19. For You It's Separation, For Me It's Waiting

Start from the beginning
                                    

“Aku sedang di kamar mandi. Ada apa?” Jaejoong pun tak kalah canggungnya dengan Yunho.

“Aku mau mengambil barangku yang tertinggal.”

“Oh. Kau bisa mencarinya sendiri.” Jaejoong melewati Yunho tanpa minat. Padahal sebetulnya dalam hati si manis itu sedang mati-matian menahan degup jantungnya yang mulai menggila.

Yuno tersenyum getir mendapati Jaejoong yang tidak menyambutnya dengan baik seolah kehadirannya di apartemen ini memang tidaklah diinginkan. Yunho memasuki bekas kamarnya yang berada tepat di samping kamar Jaejoong.

Tidak ada yang berubah dari kamar ini selain di beberapa tempat memang kosong. Ia menatap sendu tempat tidurnya yang pernah ia gunakan untuk tidur bersama Jaejoong, saling berpelukan dan bercumbu sebelum menjemput tidur. Ia rindu berat masa-masa itu.

Sementara menunggu pria itu selesai dengan urusannya, Jaejoong mulai menyibukkan diri di dapur untuk memasak makan malam.  Sering kali ia ingin memberikan Yunho kesempatan kedua apalagi dengan usaha Yunho selama ini namun egonya selalu mengalahkannya sehingga tiap kali ia menatap wajah Yunho, Jaejoong selalu mengurungkan niatnya.

“Kau sudah menemukannya?” tanya Jaejoong saat ia mendengar suara pintu dibuka dan mendapati Yunho keluar dari kamar yang ia tempati dulu.

Yunho mengangguk. “Kalau begitu aku—“

“Kau sudah makan? Makanlah di sini.” Jaejoong berkata dengan degup jantung yang bertalu-talu. Menawarkan makan tidak ada salahnya kan?

Yunho mengangkat sebelah alisnya heran. “Tidak apa-apa?” dalam hati ia ingin menangis haru karena Jaejoong masih berbaik hati padanya. Ah ya Tuhan, ia ingin sekali memeluk tubuh itu, mendekapnya dengan erat, mengucapkan kata cinta, dan menciumi seluruh wajahnya.

“Duduklah.” Jaejoong pun menyiapkan mangkuk nasi tambahan serta sumpit dan sendok untuk Yunho.

Yunho manut sambil bertanya, “Bagaimana kabarmu, Jaejoong-ah?”

“Seperti yang kau lihat. Aku baik.” Jaejoong menjawab sambil menata meja makan yang dengan makanan-makanan hasil masakannya. Basa-basi macam apa itu? Mereka bahkan baru saja bertemu kemarin di kampus saat Yunho tiba-tiba mencegatnya yang sedang berlarian karena hujan lalu pria bermata rubah itu menutupi tubuhnya dengan jaket miliknya.

“Syukurlah.” Yunho menganggukkan kepalanya. Entah kenapa suasana canggung di antara mereka menjadi semakin mencekam seperti ini.

“Bagaimana denganmu?”

Tatapan Yunho berubah sendu.  “Sangat buruk. Kupikir aku akan baik-baik saja setelah beberapa waktu. Tapi ternyata tidak. Aku senang melihatmu baik-baik saja, tapi—“

“Bisakah kita tidak membicarakannya? Aku sedang tidak ingin membahas itu,” ucapan Jaejoong membuat senyum di wajah Yunho langsung memudar.

Yunho menghela napas pendek. Rasanya seperti ia dibawa terbang ke langit lalu tiba-tiba dihempaskan begitu saja ke tanah. “Aku minta maaf. Apa yang harus aku lakukan agar aku bisa menebus kesalahanku? Cara apa yang bisa membuatmu kembali padaku?”

“Tidak ada yang perlu kau lakukan karena aku tidak punya niat untuk kembali padamu.” Jaejoong tak menyangka ia bisa terluka dengan ucapannya sendiri. Mulutnya berkata sebelum otak dan hatinya memerintah. Dasar mulut sialan!

“Jaejoong-ah, kau tahu aku selalu mencintaimu.” Yunho meraih tangan Jaejoong dengan wajah memelas. Ia tak pernah lelah dan bosan untuk mengucapkan kalimat tersebut.

Namun kemudian si cantik itu langsung melepaskannya. “Kalau kau terus seperti ini, lebih baik kau pergi sekarang. Aku sudah tidak punya nafsu makan. Padahal aku sedang berniat baik padamu tapi kau membuatku berubah pikiran.”

Share The WorldWhere stories live. Discover now