tak tentu kapan hadir lagi, hujan sudah menjadi keseharian saya.

Saya tidak mau kamu hanya “sementara.”
Saya tidak tahan akan ketidakpastian.
Saya ragu saya tidak siap untuk menghadapi “sementara.”

Saya ingin kamu menjadi rutinitas saya.

Untuk menjadi matahari saya, yang terjadwal kapan datang dan kapan pergi. Untuk tidak pergi tanpa kembali, namun pergi dan akan kembali, pasti kembali.

Karena saya menghargai kehadiran kamu.

Saya kagum, tanpa sebab,
kehadiran kamu menenangkan saya.
Karena hati saya sudah jatuh memilih kamu;
seperti ia memilih untuk kalut malam ini, karena kamu.

—p.s

10 April 2019

ruang ilusi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang